BAB 17

4K 355 1
                                    

Tiga hari kemudian, Raja dan Ratu Heloise kembali memanggil Wren dan Scania agar menceritakan bagaimana proses pengembalian bukunya di Istana Brigham. Dua orang pengawal datang memasuki dapur Istana Heloise dan segera mencari Wren dan anaknya. Namun, hanya ada Wren di sana. 

"Raja memanggilmu, Wren," kata salah satu pengawal. "Di mana anak perempuanmu itu?"

Wren gugup ketika kedua lengannya ditarik paksa oleh dua pengawal itu. "N-nanti aku bisa jelaskan sendiri pada raja dan ratu," jelas Wren ketakutan.

"Baiklah, kalau begitu kau harus pergi bersama kami sekarang!" perintah sang Pengawal.

Wren lalu berjalan dengan dua pengawal yang mengapitnya. Ia sudah merencanakan beberapa jawaban yang akan ia ucapkan untuk menjelaskan keberadaan Scania saat ini. Ia rupanya sudah siap untuk menghadap Raja dan Ratu Heloise.

Raja dan Ratu Heloise sedang duduk di singgasananya. Di dekat mereka berdua ada Martha yang sedang mempoles seluruh kuku tangannya dengan berbagai macam warna. Pintu diketuk, lalu kedua pengawal itu masuk, begitu juga dengan Wren. Mereka bertiga segera memberi hormat kepada keluarga kerajaan. Lalu, dua pengawal itu berpamitan dan pergi begitu saja.

"Wren!" seru Raja Heloise begitu pintu ruangan besar tertutup rapat. "Mengapa hanya kau saja yang datang? Di mana Scania?'

Wren gemetaran. "S-scania," jelasnya lambat. "Melarikan diri, Yang Mulia."

"Melarikan diri?!" pekik Martha tak percaya. Ia lalu melemparkan senyuman licik pada kedua orang tuanya. "Yang Mulia, apakah kejadian ini masih bisa dimaafkan? Bukankah Scania seharusnya menggunakan kesempatan ini untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah?"

"Ceritakan pada kami apa yang sebenarnya terjadi, Wren," perintah sang Ratu. "Dan, mengapa kau tidak mencoba mencegahnya?"

"S-scania tidak mau mendengarkanku, Yang Mulia. Aku bilang padanya agar ia pergi mengembalikan buku itu, tapi sampai sekarang ia belum juga kembali, dan buku itu ia bawa bersamanya," jelas Wren dengan cerita palsunya. Scania jelas-jelas tidak melarikan diri seperti apa yang ia ceritakan. "Aku tidak ada sangkut pautnya dengan perbuatannya, tolong jangan usir aku, Yang Mulia."

Wren pada akhirnya hanya membela dirinya sendiri. Ia begitu takut kehilangan pekerjaannya. Ia tidak peduli bagaimana nasib Scania selanjutnya atas keterangan palsu yang ia sampaikan.

Raja Heloise menghela napas panjang. Ia tidak menyangka hal seperti itu akan terjadi. "Ini akan mempersulit hubungan kerajaan ini dan Kerajaan Brigham," sesalnya.

"Kita tetap harus memberitahu mereka," ujar Ratu Heloise. "Masalah ini terlanjur melibatkan dua kerajaan. Kita tidak boleh bertindak sendiri."

Raja mengangguk dengan bijaksana. "Wren, kau boleh kembali ke dapur sekarang. Kami tidak akan mengusirmu."

Wren menyeringai lebar. "T-Terima kasih, Yang Mulia."

****

Milo berbaring di ranjang tempat tidurnya yang sangat besar. Ia tak melakukan apa-apa di kamarnya yang sangat luas itu, selain memandangi langit-langit kamar. Ia memang mengamati sebuah lampu gantung penuh ukiran di atas kepalanya, namun dalam pikirannya ia justru membayangkan kejadian saat ia menyatakan cintanya pada Scania.

Apa yang membuat dia menolak cintaku? Apa alasannya? Kami berdua sudah cukup dekat lumayan lama, walaupun hanya sebatas teman. Tetapi aku yakin ia telah mengenalku sebagai orang yang baik. Lalu mengapa ia tidak mau menjadi istriku? Apakah menurutnya aku kurang tampan? Apakah cincin berlian yang telah aku persiapkan kurang mahal? Karena aku sangat yakin, Scania pasti mencintaiku selama ini. Aku benar-benar yakin.

Milo terus menerus menyalahkan dirinya sendiri atas penolakan yang ia dapat dari gadis impiannya. Begitu banyak wanita bangsawan yang ingin mendapatkan cinta seorang Pangeran Brigham, dan ia rela menukar seluruh wanita tidak penting itu asal Scania bersedia menjadi pendamping hidupnya. Tak sedetik pun ia bisa melupakan Scania. Gadis itu selalu menghantuinya dalam pikirannya saat pagi, siang, maupun malam, juga dalam mimpinya. Milo selalu memikirkannya dan tidak peduli lagi dengan hal lain di sekitarnya, bahkan pada dirinya sendiri. 

TOK! TOK! TOK!

Terdengar suara pintu diketuk berulang-ulang. Milo pikir itu hanya pelayan yang bertugas membersihkan kamarnya, jadi ia hanya diam dan tidak menggubris suara ketukan pintu itu. Ia sedang tidak ingin diganggu. Ia lebih suka melamun dan tak ingin bertemu siapapun.

BAM!!! BAM!!! BAM!!!

Milo terkejut. Suara ketukan pintu yang sejak tadi terdengar kini berubah menjadi gebrakan yang sangat keras. Betapa tidak sopannya pelayan itu, pikir Milo. Dengan marah, ia buru-buru beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu kamarnya.

"Jangan coba-coba membuat seorang pangeran marah dengan ... ,"

Belum selesai Milo berbicara, seseorang menyela ucapannya.

"Kami yang seharusnya marah padamu," balas Ratu Brigham kesal. 

Milo melongo ketika melihat kedua orang tuanya muncul dari balik pintu. Raja dan Ratu Brigham berdiri di sana dengan membawa nampan berisi makan siang untuk putra mereka yang tidak mau makan sejak tadi pagi. Di atas nampan itu tersedia ayam panggang, kentang goreng, dan sup asparagus hangat. Milo tidak menyangka Raja dan Ratu Brigham tidak menyuruh pelayan untuk mengantarnya.

"Kau membuat khawatir semua orang di istana ini," tegur Raja Brigham marah. "Jangan banyak alasan, Milo. Sekarang, habiskan makananmu." Raja Brigham memindahkan seluruh makanan itu ke tangan Milo. 

Milo tertegun dan membiarkan Raja dan Ratu Brigham masuk ke kamarnya. 

"Apa yang kau lakukan di sini seharian sampai tidak mau makan?" heran sang Ratu. "Aku yakin kau masih memikirkan penyihir itu. Apa kau pikir dia itu lebih penting dari kesehatanmu sendiri?"

"Penyihir?" Milo terheran. "Bu, berapa kali harus aku jelaskan bahwa Scania bukanlah penyihir. Bukankah ibu sendiri yang bilang kita tidak boleh menuduh orang sembarangan tanpa bukti?"

Ratu menatap suaminya, sedangkan Raja balas menatapnya bingung.

"Milo," panggil Raja Brigham. Ia lalu menyodorkan selembar kertas pada putranya. "Ini surat dari Raja Heloise yang baru saja sampai padaku pagi ini. Kau baca saja sendiri, karena aku bingung dengan cara apa lagi menjelaskan kenyataan ini padamu."

****

The Unwanted Princess [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang