Sekolah

103 38 25
                                    

Hari Senin, menjadi hari yang paling di benci oleh anak-anak kelas 11-IPS-4, bagaimana tidak? Pagi mereka diawali dengan upacara bendera di bawah teriknya matahari pagi, dan jam pertama mereka akan diisi dengan mata pelajaran yang katanya menyenangkan itu, Matematika, tentunya.

Terhitung satu kesialan yang menimpa Nabila dan Amel pagi ini, entah yang keberapa kalinya Amel mengeluh sebab jalanan kota yang begitu macet, bahkan setelah 10 menit yang lalu mobil di depan Amel ini sama sekali tidak bergerak sedikit pun.

"Ck, pagi-pagi udah buat orang nunggu aja, itu kenapa pake macet, sih?! Gak tau lagi buru-buru apa, yah." decak Amel seraya mematikan mesin motornya.

Matanya menelusuri keadaan sekitar mencari jalan alternatif niatnya, namun nihil, tidak ada cara lain selain mobil di depan Amel ini mulai berjalan, samping kanan mobil, samping kiri mobil, depan belakang juga mobil, benar-benar kesialan.

"Lagian, ada-ada aja, sih! Pake macet segala, Ini udah jam setengah 7 kurang 10 menit, asu." gerutu Nabila dari belakang.

"Terbang aja, gak sih?" imbuh Nabila. Mereka harus sampai di sekolah sebelum pukul 06.30, harusnya.

Belum sampai Amel membalas ucapan Nabila, suara dering handphone Nabila membuat Amel mengurungkan niatnya. "Silvi." ucapnya membaca nama kontak yang tertera.

"Woy, sat! Kemana lo berdua?! Gak nyampe-nyampe dari tadi."

Nabila mengusap-usap telinganya yang berdengung karena Silvi tiba-tiba berteriak tanpa aba-aba. "Biasa aja kenapa! Kita kejebak macet ini, gak gerak-gerak dari tadi."

"Lo pada, sih, lewat jalan tol, lewat jalan alternatif dong."

"Ye, mana tau kalo sampe semacet ini, dodol!"

"Terus gimana? Kurang 5 menit lagi, bangs*t, lo berdua malah belum gerak, hadeh." terdengar suara Lailil yang menyahut.

"Ya gak gimana-gimana."

"CEPETAN WOI!"

Nabila terjengit kaget dan reflek langsung menjauhkan handphonenya dari telinga. "SABAR! GAUSAH PAKE OTOT JUGA NGOMONGNYA!" sarkas Amel kepalang kesal, kini kesalnya double kill.

"Lo berdua, sih, lelet."

"GUE GEPREK LO, SIL, KALO NGEBACOD MULU!"

"Makany—"

"Bodo amat gue ama lo! Bye!"

Tutt

Nabila memutuskan panggilan sepihak, menurutnya mengangkat telepon dari Silvi tidak ada faedahnya, menambah pusing yang ada.

Akhirnya yang ditunggu-tunggu telah tiba, mobil di depan Amel kini mulai berjalan, sedikit demi sedikit. "Alhamdulillah, ya allah!"

Sedangkan Silvi dan Lailil di sekolah, masih menunggu kedatangan kedua teman sepersetanannya sedari tadi di tepi lapangan. Lailil menatap ke arah gerbang sekolah yang menampilkan beberapa siswa/i yang masih berdatangan, namun Lailil tak menemukan Nabila dan Amel di antara mereka.

"Temen lo tuh, doyan ngaret! Setidaknya kalo ngaret tuh tau waktu kek." gerutunya pada Silvi yang sudah cengo sendiri, kok jadi gue? Pikirnya.

"Lah, kok lo marah-marahnya ke gue, sih? Marahin aja noh temen lo, kalo berangkat selalu mepet, udah tau rumahnya jauh, juga." balas Silvi dengan sinis.

Lailil melotot. "Kok lo sinisnya ke gue?"

"Lo duluan ya anj*ng!"

"Yau—"

Kemudian datang salah satu guru yang menghampiri para pertugas upacara yang sedang bersiap di tepi lapangan, Bu Tsana guru Matematika.

"Petugas upacaranya sudah hadir semua?" tanya Bu Tsana.

[✓] 💭. fri(end)ship ㅡ re-uploadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang