BAB 9

4.4K 456 12
                                    

Hari yang ditunggu oleh semua orang akhirnya tiba. Raja dan Ratu Heloise telah mengumumkan kepada seluruh pekerja istana agar menghias, mempersiapkan, serta memasak dengan sebaik mungkin sebelum hari pertunangan tiba. Hari ini, semua kerajaan tetangga dan para bangsawan juga turut diundang untuk menyaksikannya. Istana Heloise akan menjadi sangat ramai.

"Jangan sampai ada yang berantakan," tegur Raja Heloise. "Rapikan semua semua lukisan di dinding dengan benar! Nah, terutama yang itu, lukisanku saat bertarung melawan beruang." Ia menunjuk satu lukisan di sisi paling kanan. "Biar si Jaron itu bisa melihat betapa hebatnya aku sewaktu muda!" ujarnya bangga.

"Baik, Yang Mulia," ucap salah satu pelayan dengan sopan. Ia lalu menggeser tulisan yang dimaksud ke tempat yang dimaksud oleh sang Raja.

****

Sementara itu di sudut lain istana, tepatnya di dapur, Scania sedang membantu mengaduk bumbu campuran rempah-rempah dalam jumlah besar. Butiran keringan memenuhi kening dan lehernya. Ia sejak tadi belum sempat beristirahat. Ia mengaduk dan terus mengaduk.

"Scania, jangan malas!" tegus Wren, ibunya Scania. "Aku tahu kau sedang melamun sekarang." Wren mencipratkan air ke wajah Scania untuk membuatnya kaget dan kembali fokus dengan tugasnya.

Scania terbelalak kaget karena siraman air di wajahnya. Sambil menahan kantuk, ia lalu kembali mengaduk masakan di dalam bejana besar itu. Sementara itu, Wren sejak tadi hanya bersantai-santai di kursi. Ia sibuk mendandani wajahnya. Ia ingin tampil menarik hari ini.

Menyadari bahwa Scania tengah menatapnya dengan cemberut, Wren tiba-tiba menggebrak meja di sampingnya. "Apa yang kau lihat, Scania?! Aku ini kepala dapur istana. Aku harus tampil baik di depan tamu-tamu dari Kerajaan Brigham."

Scania menghela napas. "Lalu kapan aku istirahatnya, Ibu?"

Sang Ibu mendengus kesal. "Kau boleh istirahat kalau acara lamaran ini sudah selesai."

"Jadi, aku harus tetap memasak sampai acaranya selesai, Bu?" keluh Scania tak percaya. "Tapi setelah itu, aku boleh pergi, kan?"

Wren menghela napas. "Pikir pakai otakmu, Scania. Nanti kalau kau pergi, siapa yang akan mencuci semua piring tamu?"

"Tapi ... ,"

"Tidak ada tapi-tapian!" Wren berdiri lalu berkacak pinggang sambil melotot pada Scania. "Lihat dirimu sekarang, Scania. Kotor dan lusuh! Jangan keluar dari dapur ini karena kau nanti akan terlihat oleh tamu lain. Memalukan!"

Wren pergi meninggalkan Scania di dapur sendirian, tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.

****

Martha berjalan mondar-mandir di depan cermin kamarnya. Ia sangat percaya diri dengan gaun warna merah yang ia pilih sendiri. Menurutnya, ia tampak mencolok dan cantik. Pangeran Brigham pasti akan bertekuk lutut di hadapanku, pikirnya senang. Ia tak sabar ingin bertemu dengan calon suaminya.

"Martha," sapa Ratu Heloise. Ia masuk ke kamar putri kesayangannya dengan khawatir. "Tolong hari ini jaga sikapmu. Aku tidak ingin kau membuat onar lagi."

Mendengar itu, Martha memicingkan matanya. "Kapan aku pernah berbuat onar, Bu?"

"Masih ingatkah saat kau menarik rambut palsu milik Bangsawan Lory dengan sengaja?" gerutu Ratu Heloise.

"Tapi nyatanya semua orang tertawa saat tahu dia itu botak, Bu," balas Martha tak terima. "Bukankah aku membawa kebahagiaan bagi mereka?"

Ratu Heloise menghela napas. "Acara ini sangat penting bagi kedaulatan kerajaan kita. Bersikaplah layaknya seorang putri."

Belum sempat Martha membalas perkataan ibunya, Wren tiba-tiba berlari dengan tergesa-gesa ke arah ibu dan anak itu.

"Yang Mulia, permisi. Aku ingin memberi tahu bahwa rombongan Kerajaan Brigham telah tiba," ujar Wren heboh.

Ratu Brigham dan anak bungsunya itu saling bertatapan, panik. Mereka buru-buru melangkah menuju ruangan utama di istana. Biar bagaimana pun juga, mereka tidak mau melewatkan momen penyambutan, karena ini pertama kalinya Raja Brigham menginjakkan kaki di Istana Heloise.

****

Milo kini sibuk menjelajahi lorong utama Istana Heloise. Ia baru saja turun dari kereta kuda khusus kerajaan berlapis emas, dengan ditarik oleh dua ekor kuda putih terlatih. Ada sekitar dua puluh kereta kuda yang ikut bersamanya ke Istana Heloise. Selain dirinya, ada Raja dan Ratu Brigham, serta Konrad yang ikut menemaninya. Kebanyakan dari seluruh kereta kuda itu berisi hadiah-hadiah yang dipersembahkan untuk wanita pilihan Milo nantinya.

Terdengar suara terompet dari jejeran pengawal yang berjejer rapi di sepanjang langkah Raja dan Ratu Brigham, sementara Milo berjalan mengikuti ayah dan ibunya dengan tenang. Dalam pikirannya hanya ada satu nama: Scania. Di mana dia? Milo celingak-celinguk, tampak kebingungan. Ia merasa sendirian di tengah keramaian pesta. Ia belum menemukan sosok yang ia cari.

Langkah tamu-tamu penting itu terhenti ketika Raja dan Ratu Brigham berbincang-bincang dengan Raja dan Ratu Heloise. Mereka saling menyapa dan seluruh pelayan bersebelahan membentuk lingkaran mengelilingi mereka. Sedangkan Milo justru menguap karena merasa bosan dengan basa-basi yang ia dengar.

"Oh, apakah kau pangeran?" 

Tiba-tiba Milo merasa terpanggil. Lamunannya buyar. Ia mengamati seorang gadis bergaun merah di hadapannya dengan malas. Rupanya itu Martha, yang kelihatannya mulai tertarik dengan ketampanan sang Pangeran. Tapi sebaliknya, Milo terlihat tak terlalu mempedulikan Martha.

"Ya," jawab Milo singkat. 

"Apa kau bawa hadiah untukku?" selidik Martha.

"Hadiah untukmu?" Milo bertanya balik. "Tidak."

Wajah Martha seketika cemberut. Ia lalu menunjuk deretan kereta kuda yang terparkir di depan pintu masuk istana. "Lalu itu semua apa?"

Belum sempat Milo menjawabnya, tiba-tiba ayahnya memanggilnya sambil terkekeh.

"Hey, Milo! Sepertinya kau sudah tidak sabar untuk melamar seseorang!" sahut Raja Brigham saat melihat putranya mengobrol dengan Martha.

"Apakah ini tidak terlalu cepat? Kau bahkan belum mencoba hidangan utama kami, Jaron," gurau Raja Heloise.

Milo terkejut dengan kode keras yang diberikan oleh ayahnya.

"Apa aku boleh melamar gadis pilihanku sekarang, Ayah?" tanya Milo, mencoba meyakinkan dirinya.

Raja Brigham dan Heloise saling melirik dengan alis terangkat. Mereka berdua tampak terkejut mendengar ucapan Milo barusan. 

"Bagaimana menurutmu, Alistair? Bukankah kau adalah tuan rumahnya?" celetuk Raja Brigham.

Raja Heloise terkekeh. "Apakah kau, Pangeran Brigham, ingin mengungkapkan sesuatu pada Martha sekarang? Adakah yang ingin kau tanyakan padanya?"

Martha menyeringai lebar. Ia sudah tahu pertanyaan apa yang akan ditanyakan oleh pangeran tampan di hadapannya. Ia bahkan sudah siap untuk menjawabnya dengan kalimat yang telah ia latih untuk diucapkan sejak semalam: aku bersedia.

Milo terdiam, ia jadi bingung sekarang. Namun ia tidak boleh mengecewakan orang-orang yang sepertinya ingin sekali mendengarnya bertanya sesuatu pada gadis bergaun merah di hadapannya. "Aku ingin bertanya padamu, Martha."

Martha mengangguk bersemangat. Wajahnya bersemu merah pada waktu itu. "Ya? Apa itu? Tanyakan saja! Kau tidak perlu malu."

Milo menoleh ke kanan dan kirinya, seolah mencari sesuatu yang hilang. "Apa kau tahu di mana dapur istana?"

****

The Unwanted Princess [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang