Chapter 7

5.6K 241 2
                                    

Ayna POV

Aku memarkirkan mobil ku di garasi mobil. Terlihat dua mobil lainnya yang juga sudah terparkir rapi di samping mobil ku. Sedangkan satu tempat untuk sebuah mobil lagi terlihat masih kosong, menandakan bahwa kakak ku belum tiba di rumah.

Tiinn tiinn

Suara klakson mobil menggema di malam hari. Pak Ujang satpam rumahku langsung bergegas membuka gerbang untuk memberikan akses mobil Kak Ayra masuk.

Kak Ayra memasukkan mobilnya dengan tergesa-gesa. Bukan kebiasaan Kak Ayra selama ini yang selalu lembut dan berhati-hati. Setelah berhasil memarkirkan mobilnya, Kak Ayra bergegas turun.

"Kakak kenapa? Kok buru-buru?" tanyaku heran.

"Ceritanya panjang. Kakak lagi di kejar-kejar orang gila" sahutnya ngos-ngosan.

"Orang gila?" aku mengernyit bingung dengan jawaban Kak Ayra.

Tiba-tiba sebuah mobil sport mewah berhenti di depan rumahku. Tak lama seorang pria tampan turun dari balik kemudi nya.

"Ayra, tolong dengarkan aku. Aku ingin berbicara dengan mu Ayra" laki-laki itu memohon sembari berusaha membuka gerbang rumah ku.

Pak Ujang langsung keluar dari pos jaganya untuk menghentikan keributan yang di buat lelaki itu.

"Ayra please, Ay" katanya lagi. Sedangkan kakak ku hanya diam seperti menahan tangis.

"Kakak nggak mau nemuin dia dulu?" tanyaku lembut pada Kak Ayra.

"Nggak Na, kakak nggak mau nyakitin hati banyak orang. Kalau kakak nemuin dia, akan semakin banyak orang yang sakit hati" sahut Kak Ayra pelan.

"Setidaknya kakak harus kasih tau dia, kalau kakak udah nggak mau berhubungan sama dia lagi. Buat dia mengerti, kabur nggak akan nyelesain masalah" kataku bijak. Ntah darimana tiba-tiba sisi bijak ku ini bisa muncul. Sedangkan Kak Ayra justru diam saja menatap lelaki itu yang kini sudah di seret oleh Pak Ujang, Pak Dirman dan Mang Asep.

Aku gemas melihat tingkah kakak ku yang hanya diam saja padahal aku tau dia sangat ingin menemui laki-laki itu.

"Pak stop, pak. Biarin aja dia masuk ke dalam" teriak ku supaya Pak Ujang dan temannya mengizinkan laki-laki itu masuk.

Lelaki itu masuk ke pekarangan rumah kami dengan raut wajah berantakan bercampur sedih. Sedangkan bajunya yang sudah kusut sudah tak di pedulikannya lagi.

Sepertinya aku kenal dengan pria ini.

"Ayra, please dengerin aku dulu" lelaki itu berucap ketika sudah berada di hadapanku dan Kak Ayra yang kini sudah menangis pelan.

"Lebih baik kita bicara di dalam saja" usulku pada mereka. Lelaki itu yang sedari tadi hanya memandang Kak Ayra, kini beralih menatapku.

"Oke. Terimakasih sudah mau membantu ku, Ayna" ujarnya padaku.

Dia tau aku?

Aku menatapnya dengan bingung. Tapi aku sadar bahwa mereka membutuhkan waktu untuk berbicara berdua. Sehingga aku menggiring mereka menuju ruang tamu.

Aku langsung menuju dapur untuk membuat dua cangkir teh dan membawa beberapa cemilan.

Ketika aku kembali, Kak Ayra dan lelaki itu masih berdiam diri dan hanya menatap satu sama lain.

"Ini Kak, silahkan di minum" kataku ramah.

"Yaudah, aku tinggal keatas dulu ya" kataku sadar karena mereka membutuhkan privacy berdua.

Kak Ayra menatapku memohon supaya aku tidak pergi, sementara lelaki itu menatapku lembut dan terimakasih.

"Thanks Ayna untuk pengertiannya" katanya sembari tersenyum tulus padaku.

Disaster WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang