Sekali Lagi!

8 1 0
                                    

"Aiko-chan?!" Sapa Yachi mengagetkan Aiko.

Layaknya telah ditarik keluar dari lubang yang gelap. Aiko kembali tersadar jika ia seharusnya kini di klinik bersama Yachi untuk membantu Tsukishima.

"Bagaimana keadaan Tsukki?" Tanya Aiko panik, ketika ia menyadari saat ini mereka bukan berada di klinik tapi depan pintu tribun penonton.

"Sudah baik-baik saja, ia hanya terkena cidera ringan dan kini telah kembali ke lapangan. Tsukishima bersikeras untuk melanjutkan pertandingan."

Aiko bingung. Bukankah kejadiannya barus saja terjadi? Sudah berapa lama ia melamun sampai melewati waktu selama itu.

"Maaf, Aiko-chan. Tadi aku panik dan langsung berlari tanpa melihat apakah kamu mengikutiku atau tidak. Apa kamu baik-baik saja? Kamu terlihat seperti sedang kesulitan bernafas"

Aiko baru menyadari jika dirinya sulit bernafas mungkin karena itupula pandangannya terasa menggelap. Sepertinya ia terkena serangan panik karena kembalinya semua ingatan traumanya secara tiba-tiba.

"Kalau begitu sekarang Tsukki sudah memasuki lapangan?" Tanya Aiko sambil mengatur pernafasannya.

Sebelum Yachi menjawab. Bunyi sorakan di stadion terdengar ramai dan heboh. Sepertinya Tsukishima benar-benar akan melanjutkan pertandingan.

"Yap. Sepertinya itu adalah teriakan untuk Tsukishima" kata Yachi dengan riang.

Aiko berusaha untuk terus mengatur nafasnya agar normal. Tapi ingatan demi ingatan traumanya terus bermunculan. Melihat sahabatnya yang membungkuk dan sesak nafas, Yachi langsung menopang Aiko.

"Ayo, ke klinik dulu, nanti akan ku telpon tante untuk menjemput mu"

Aiko yang awalnya menolak, akhirnya menyerah dan dituntun oleh Yachi menuju klinik. Sampai di klinik, Yachi menelpon ibunya Aiko mengabarkan jika Aiko harus segera pulang karena sakit.

"Kamu kembali saja ke tribun. Mamaku pasti akan datang dengan cepat kok" kata Aiko yang melihat Yachi menutup ponselnya setelah berbicara dengan ibunya Aiko.

"Hm, tidak mau. Aku akan menemanimu disini sampai ibumu tiba"

"Oh, ayolah. Aku berterima kasih untuk itu. Tapi aku sungguh akan baik-baik. Kamu kembalilah dan rekam seluruh rangkaian pertandingan di kepalamu untuk kemudian kamu ceritakan pada ku nanti malam"

Melihat wajah Aiko yang tadinya pucat sudah mulai memerah kembali, Yachi pun menyetujui perkataan Aiko.

"Baiklah jangan kunci pintu kamarmu untukku, okay?"

Yachi kemudian dengan tergesa-gesa kembali ke tribun penonton meninggalkan Aiko dengan lambaian tangannya. Setelah Yachi pergi Aiko berbaring dan berusaha agar tertidur. Tapi pikirannya yang penuh sangat menganggunya sehingga sulit sekali baginya untuk terlelap.

Sayup-sayup terdengar suara orang-orang yang berbincang yang bergerak mendakati Aiko. Disaat ia merasakan seseorang menyentuh tangannya, Aiko membuka matanya. Kini ibunya telah berdiri di hadapannya dengan mata yang sembab.

"Ma, tidak usah berlebihan. Aku baik-baik saja kok" Aiko bangkit dari tempat tidurnya dan mengelus lembut tangan ibunya yang sedari tadi menyentuh tangannya.

Sedetik Aiko bangkit tempat tidur, ibunya langsung memeluknya. Bahunya terlihat bergetar, sepertinya beliau menangis lagi. Aiko membalas pelukan ibunya sambil mengusap lembut punggung ibunya dengan niat menenangkan sang ibu.

Setelah sang ibu merasa lebih tenang. Mereka berdua langsung menuju mobil dan pulang ke rumah ibunya.

Sesampai di rumah, Aiko langsung bebersih diri kemudian berbaring di kasurnya. Walaupun raganya berada di kamarnya saat ini, tapi pikirannya berada di tempat lain. Ia akhirnya membuka ponselnya untuk menonton pertandingan Karasuno yang masih berjalan. Tapi setelah mengingat semua trauma itu membuatnya lebih lelah dari biasanya. Ia pun tak kuasa menahan kantuknya dan tertidur hingga malam.

Tengah malam, Aiko terbangun karena haus. Dia melihat kesekeliling kamarnya dan mendapati sekotak kecil susu cokelat kesukaannya. Ketika ia ambil, disana terdapat sebuah memo yang sepertinya tulisan Yachi.

Saat aku datang kamu udah tertidur. Kutinggalkan saja cemilan ini. Karasuno menang! Sampai jumpa besok~

Begitulah isi memonya. Mengetahui Karasuno berhasil menjadi perwakilan prefektur Miyagi di pertandingan pada bulan Januari nanti, membuat hatinya terasa lebih ringan dan senang. Akhirnya gagak kembali terbang, batinnya.

Ia keluar dari kamarnya untuk mengambil air mineral. Ketika melewati sofa ruang keluarga yang tepat dihadapan kamarnya, ia melihat ibunya tertidur disana.

Sepertinya ibunya mencemaskan keadaan Aiko hingga tertidur di sofa. Saat hendak menyelimuti ibunya, sang ibu terbangun dari tidur.

"Aiko? Ada apa nak? Mimpi buruk kah?" Tanya ibunya, terlukis dengan jelas kecemasan di wajah cantiknya.

Aiko hanya menggeleng pelan. Kemudian dia duduk di samping ibunya dan memeluknya. Ibunya terkejut tapi tetap membalas pelukan Aiko. Dengan lembut ibunya mengusap kepala Aiko ketika masih dalam pelukannya.

"Mama, maaf sudah membuat mama khawatir. Aiko baik-baik saja kok berkat mama yang bekerja keras tapi selalu sempat menemani Aiko ketika Aiko memerlukan mama. Mama adalah penyelamat Aiko. Terimakasih ya" kini senyuman lembut terpasang di wajah Aiko yang mirip dengan ibunya.

Mendengar perkataan Aiko. Ibunya menjadi haru dan meneteskan airmatanya. Jika saja di dunia ini ada alat penghapus ingatan, ia akan membelinya berapapun harganya. Setiap kali melihat wajah anaknya yang tersenyum mengatakan baik-baik saja, membuat hatinya sakit.

Dalam hatinya penuh dengan ucapan-ucapan yang mengutuk pria yang telah menjadi mantan suaminya itu. Dia berjanji pada dirinya jika ia bertemu kembali dengan laki-laki itu, akan ia pastikan untuk menamparnya dengan keras.

"Mama, sungguh kali ini Aiko telah baik-baik saja. Karena ada mama yang melindungiku. Lalu, mama pernah mengatakan untuk melakukan semua hal yang kuinginkan kan?"

Ibunya menghapus airmata nya dan mengangguk sebagai jawaban pertanyaan Aiko.

"Aku ingin kembali bermain voli dan piano" kata Aiko dengan yakin.

Wajah ibunya terkejut. Belum genap setahun sejak kejadian yang kejam itu menimpa anak gadisnya. Tapi kali ini anaknya sendiri yang mengatakan ingin kembali melakukan hal-hal yang menjadi awal tragedi dulu.

Demi melihat wajah riang anaknya, ia hanya bisa tersenyum dan mempercayai kebesaran hati anaknya. Sambil berdoa semoga kedepannya hanya akan ada hal baik yang menimpa anak perempuannya itu.


'Ball'in In Love With You (Kuroo Tetsurou)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang