Masih soal liburan, bareng ayang

30 16 20
                                    

Amel dan El masih sama-sama hanyut dalam keterdiaman masing-masing, Revano di bayangan Amel itu orang yang baik, karena perilaku nya yang 'terlihat' begitu ramah dan soft, tapi ternyata ada kilas balik yang belum di ketahui nya. Dan, ini juga menyangkut mantan pacar El, yang tak lain tak bukan adalah masa lalu El, yang membuat El mungkin 'trauma' untuk kembali menjalin hubungan.

Selama beberapa menit, hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang saling beradu. Kedua nya sama-sama terfokus pada makanan masing-masing. El menghela nafas sejenak, ia telah menyelesaikan acara makan nya.

"Boleh gue cerita?"

Amel mendongak. "Tentu. Gue bakal dengerin semua."

El mengangguk pelan. "Aerin meninggal karena selalu jadi korban bullying nya Revano, mungkin Revano sendiri ga tau kalo orang yang dulu selalu dia bully sekarang udah tenang."

Aerin, adalah orang pertama yang berhasil mengisi hati nya semenjak masuk jenjang sekolah menengah pertama. El sedari dulu terkenal dingin, dan untuk pertama kali nya ia tertarik dengan gadis cupu yang selalu menjadi bahan bullyan geng Revano waktu itu. Kata kan saja dulu Revano benar-benar nakal, dan kenakalan nya bukan tanpa alasan, tapi karena keluarga nya, mungkin ini tak perlu di jelaskan.

Amel menutup mulut nya tak menyangka. "Korban bullying?"

El mengangguk dengan tersenyum. "Tapi kepergian dia, bikin gue tenang, karena dia ga bakal ngerasain sakit lagi, Mel."

Tangan Amel terulur untuk mengusap bahu El pelan. "Maaf, yah, pertanyaan gue tadi bikin lo flashback."

El menggeleng samar. "Gapapa. Lo adalah orang pertama yang denger cerita ini." ujar El dengan mengalihkan pandangan nya untuk menatap Amel.

••

Tadi setelah shalat isya' berjamaah di masjid, Adib langsung bergerak mencari penjual martabak atas perintah Mama untuk tamu di rumah. Namun setelah berputar-putar tapi kenapa semua nya tutup?

Lalu Adib pun pergi ke penjual martabak di jalan dekat sekolah SMA, dulu, lumayan minggat untuk sekedar membeli martabak.

"Mas, martabak telor 1, sama martabak manis 1, yah!" pesan Adib.

Lumayan cukup antri disini, atau mungkin dia yang paling akhir. Adib duduk di kursi plastik yang berada di pojokan, untung ia tak melupakan handphone nya untuk di bawa.

Mengingat Silvi, Adib kembali berdiri dan menambah 1 martabak manis lagi untuk pacar nya itu, uh, pacar yang baik. Adib melihat jam pada handphone nya, ia memutuskan untuk meninggal martabak nya sebentar untuk membeli pesanan Mama nya yang lain.

Begitu beruntung nya Silvi malam ini, usai membeli pesanan Mama nya, Adib tak sengaja melewati kedai milk shake, dan yah, Adib membelikan Silvi sekalian.

Setelah di rasa semua telah terbeli, Adib segera kembali pulang dulu kerumah, karena pasti tamu Mama nya itu sudah datang, nanti baru ia akan ke rumah Silvi, ekhem, ke rumah pacar.

"Ma, kalo gitu Adib ke rumah nya si anu, yah." pamit nya, membuat Mama nya menyerngit heran dengan kata anu yang di sebutkan anak nya.

"Anu siapa, Adib?"

"Anu itu lho, si anuuu."

"Siapa?"

"Mama mah, anu pokok nya."

"Tau ah, masa bodo Mama sama kamu, pokok nya pulang nya jangan malem-malem aja, oke?" ujar Mama nya yang langsung di acungi jempol oleh Adib.

"Siap! Adib berangkat, yah!"

Dia menyalimi punggung tangan Mama nya lalu melenggang pergi, menuju desa sebelah, bahkan seperti nya Mama nya tidak tau jika Adib akan pergi ke rumah Silvi, bahkan Mama nya juga tidak tau jika Adib membeli martabak lebih.

[✓] 💭. fri(end)ship ㅡ re-uploadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang