Music My Passion Volley My Sport

20 2 0
                                    

Alunan piano yang indah memenuhi seluruh ruangan. Lagu yang sekilas terdengar sedih tapi semakin di dengar membuat perasaan hangat. Di depan piano itu duduk seorang gadis manis dengan jari-jari lentik yang menari di atas tuts.

"Baik sampai di sini saja hari ini. Untuk besok, aku ingin mendengar kamu memperbaiki temponya, Aiko. Kamu memainkannya tidak hanya lambat. Tapi sangat lambat."

"Maafkan aku, Karin-san. Hari ini tanganku sedikit sa--"

"Kamu bermain voli lagi?" potong Karin.

"Iya tap--"

"Aiko berapa kali harus aku katakan padamu? Jika kamu ingin tampil di resital musim ini kamu harus merawat tanganmu. Tapi kamu malah mengabaikan ku dan bermain permainan kasar yang dapat merusak tangan? Bagi musisi piano, tangan itu yang terpenting."

"Iya, aku tau. Tapi voli bukanlah permainan kasar Karin-san. Ini kesalahanku karena latihan berlebihan kemarin. Lalu yang ingin aku tampil di resital adalah ayah. Bukan aku."

"Aku akan mengatakannya pada ayahmu."

"Ya?"

"Jika kamu tak mau mendengarkan ku maka aku akan mengatakannya pada ayahmu"

"Tu-tunggu, Karin-san. Aku janji besok akan melakukannya dengan benar. Karena itu tolong jangan katakan ke ayah"

"Maafkan aku, Aiko" kata Karin kemudian meninggalkan Aiko sendirian di ruangan.

Sesaat Aiko berpikir untuk mengejar Karin, tapi kemudian dia sadar, takkan ada gunanya karena Karin takkan berubah pikiran dan memutuskan untuk langsung pulang.

"Oh! Aiko-chan!" teriak seseorang saat Aiko melintasi lapangan bermain.

"Sejak kapan aku mengizinkanmu memanggilku begitu, Kuroo?"

"He? Memang apa salahnya? Kamu sendiri memanggilku begitu, padahal aku dua tahun lebih tua. Atau kamu bisa memanggilku Tetsurou-niichan. Hehe" kata Kuroo meledek Aiko.

Kesal dengan candaan Kuroo. Aiko memilih untuk duduk. Saat memperhatikan sekitar dia merasa ada yang kurang.

"Kenma gak datang?" tanyanya pada Kuroo.

"Biasalah. Dia bilang akan mengalahkan bos atau apalah gitu"

"Oh? Dia udah di babak terakhir? Padahal dia baru mulai tiga hari yang lalu"

Kuroo memutuskan untuk duduk di samping Aiko. Saat ia menatap Aiko, ia melihat tangan Aiko yang memerah. Kuroo tau kalau Aiko sangat menyukai voli karena mereka sering bermain bersama dan dia tau betapa bahagianya Aiko saat memainkannya. Dia juga tau terlalu banyak bermain voli akan membuat tangan sakit. Walaupun ia tidak mempersalahkannya karena nantinya akan sembuh sendiri dan terbiasa. Tapi Aiko tidak bisa mengabaikannya. Tangan adalah hal yang berharga bagi musisi piano. Sedikit luka pada tangan akan mempengaruhi permainan.

"Bagaimana latihanmu?"

"Hari ini kan hari libur."

"Bukan voli. Maksudku piano."

"Temponya lambat"

"Aku mau bantu kamu tapi aku gak ngerti apa-apa soal musik"

"Kamu gak ngajak aku main?" tanya Aiko tiba-tiba

"Maksudnya?"

"Biasanya kan kamu bakalan ngajak aku main voli. Bahkan maksa waktu aku cuma mau main game sama Kenma."

"Oh, kamu kelihatan kurang sehat sekarang. Lebih baik kamu istirahat dulu."

"Apa kamu juga mikir gitu?"

"Ya?" tanya Kuroo kebingungan.

"Apa kamu juga mikir kalo aku harus berhenti main voli karena gak ada gunanya bagiku dan hanya memberikanku kerugian?"

"Hah? Kenapa kamu tiba-tiba mikirnya gitu? Gak gitu. Aku cuma khawatir karena kamu kelihatan seperti gak enak badan. Lagian bagiku, kamu paling bahagia ketika bermain voli!"

Mata Aiko membulat. Tanpa ia sadari, bulir-bulir air mata jatuh bebas membasahi pipinya. Kata-kata yang ia harapkan dapat ia dengar dari ayahnya justru ia dengar dari orang yang sebenarnya selama ini diam-diam ia suka. Kuroo yang melihat Aiko menangis tiba-tiba justru panik dan berusaha mengatakan semua perkataan yang ia pikir akan membuat Aiko senang.

"Eh, eh Aiko jangan nangis. Kamu keliatan jelek kalo kamu nangis. Eh gak. Eh. A-akusukakamuAikojadilahpacarku"

Kuroo mengatakannya dengan sangat cepat membuat ia tak sadar dengan apa yang barusan ia katakan. Saat ia tersadar, Aiko telah menatapnya dengan mata bulatnya yang masih basah karena air mata.

"Bisa tolong kamu ulang lagi?" Kata Aiko dengan berusaha tenang meski kini hatinya sudah seperti ingin meledak.

Rona merah tampak di kedua pipi Kuroo, kini ia terbata-bata dan ragu-ragu menyampaikan kembali kalimat tadi.

"A-aku suka ka-kamu," sudah tidak tahan dengan rasa malu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya ia melanjutkan
"Maukah kamu menjadi pacarku?"

Selesai sudah. Kalimat itu terlontar dengan sempurna dan Kuroo juga seperti direbus dengan sempurna karena kini wajah sudah semerah kepiting rebus.

Sebaliknya, Aiko yang tadi tak kuasa menahan air mata sekarang justru tersenyum dengan lebar. Rona merah teresebar di kedua pipinya.

"Baiklah!" Kata Aiko dengan ceria.

Hari itu, menjadi hari pertama mereka resmi berpacaran. Keduanya kembali ke rumah masing-masing sambil berpegangan tangan dengan malu-malu.

###

'Ball'in In Love With You (Kuroo Tetsurou)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang