Full senyum

29 31 34
                                    

Nabila senyum-senyum sendiri menatap pena costum pemberian Segara tadi, benar-benar di luar dugaan, ingin rasa nya ia melayang, tapi tidak bisa.

"WAHHHHHH! KAKAK PUNYA PENSIL LUCUUU! IKY PINJEM!"

Sontak Nabila langsung menyembunyikan pena itu di belakang tubuh nya, seharus nya ia tadi di kamar saja jangan di teras.

"Bukan punya Kakak, punya Mbak Amel itu, tadi Kakak pinjem." alibi nya, membuat Iky menatap nya memincing.

"Engga! Itu pasti punya Kakak kan? Kakak boong, yah!" tuding Iky.

Nabila gelagapan, ia lupa jika Adik nya ini sulit di kelabui. "Bener kok! Ini punya Mbak Amel, tanya aja sana sama orang nya kalo ga percaya. Lagian, kamu masih kecil ngapain mainan pena, seharus nya pake pensil. " jelas nya.

"Ha? Pena itu apa? Itu pensil, kaya punya Iky, warna abu-abu, kan?" ujar nya.

Nabila menggeleng. "Ini warna-ungu! Iya, warna ungu, kalo Iky nulis pake warna ungu nanti di marahin Bu guru, terus tulisan nya Iky jadi jelek, deh."

"Benar? Hih, Iky ga mau tulisan Iky jadi jelek, Iky ga jadi pinjem, balikin ke Mbak Amel aja sana!" ujar nya sebelum pergi, setelah mengambil sandal nya di ujung teras.

"Heh! Mau kemana, sore-sore? Udah mandi emang?" cegah Nabila.

Iky menoleh. "Udah tau, Iky mau main, Kakak sana yang mandi, dari pagi belum mandi kan? Pantesan, bau."

Nabila melotot, songong sekali, Adik siapa, sih. "Enak aja di bilang ga mandi dari pagi! Emang kamu, mau mandi aja pake drama badan nya panas dulu."

Alis Iky menukik kesal, ia menatap Kakak nya dengan tatapan sinis. "Ga bole, gitu! Kakak nyebelin! Aku mau minggat aja dari sini."

"Yaudah sana minggat, palingan minggat ke rumah Omah." cetus nya.

Iky menghentak-hentakkan kaki nya semakin kesal. "Ih! Pura-pura gatau gitu, lho!"

"Gamau."

"Sudahlah, aku tidak peduli dengan Kakak, aku mau pergi saja dari sini. Disini aku merasa seperti Adik pungut, yang punya Kakak menyebalkan." ujar Iky dengan dramatis, entah dapat kata-kata dari mana bocah itu.

"Heh! Tapi bener, kamu itu Adik pungut."

"AYAHHHHHHHH!"

"Heh! Bisa gak teriak?"

"AYAHHHHHHHH!"

"Kok di ulangin?"

"AYAHHHHHHHH!"

"Sakarepmu, Ayah belom dateng, kok teriak-teriak Ayah."

"Lho? Iky malu, deh! Gara-gara Kakak, sih." ujar nya lalu lari mengibrit masuk ke dalam rumah.

PEN TAK BUANG AJA ITU BOCAH

••

Setelah sholat isya' , Lailil tiba-tiba ingin nasi goreng di depan gang, jadilah ia mengambil jaket dan dompet nya. Ia langsung jalan menuju gang depan, ga perlu pake motor, kan, cuma 5 menit ke depan.

"Bang, bungkus satu, yah, Bang." ujar Lailil, ia langsung duduk di kursi plastik yang di sediakan, kebetulan sedang sepi.

"Eh, Lailil, bentar ya, Dek."

Bang Irdan, si penjual nasi goreng muda di desa nya, memang sudah kenal akrab dengan Lailil, ia mengacungkan jari jempol nya, dan segera membuat kan pesanan langganannya.

"Sendiri aja, Lil?"

"Iya, Bang, orang cuma kesini doang, ya masa ngajak orang satu kampung." balas Lailil.

[✓] 💭. fri(end)ship ㅡ re-uploadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang