BAB 10

5.5K 510 4
                                    

"Dapur?!" pekik Martha dengan wajah masam. Beberapa saat kemudian, ia menghela napas, mencoba mengendalikan emosinya. "Maksudku, Oh ... dapur, ya!" ucapnya lagi, mencoba memperbaiki intonasinya. "Sepertinya kau ingin melihat-lihat dulu, mungkin kau haus. Apa kau mau aku antar ke sana?"

"Ya," jawab Milo singkat. 

Martha memaksakan dirinya untuk tetap tersenyum, walaupun situasi tiba-tiba berubah menjadi canggung. Ia berusaha untuk mencairkan suasana. 

"Lewat sini, Pangeran," ujarnya, lalu membalikkan badannya dan mulai melangkah.

Milo langsung mengikutinya dari belakang. Begitu pun para raja dan ratu, Konrad, serta pelayan-pelayan lain yang membawakan begitu banyak hadiah. Mereka semua membentuk barisan yang sangat rapi saat berjalan mengikuti langkah Martha. 

Wren diam-diam mulai resah. Sama sekali tak pernah terpikirkan olehnya bahwa Pangeran Brigham akan menginspeksi dapurnya! Bagaimana ini, pikirnya. Masih ada Scania di dalam, dan ia belum didandani sama sekali. 

Akhirnya mereka semua berhenti melangkah, dan kini berbaris di depan pintu dapur. Milo hendak mendorong pintu itu, namun Wren tiba-tiba mencegahnya.

"Permisi, Yang Mulia," kata Wren cepat. Ia membungkuk di hadapan sang Pangeran. "Jika Yang Mulia ingin mencicipi hidangan khas Kerajaan Heloise, kami para pelayan bisa mengeluarkannya dari dapur agar Yang Mulia bisa menikmatinya dengan tenang di ruang makan istana," tawarnya. "Jadi, Yang Mulia tidak perlu repot-repot mengambilnya dari dapur. Biarkan kami yang membawakannya."

"Hmm, kurasa dia benar, Milo," sahut Raja Brigham.

Milo menoleh, tapi bukan pada ayahnya. "Pengawal, berikan cincin itu padaku!" serunya pada salah seorang pengawal.

****

Scania tampak bosan dan letih. Baju-bajunya dipenuhi cipratan sup, rambutnya kusut, wajahnya basah penuh keringat. Tak ada yang ia inginkan selain berakhirnya pesta lamaran ini, supaya ia bisa segera mencuci semua piring, setelah itu pergi tidur. 

Sepertinya aku bisa mencicil beberapa piring sekarang, batin Scania. Scania bergegas mendekati bak cuci piring dan mulai melakukan pekerjaannya. Tadi, seorang pelayan masuk dan membawa setumpuk piring kotor. Dan sepertinya jumlah piring kotor akan terus bertambah seiring berjalannya waktu, jadi ia harus melakukannya dengan cepat. Ia benar-benar sibuk hari ini.

Tiba-tiba ia mendengar suara derap langkah, bukan cuma milik satu orang, tapi banyak orang. Begitu kompak. Makin lama suaranya makin besar. Sepertinya menuju ke sini, batin Scania. Suara apa itu? Scania bingung sekaligus penasaran. Namun ia tidak berani keluar dari dapur untuk sekedar memeriksanya, karena Wren telah berpesan padanya untuk tetap bersembunyi dalam dapur.

Pintu dapur mendadak terbuka. Scania yang saat itu tengah mengelap piring dengan selembar kain, terperanjat melihat sosok yang ia kenal ada di hadapannya. Milo, penjual buku bekas, berjalan menghampirinya dalam pakaian resmi kerajaan dengan mahkota emas di kepalanya.

"Menikahlah denganku, Scania." Milo berlutut dengan gagah. Ia menatap Scania tanpa ada keraguan yang tersirat di sorot matanya. Berani, percaya diri, dan juga optimis. Ia sangat yakin cintanya akan diterima. Ia bahkan menyodorkan sebuah cincin berlian sebagai bukti keseriusannya.

PRANG!!!

Sebuah piring baru saja tergelincir dari genggaman Scania dan menghantam lantai dapur. Piring itu kini terbelah, hancur berkeping-keping. Scania tidak bisa berkata-kata lagi. Ia masih tidak percaya dengan apa yang kini ada di hadapannya: Milo, penjual buku bekas, ternyata adalah seorang pangeran!

"Selama ini aku mencintaimu, Scania." Milo menatap Scania dalam-dalam. "Jadilah istriku. Kau tidak perlu lagi mengerjakan itu semua, kau hanya perlu berada di sampingku selamanya."

Scania, yang sedang berdiri dengan pakaian lusuhnya, memandang ke orang-orang yang ada di belakang Milo. Mereka semua adalah tamu-tamu penting kerajaan, bahkan Raja dan Ratu Brigham ikut menyaksikan peristiwa aneh itu dengan mulut menganga, saking kagetnya. Tak ada yang menyangka akan terjadi hal seperti ini.

Martha melipat kedua lengannya dan memasang wajah paling cemberut yang bisa ia tunjukkan. Ia menghentakkan kakinya di lantai, merasa dipermalukan. Gemeretak gigi-giginya menandakan bahwa ia saat ini sangat kesal. Baru kali ini ada laki-laki yang berani mengabaikannya, apalagi ia sudah berdandan dalam waktu yang sangat lama sebelumnya. Semua itu ia lakukan semata-mata agar bisa tampil cantik di depan pangeran.

"Apakah kalian semua tahu berapa banyak bangsawan yang mengantri untuk mendapatkan perhatianku?!" pekik Martha dengan angkuh. Ada aura kemarahan terpancar di wajahnya. "Dan berapa banyak di antara mereka yang menjadi gila karena mengemis cinta dariku?!"

Ratu Heloise mencoba menenangkan putri bungsunya, walaupun sebenarnya ia juga bingung dengan kejadian ini. "Sabar, Martha. Tahan emosimu."

"Milo," panggil Raja Brigham.

Milo menoleh ke belakang. "Ya, Ayah?"

"Sepertinya ada kesalahpahaman di antara kita berdua," jelas sang Raja pada anaknya. "Aku pikir kau akan melamar Martha. Lihat betapa cantiknya dia dengan gaun merah itu."

Mendengar itu, Scania merasa malu. Ia meremas gaun lusuhnya sambil memandangi lantai. Ia sadar pakaiannya terlihat paling kotor di antara orang-orang di sekitarnya.

Milo kembali menatap Scania dan segera berdiri mendekatinya. Tanpa berbicara lagi, ia menggenggam satu tangan Scania dan memakaikan cincin di jari gadis impiannya itu. Ia seolah menunjukkan pada semua orang bahwa di hatinya hanya ada Scania seorang, tak peduli bagaimana pun kondisi gadis itu saat ini.

"Aku hanya melakukan apa yang Ayah janjikan padaku," bantah Milo, masih menggenggam erat tangan Scania. "Ayah bilang, aku bisa menikahi wanita pilihanku sendiri dari Istana Heloise," jelasnya. "Bukankah Scania juga ada di istana ini?"

Raja Brigham menaikkan alisnya, mulai pusing. "Iya, tapi ... bukan begitu maksudku. Aku pikir kau akan menyukai Martha. Lagi pula, siapa sebenarnya gadis di sebelahmu itu? Sejak kapan kau mengenalnya? Bukankah ini pertama kalinya kita datang ke istana ini?"

Belum sempat Milo menjawab rentetan pertanyaan dari sang Ayah, Martha tiba-tiba mengomel lagi.

"Mengapa pangeran bisa mengenalmu, Scania?!" rutuk Martha. "Apa sih kelebihanmu, sampai-sampai kau begitu terkenal sekarang? Kau itu bukan siapa-siapa!"

"Ehm, Scania, jujur saja pada ibumu, Nak. Apakah kau menggunakan sihir untuk membuat pangeran jatuh cinta padamu?" tuduh Wren dengan suara parau.

Semua orang melongo mendengar tuduhan itu.

"Berani-beraninya kau, Scania!" gertak Martha.

"Scania! Mengaku saja kau!" 

"Scania! Scania! Scania!"

"HENTIKAN!" Raja Heloise meraung di antara keributan yang terjadi di depan matanya.

****

The Unwanted Princess [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang