"Bila nanti esok hari
Kutemukan dirimu bahagia
Izinkan aku titipkan
Kisah cinta kita..Selamanya"
Iqbaal tersenyum mendengar (Namakamu)
bernyanyi, ternyata suara gadis itu sangat merdu
sekali. Tapi, mengapa harus pada bagian itu?
(Namakamu) membalas senyum Iqbaal,
"Aku nggak yakin bisa bahagia setelah hari ini"
Pria berambut cepak ini terdiam, ia merasa
sesuatu mengganjal dikerongkongannya. Iqbaal
merasa sulit untuk menelan air liurnya yang
sungguh terasa pahit. Pernyataan tegas
(Namakamu) mampu membuat dadanya terasa
tertusuk oleh ribuan panah yang baru saja diasah
oleh mulut (Namakamu).
Iqbaal memberanikan untuk menoleh kesamping,
melihat gadis itu. Dan Iqbaal mulai yakin jika
(Namakamu) menyukai tempat ini, gadis itu
masih sibuk merentangkan tangannya 'lagi'.
Dua bola mata besar dengan lensa hitam yang
terukir penuh, hidung mancung berukuran kecil
yang hampir terbentuk sempurna, mulut mungil
dengan bibir tipis berwarna merah muda alami,
wajah putih bersih tanpa sedikitpun goresan luka,
rambut coklat tua alami sepinggang dengan
aksen sedikit ikal dibagian ujungnya. Tuhan, inilah
yang membuat Iqbaal sulit untuk menghapuskan
cinta itu begitu saja.
"Aku percaya suatu saat nanti, kamu akan
bahagia. Dan itu bukan karena aku"
(Namakamu) muak, mengapa Iqbaal ingin sekali
dibenci? Mengapa Iqbaal tidak pernah percaya
pada hati nurani (Namakamu).
"Kan kamu yang percaya. Bukan aku"
Ya, Iqbaal sudah lelah. Semua usahanya tak
menghasilkan apapun. Meyakinkan (Namakamu)
ternyata benar-benar sangat sulit. 'Jangan paksa
aku, (Namakamu). Jangan paksa aku untuk
menghilang dari kehidupanmu secara tiba-tiba.
Aku sudah berusaha meminta izin, namun kamu
benar-benar tidak ingin mendengarkannya' jerit
Iqbaal dalam hati.
"Relakan aku, (Namakamu)"
**
Seorang pria berponi lempar masih terlihat
nyaman menduduki jendela kamarnya yang
berada dliantai dua rumah mewah itu.
Tatapannya tak beralih, masih setia memandang
KAMU SEDANG MEMBACA
Crowded
Romance“harus yaa trutnya begitu-an!” seseorang pria yang tengah berkumpul mengelilingi salah satu meja kelasnya bersama para sahabatnya tengah memprotes apa yang dipinta kedua sahabatnya yang masih asik tertawa renyah ini. “apa susahnya sih, Baal? Ini tuh...