Seminggu berlalu,
Kini Alam tengah duduk dengan malas di sebuah meja paling pojok di sebuah cafe yang tidak jauh dari apartemennya. Lalu, di hadapannya ada Jenggala yang menatapnya dengan sendu.
Sejujurnya, Alam sangat enggan untuk bertemu dengan kakaknya itu karena Jenggala mengganggu waktunya dengan Semesta. Jika bukan karena Semesta yang memaksanya untuk bertemu dengan Jenggala, ia tidak akan ada di sana, mungkin ia sudah bergelung manja dengan Semesta di atas kasur, sebelum nanti malam ia balapan.
"To the point aja!"ucap Alam dengan malas.
"Pulang, Lam! Mama pengen lo pulang, dia sempet sakit juga karena mikirin lo, kasian Mama."ucap Jenggala penuh harap, dan ada rasa frustasi dari setiap kata yang keluar dari mulutnya. "Papa juga mau lo pulang, dia cuma gengsi, makanya dia nyuruh gue buat bawa lo pulang, Lam."
Alam terkekeh pelan mendengar ucapan dari kakaknya itu. "Bang, jujur gue kasian sama lo. Lo selalu jadi budaknya Papa, lo terlalu nurut. Tapi gue juga kasian sama diri gue sendiri karena selalu dipandang rendah, selalu dibandingin sama lo yang sempurna. Gue capek, gue muak, gue lebih bahagia keluar dari rumah itu, gue lebih bahagia jadi diri gue sendiri."
"So, please stop nyuruh gue balik! Gue kan anak yang gak berguna, jadi buat apa gue pulang kalo cuma jadi bahan olokan dan sasaran amarah Papa. Lo bilang deh sama nyokap, bokap lo, gue gak bakal balik, karena itu yang mau nya bokap lo!"sambung Alam, lalu berdiri dari duduknya dan keluar dari cafe tanpa memperdulikan Jenggala yang memanggil namanya.
Alam adalah tipe orang yang setia pada pilihannya. Jadi, di hari dimana ia memilih untuk keluar dari rumah itu, maka ia tidak akan pernah kembali. Lagi pula, itu keinginan Papanya.
Sekarang, Alam butuh pelukan Semesta untuk menenangkannya. Jika tidak, maka arena balap akan kacau malam ini karena Alam yang masih dikuasai emosi. Alam menepikan motornya, lalu ia merogoh saku jaketnya untuk mengambil ponsel dan mengirim pesan pada Semesta.
Setelah mendapat balasan dari Semesta, Alam langsung memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jaket, lalu melajukan motornya dengan kecepatan tinggi menuju apartemennya.
****
Sementara itu, Semesta langsung melempar stick PS nya pada Erlangga dan menyambar jaket jeans nya dengan cepat.
"Lo mau kemana anjir, Ta?"tanya Erlangga heran.
"Gue ada urusan, duluan ya, urgent!"jawab Semesta sambil melangkah keluar dengan terburu-buru.
Setelah memakai sepatunya, Semesta langsung berjalan ke parkiran yang ada di kostan Panji. Ia mengambil helmnya di tempat penitipan helm yang ada di sana, lalu ia memacu motornya dengan kecepatan tinggi menuju apartemen Alam.
Yang ada dipikirannya sekarang hanya Alam. Alam sedang membutuhkannya. Semesta sangat tahu, Alam akan meledak-ledak jika tidak segera ditenangkan, ia tidak ingin telat dan sampai di sana dengan keadaan apartemen yang sudah berantakan seperti kapal pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNIVERSE || NOMIN 🔞
General FictionKisah cinta si ketua geng Vistor yang terkenal cukup bengis dengan gelar 'Son of The Street' karena tidak pernah kalah saat balapan dimanapun dan kapanpun dengan kekasihnya si fighter utama Vistor yang memiliki julukan 'Si Tangan Besi' karena pukula...