Part 10

543 45 0
                                    

Pevita merangkul adiknya lalu membopongnya

untuk duduk pada bed yang kini dilapisi sprei

violet dengan polkadot putih sebagai motifnya,

tidak memakai sprei dengan corak klub sepak

bola luar negeri yang biasa digunakan

(Namakamu) ‘lagi’.

“Cinta itu rumit, sebelum merasakan cinta yang

indah. Tak ada salahnya kita mencicipi bumbu-

bumbu kesakitan disana” Pevita berucap mantab,

membuat (Namakamu) mulai yakin. Mungkin ini

cobaan Tuhan yang diberikan padanya, mungkin

ia akan mendapat sesuatu yang indah dibalik ini

semua, mungkin Iqbaal akan datang kepadanya

dan memeluknya hingga tak terlepaskan.

‘Mungkin’.

**

Satu bulan...

Waktu yang cukup lama, dengan keyakinan yang

dipegang erat seorang gadis, gadis bodoh yang

percaya dengan ‘keindahan yang akan datang

setelah kesengsaraan’.

(Namakamu), masih sama. Masih berpenampilan

feminim seperti biasanya. Masih berusaha

menahan sesak yang ia rasakana jika melihat

Adiba dan sang kekasih sedang merajut cinta

dihadapannya.

Namun minggu-minggu ini (Namakamu) sedang

kelabakan, banyak tugas yang harus ia

selesaikan. Namun tak masalah, justru waktu

seperti inilah yang ia tunggu. Jika dia sibuk

otomatis dia tidak ada waktu untuk memikirkan

Iqbaal’kan?

**

“lo tau nggak? Sekarang itu kita pemilihan

pemeran drama, dan gue males!” Salsha

mengerucutkan bibirnya, ia sudah tahu bahwa

dirinya akan mendapat peran yang tidak

menyenangkan. Tak pernah menjadi pemeran

utama.

“Bisa aja lo jadi cinderella yang lemah dan cupu

itu” (Namakamu) berucap datar sambil

mengerucutkan bibirnya, menebak-nebak peran

yang cocok untuk sahabatnya itu. Tentu saja—

Salsha cantik, pintar, baik, dan... sempurna!

Salsha memutar matanya, “Ck! (Namakamu), itu

nggak mungkin! Pasti Adiba’kan yang kepilih jadi

pemain utama. Kaya tahun lalu, jadi putri

ngorok––ehh putri tidur maksudnya”

Adiba yang merasa namanya disebut hanya

CrowdedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang