BAB 12

4.3K 403 6
                                    

Scania, tentu saja, tidak akan sempat bermain lagi di tepi Sungai Biru. Ia terlalu sibuk menerima pembalasan dendam dari Martha. Semenjak kejadian kurang menyenangkan di dapur istana, sikap buruk Martha semakin menjadi-jadi. Ia mulai memusuhi Scania secara terang-terangan. Bahkan mulai melakukan segala cara untuk mendepak gadis itu keluar dari istana. Semua itu dilakukan semata-mata karena ia merasa tidak aman dan tersaingi atas kedudukan Scania di hati Pangeran Brigham.

Martha terkadang menyelinap ke dapur dan diam-diam menaburkan garam berlebihan ke dalam masakan yang ditangani oleh Scania, sehingga makanan menjadi terlalu asin dan semua orang menyalahkan Scania. Wren mengetahui bahwa Martha yang melakukannya, namun ia selalu menyalahkan dan memarahi Scania.

"Bukankah Ibu tadi melihatnya sendiri? Martha yang melakukannya, bukan aku," gerutu Scania.

Wren menjambak rambut putrinya dengan marah. "Kau harusnya menjaga makanan itu dengan baik agar tidak diganggu oleh orang lain. Lagi pula, memangnya aku bisa mengomeli seorang putri kerajaan?" omel Wren galak. "Terima saja nasibmu, Scania. Cuma kau yang bisa disalahkan di sini, karena kau bukan siapa-siapa."

Scania juga sering diminta melakukan pekerjaan dua kali lipat lebih berat daripada biasanya. Saat ia sedang mengepel lantai, Martha sengaja berjalan di atas lantai yang sudah bersih dengan menggunakan sepatu penuh lumpur. Ia berjalan mengotori lantai tanpa mempedulikan wajah Scania yang cemberut.

Martha juga memberi Scania tugas sekolah milik Martha dua kali lipat lebih banyak. Kadang Scania sampai ketiduran karena lelah mengerjakan tugas yang bertumpuk-tumpuk seperti menara. Martha pernah tak sengaja menjatuhkan gelas berisi jus, sehingga kertas-kertas yang telah ditulis oleh Scania menjadi basah.

"Ups!" celetuk Martha. "Bisa kau tuliskan ulang dari awal?"

Scania hanya bisa memicingkan matanya dan mengerutkan hidungnya dengan jijik. Ia tahu jika ia menolak, Martha akan melaporkannya pada Wren dan Scania akan dimarahi habis-habisan oleh ibunya itu. Betapa menderitanya Scania di sana.

Puncaknya, Martha diam-diam masuk ke kamar scania dan menemukan sebuah buku yang berisi banyak gambar misterius. Ia membawa pergi buku itu saat Scania tidak menyadarinya. Martha akhirnya mengetahui bahwa buku itu memiliki lingkaran stample khusus dari Kerajaan Brigham. Tidak mungkin Scania memiliki buku semacam ini, pikir Martha. Ia sadar bahwa ini adalah kesempatan emas untuk menendang Scania dari Istana Heloise.

Besoknya, Raja dan Ratu, serta Martha memanggil Scania dan ibunya untuk diinterogasi mengenai sebuah buku misterius yang ada di kamar Scania. Scania berdiri bersebelahan dengan Wren, lalu membungkuk bersamaan untuk memberi hormat. Martha melipat kedua lengannya dan tersenyum tipis.

"Hebat," sindir Martha. "Sepasang ibu dan anak berani menyembunyikan sesuatu yang berbahaya di istana ini."

Ratu memegang pundak Martha dengan lembut. "Sabar, Martha. Kita belum menanyai mereka sama sekali."

Raja Heloise akhirnya angkat bicara. "Aku akan mengajukan pertanyaan yang harus kalian jawab dengan jujur," tegasnya. Ia lalu mengeluarkan sebuah buku bergambar stempel Kerajaan Brigham dari dalam jubahnya. "Apa ini?"

Scania terbelalak dengan apa yang ada di tangan sang Raja.

Wren gemetar. Ia sendiri memang tidak mengenali buku itu. "T-Tidak tahu, Yang Mulia."

"Scania?!" tantang Martha. "Kenapa kau sejak tadi diam saja?"

Scania menelan ludahnya. Firasatku tidak enak, batinnya. "Itu milikku, Yang Mulia."

Martha menyeringai sambil mengangkat dagunya.

"Milikmu?" Raja terperanjat mendengarnya. "Buku ini jelas-jelas memiliki stample Kerajaan Brigham. Mengapa kau bisa memiliki buku ini, Scania?"

Wren melotot pada Scania. Berani-beraninya anak tolol ini menyembunyikan sesuatu dariku, batinnya.

Scania terdiam. Ia bisa saja mengakui bahwa ia mendapatkan buku itu dari Pangeran Brigham. Tapi, apakah ada yang akan percaya padanya? Akhirnya, Scania memilih untuk bungkam. Ia sadar bahwa ia bukan siapa-siapa, seperti yang selalu dikatakan oleh ibunya. Ia menerima posisinya sebagai mangsa empuk untuk selalu disalahkan.

"Dia tidak mungkin mencurinya, Ayah. Bukankah pertahanan Istana Brigham sangat kuat? Tidak ada celah masuk untuknya. Dia pasti menggunakan sihir untuk memiliki buku itu." Martha menatap tajam pada Scania. "Dan," lanjutnya. "Begitu banyak gambar aneh dalam buku itu. Bukankah hal itu adalah bukti yang cukup kuat untuk mengeluarkan mereka berdua dari istana ini?"

Wren tercengang. Biar bagaimana pun juga ia tidak mau kehilangan pekerjaannya yang sudah ia tekuni puluhan tahun. Ia masih ingin tinggal di Istana Heloise yang megah itu. Ditambah lagi, Wren merasa tidak ada sangkut pautnya dengan buku itu.

"Dasar Scania! Manusia macam apa kau ini?" bisiknya. "Apakah kau menggunakan sihir agar pangeran melamarmu kemarin?!"

"Tidak!" balas Scania histeris.

"Yang Mulia, percayalah padaku. Aku tidak ada sangkut pautnya dengan buku itu. Aku bahkan baru mengetahuinya sekarang," sanggah Wren membela dirinya sendiri. "Kami tidak punya tempat tinggal lagi selain di sini. Aku akan segera menghukum anak ini agar ia jera, Yang Mulia. Tapi tolong jangan usir kami."

Raja dan Ratu saling melirik. Mereka sebenarnya juga tidak tega mengusir pekerja istana yang sudah mereka anggap seperti keluarganya sendiri. Tetapi menggunakan sihir juga bukanlah suatu pelanggaran yang ringan. Sementara itu Martha memperhatikan kedua orang tuanya dengan tatapan penuh ketidakpuasan.

"Tapi ini sihir, Bu," rengek Martha pada Ratu Heloise.

****

The Unwanted Princess [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang