It was great at the very start
Hands on each other
Couldn't stand to be far apart
Closer the better
Sorot lampu kendaraan yang banyak berlalu-lalang di jalan tersebut tentu akan dengan mudah menyilaukan mata siapapun yang tanpa sengaja memandangnya secara langsung. Belum lagi suara raungan mesin yang sebagian mengeluarkan bunyi yang memekakkan telinga. Orang biasa tentu tidak akan memilih untuk menghabiskan waktu berada di titik di mana kedua hal tersebut bertemu. Namun gadis bongsor itu seakan tidak peduli dengan semua itu dan melanjutkan agenda diamnya sembari duduk bersila dan menatap jalanan di depan dengan tanpa ekspresi. Di meja kecil di depannya, terdapat dua gelas berisi cairan hitam yang nampak masih agak mengepul. Satunya masih penuh, sedangkan satunya tersisa separo. Bahkan suara kelakar dari sekitar tidak memicunya untuk bergeming sedikitpun. Dia hanya menghela nafas berat sembari menyibakkan rambutnya ke belakang sebelum kemudian menyeruput minumannya untuk yang kesekian kali.
"Ini satunya buat gue aja lah. Lu yang itu aja belom abis." Ujar sebuah suara dari arah belakanganya. Gadis bongsor itu kontan menoyor kepala gadis lain yang baru datang tersebut.
"Mesen sendiri lah kalo mau." Sergahnya. Gadis di sebelahnya hanya manyun, membuat wajahnya makin mirip dengan anak itik.
"Rame anjir, Jin. Ngantrinya pasti bakal lama kalo mesen sekarang." Gadis yang mirip bebek itu sekilas melempar pandangannya ke arah kasir yang tengah dijubeli pembeli. "Lagian lu ngide mau kesini segala dah."
Ahn Yujin tidak menanggapi komplain yang dilontarkan oleh temannya tersebut dan kembali menyeruput kopinya yang kini cuma suam-suam kuku itu. Sesuai permintaannya di kasir tadi, kopi itu diseduh tanpa gula. Rasa pahit yang biasa segera tercecap oleh lidahnya lalu mengalir dengan perlahan ke kerongkongannya. Wajahnya bahkan tidak mengernyit. Sama seperti keriuhan sekitar yang tidak bisa menembus gelembung ketunggalannya, rasa pahit itu juga tidak meninggalkan kesan tertentu. Bukan salah indera perasanya, namun memang kondisi hati gadis tersebut seperti sedang menolak merasakan apapun. Dia bersikeras mempertahankan kehampaan yang sudah tercipta sejak entah kapan itu. Dia menghela nafas lagi.
Hal seperti itu tentu tidak luput dari perhatian Choi Yena yang duduk di sebelahnya. Ini kali kesekianYujin mengajaknya minum kopi bersama dengan agenda yang hampir sama. Dan berkali-kali pula dia memberikan saran kepada Yujin yang sepertinya tak kunjung ia laksanakan. Membuat masalahnya jadi makin rumit dan mungkin suatu saat akan membuatnya jengah.
"Kalo topiknya masih sama mending gue minta dibungkus aja kopinya abis ini." Ujar Yena sembari menyomot gorengan yang tersaji di situ. "Nggak ada progress sih kayaknya kalo gue liat."
"Ya loe tau kan alasan gue gimana."
"Ya berarti lu tau juga respon gue bakal gimana."
Setelah itu hening. Keduanya memilih diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Yujin tidak bisa menyalahkan Yena yang meresponnya seperti itu. Yujin bahkan tahu bahwa kesalahannya hanya bisa ia perbaiki jika ia mau keluar dari kungkungan perasaan negatifnya. Tapi bukankah perasaan cueknya selama ini yang selalu melindunginya dari efek patah hati yang hebat itu? Lalu mengapa dia perlu mengubahnya? Bukankah sebaiknya begini saja?
"Gue balik setengah jam lagi." Ucap Yena sembari menunjukkan jamnya di depan Yujin. Yang diajak bicara mendadak murung.
"Kok gitu?"
"Nggak ada faedahnya juga lu di sini sama gue mau sampe selama apapun anjir. Masalah lu bukan di sini. Pulang sono lu. Adepin."
Sudah sekitar 25 tahun Yujin mencoba hidup dengan menghindari masalah dalam bentuk apapun. Diam adalah senjata favoritnya. Menghindar adalah keahliannya. Namun apa yang ia hadapi saat ini seakan menuntutnya untuk bertindak. Dan ia tidak begitu menyukai hal tersebut. Bertindak jelas akan membuahkan resiko. Dan resiko bukan termasuk 10 hal favorit yang bersedia ia jumpai dalam hidupnya. Gusar, ia tandaskan tegukan kopi terakhir di gelas pertamanya malam ini. Masih ada satu gelas lagi. Pulang bisa nanti. Enggan dirinya menjejakkan kaki ke rumah setelah ini jika hanya akan disambut konfrontasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jinjoo Dalam Melodi
FanfictionJinjoo Songfiction Project | Jinjoo song-based oneshots collection | Mixed Genre