BRAK!
Kamu tersentak kaget mendengar pintu kamar mandi terbuka dengan keras, Yuna segera meraih rambutmu lalu menunjukkan sebuah buku yg tertulis angka 80 di bagian atas
"Kubilang jadikan 100! kau sengaja ingin membuat nilaiku turun?" bentak Yuna.
Kamu menggeleng dengan keras sambil menahan tangan Yuna agar tidak semakin kuat menarik rambutmu.
Yuna mendorongmu hingga membentur tembok, dengan tega dia menampar pipimu. Saking kerasnya kamu bisa merasakan darah di ujung bibir, Yuna mengambil selang di bilik kamar mandi kemudian menyiram mu sampai amarahnya tersalurkan.
"Lain kali tanganmu yg kupatahkan" gumam Yuna dan segera pergi dari sana.
Kamu terisak merasakan perihnya bekas tamparan Yuna, kamu segera pergi ke UKS karena percuma saja masuk kelas, baju dan rambutmu sudah basah.
Saat di UKS kamu di bantu oleh murid lain bernama Yujin yg kebetulan hari itu sedang bertugas untuk menjaga UKS, kamu hanya diam saja saat dia mengobati luka di ujung bibirmu.
Beberapa kali dia juga bertanya apa yg terjadi tapi kamu menggelengkan kepala, Yujin menyuruhmu mengganti seragam dengan yg baru kemudian mengarahkanmu untuk istirahat di ranjang. Kamu hanya menurut saja karena memang kepalamu rasanya juga sudah sangat sakit.
Tanpa terasa kamu tertidur sangat lama, kamu terbangun saat jam menunjukkan pukul 3 sore, terlewat satu jam dari waktu sekolah usai.
Kamu melihat Yujin yg masih berada di tempatnya, "Maaf" ucapmu sungkan karena merasa telah membuat Yujin menunggu.
Gadis itu hanya tersenyum maklum dan menyerahkan tas mu yg kini sudah berada di UKS. Perlakuan Yujin membuat hatimu jadi sedikit lebih baik, setelah mengucapkan terimakasih lantas kamu segera pergi.
Sampai dirumah kamu mendapat omelan dari Ibu karena pulang terlambat dan membiarkan Riki pulang sendiri, "Bu dia sudah besar! lagi pula dari sekolah ke rumah hanya dua puluh menit" balasmu.
Ibu tidak menerima alasanmu dan terus memarahimu sampai membuat kepalamu ingin meledak saking muaknya.
"AKU LELAH BU! AKU LELAH!" tanpa sadar kamu membentak Ibu, seumur hidup kamu tidak pernah berbicara dengan kasar kepada siapapun, hanya saja saat ini kamu benar-benar sudah lelah dengan semuanya.
Kamu pergi ke kamar meninggalkan Ibu yg terdiam, saat ingin ke kamar kamu melihat Riki yg baru keluar dan menatapnya dengan sinis.
Kamu membanting pintu dengan keras dan melempar tas mu sembarang arah, kamu langsung mendekap wajahmu di bantal untuk meredam suara tangis yg semakin kencang. Lama-lama kamu sudah tidak sanggup menanggung semuanya, kamu membuka laci untuk mengambil pisau kecil yg memang sering kamu taruh disana.
Kamu menggulung lengan baju kemudian tertawa kecil melihat sudah tidak ada tempat yg tersisa untuk menorehkan goresan pisau disana.
"Tolong aku" isakmu yg sudah jelas tidak ada yg dapat mendengar suaramu.
Kamu memukul dada untuk menghilangkan rasa sakit disana, kamu sadar tidak akan ada yg bisa menolongmu untuk keluar dari rasa sakit ini.
Kamu hanya bisa meraung tanpa suara, melampiaskan rasa frustasi yg sudah lama kamu tahan.
"Kumohon bawa aku" ucapmu entah kepada siapa.
***
"Maaf"
Langkahmu terhenti lalu mengernyitkan dahi menuntut penjelasan dari sang pemilik suara.
"Maaf untuk kejadian kemarin, karena ku, kau jadi dimarahi oleh Bibi" lanjut Riki.
Kamu hanya menatapnya dengan datar.
"Jika nanti kau terlambat keluar kelas, aku akan menunggu disini" ucap Riki sambil menunjuk tempat kalian berdiri sekarang, di depan gerbang sekolah.
Riki segera pergi meninggalkanmu dalam kesendirian, apa itu? batinmu.
Mengapa tiba-tiba aura Riki yg menakutkan seketika lenyap dan kenapa suaranya terdengar lebih sendu. Kamu tidak ambil pusing dan segera pergi ke dalam kelas.
Kamu sedang berjalan di lorong kelas dan kembali bertemu Yuna, dalam hati kamu sedikit panik karena disana Yuna sudah menatapmu dengan tajam. Kamu hanya berpura-pura tidak melihat dan kembali berjalan.
BRUG!
Dengan sengaja dia menyandung kakimu hingga kamu terjatuh, suaranya sangat keras sampai siswa yg berada di lorong ikut meringis melihatnya.
"Ups maaf" ucap Yuna di selingi senyum palsunya dan kembali berjalan.
Kamu mencoba berdiri dan bertumpu pada telapak tangan, tapi sepertinya tangan mu terkilir karena kamu kembali terjatuh. Kamu memutar persendian tangan dan rasa nyeri lah yg terasa.
Kamu terkejut saat merasakan badanmu ditarik oleh seseorang, kamu mendongak dan melihat Riki yg menolongmu.
Kamu meringis sakit saat Riki memegang persendian tanganmu.
"Sakit" lirihmu.
Riki segera membantumu untuk berjalan ke UKS.
"Kali ini apa lagi yg terjadi padamu?" tanya Yujin yg kembali melihatmu terluka.
Mendengar itu, Riki menoleh kepadamu tapi kamu hanya membuang muka.
"Aku sarankan kau pergi ke rumah sakit saja ya, sepertinya tangan dan kakimu terkilir. Aku tidak bisa membantumu untuk mengobatinya, akan akan buatkan surat dispensasi untukmu" ujar Yujin setelah melihat kondisimu.
Kamu hanya mengangguk, rasanya hari ini pun kamu juga tidak ingin berada di sekolah.
"Tolong buatkan juga surat dispensasi untukku" ucap Riki kepada Yujin.
"Ya?" Yujin menatap Riki lalu beralih kepadamu.
"Tidak usah, buatkan untukku saja" ujarmu.
"Kau yakin bisa kerumah sakit sendiri dengan keadaan seperti ini?"
"Aku bisa mengurus diriku, urus saja urusanmu sendiri" kamu menatap Riki dengan nyalang.
Pria itu mendengus, kamu sedikit berteriak kecil saat Riki tiba-tiba mengangkatmu dari ranjang.
"Berjalanlah, jika kau bisa berjalan sendiri sampai ke pintu. Aku akan membiarkan mu pergi" titah Riki sambil menunjuk pintu UKS.
Kamu mengerjap mendengar perintahnya kemudian menurutinya, dengan tertatih-tatih sambil meringis kamu berusaha berjalan sampai ke depan pintu.
Melihat hal itu, Riki kembali menatap Yujin.
"Buatkan surat dispensasi untukku" ucapnya final yg juga langsung disanggupi oleh Yujin.
Wajahmu tertekuk saat Riki membopongmu selama berjalan di lorong rumah sakit, kamu merasa malu saat beberapa orang menatap kalian. Tanpa sadar, kamu menyembunyikan wajahmu di dadanya.
Riki membawa mu untuk duduk di pinggir ranjang, setelah perawat datang kamu melihat Riki pergi keluar meninggalkanmu untuk diobati.
Setelah dua puluh menit berlalu, kamu menatap lengan mu yg sudah terbalut gips, untuk bagian kaki sudah terasa lebih baik. Hanya di bagian lengan saja yg rasa sakit nya masih begitu terasa.
Kamu melihat Riki yg kembali masuk setelah perawat pergi keluar, Riki duduk di sebelah ranjang sambil menatap gips yg membaluti lenganmu.
"Istirahatlah, kalau kau sudah merasa baikkan kita pulang" ujar Riki.
"T-Tolong jangan beritahu Ibu apa yg terjadi padaku" pintamu.
Kamu yakin betul, pasti Riki sudah mengetahui tentang dirimu yg menjadi bahan bully-an oleh Yuna.
Awalnya Riki ingin protes tapi tidak jadi saat dia menatap wajahmu yg terlihat lelah disana, jadi dia hanya menganggukkan kepalanya.
Mendapat respon Riki, kamu menghela napas lega. Kamu segera berbaring dan membelakangi Riki yg sedang menatap punggung kecilmu.
"Bodoh" ucapnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENHYPEN IMAGINE (AS YOUR WISH)
Fanfictionenhypen sesuai keinginan kalian. by : raeinxx 2022