5 | Dia Jatuh

760 89 0
                                    

"Awas, Malk!"

Haechan geregetan sama si Mark. Setelah semalem pas abis diskusi cowok itu maksa buat nganterin Haechan ke kosan, pagi ini Mark udah stand by di luar gerbang kosnya. Mana langsung peluk-peluk lagi, Haechan kan takut kalo ada ibu kos atau tetangga yang lihat. Langsung digosipin soalnya.

Mark nggak sepenuhnya ngelepas pelukan itu karena kedua tangannya masih bertengger di pundaknya Haechan. "Marah sama gue?"

Haechan masih usaha buat ngelepasin tangan Mark. "Nggak."

"Iya," sahut cowok itu.

Haechan ngelihat sekeliling, agak khawatir. "Lepas. Nanti kalo bu kos lihat, lo bakal diblacklist dari kampung ini."

Mark akhirnya nurut dan ngelepasin tangannya dari pundak Haechan. Cowok itu pegang tangan Haechan buat, ngarahin buat masuk ke mobilnya.

"Semalem pas sampe kos langsung tidur kan?" tanya Mark setelah mereka masuk ke dalem mobil.

"Hm." Haechan cuma jawab singkat sambil lihat-lihat ke luar.

"Chat-an nggak?" Mark udah nyalain mesin, sambil ngelihatin Haechan.

"Ora." (Nggak)

"Nonton drakor?" tanya Mark lagi.

"Iyo." (Iya)

Cowok itu auto noleh, sambil ngerutin alis. Kesel banget sama hobinya Haechan yang satu itu. "Ck. Sampe jam berapa?"

"Karepku, sih! Meneng wae iso pora?" (Serah gue, dong! Diam aja bisa nggak?) Haechan mulai ngegas.

Sebenernya Mark itu nggak bisa bahasa Jawa kayak Haechan. Iyalah, Mark lahir dan besar di Jakarta. Sedangkan Haechan keturunan Jawa, tapi pernah cukup lama tinggal di Jakarta, jadi cewek itu pake bahasanya kecampur gitu, Jawa-gaul. Beda sama Mark, yang selama beberapa tahun tinggal di Jogja, dia cuma familiar sama beberapa kata doang. Dan yang tadi diucapin Haechan itu, dia nggak sepenuhnya paham artinya.

"Love you too," jawabnya asal, soalnya nggak paham omongannya Haechan.

"Wong edan." (Orang gila) Nah kalo kata itu, Mark jelas tau artinya.

"Hush! Lambenya tolong dijaga, Dek. Gue laporin bapak lo, baru tau rasa."

Haechan berdecih. "Dih, sok kenal banget sama bapak gue. Mentang-mentang kemarin ketemu."

Mark cuma ketawa, terus senyum tipis. "Iyalah."

Kedua orang itu diem. Jalan di gang kosnya Haechan agak sepi, begitu juga jalan besar ke arah kampus. Tapi mobil yang mereka tumpangin nggak sepenuhnya sepi, soalnya Mark nyalain musik western, tapi volumenya kecil banget.

"Udah sampe mana sama Sungchan?" Mark tiba-tiba nyeletuk, bikin Haechan yang sejak tadi cuma mandang jalan langsung noleh ke yang lebih tua.

"Hah?"

"Si Sungchan itu, deketin lo kan?" Mark ngomongnya ringan banget, tanpa beban gitu. Mana mukanya datar pula.

Haechan masih merhatiin mukanya Mark. "Ya gitu."

Terus Mark noleh. "Cerita coba."

Haechan kesel. Dia juga bingung sebenernya. Iya, dia ini emang nggak pengen pacaran, belum siap bikin komitmen gitu sama cowok. Jadi, dia lebih milih deket sama cowok tanpa status, kayak sama Mark gini. Kan enak tuh, ada yang bisa diandelin, tapi nggak terlalu ngekang juga. Meskipun si Mark kadang cemburuan, tapi baru kali ini doi nanyain kedeketan Haechan sama cowok lain. Biasanya dia bodo amat, nggak peduli gitu, soalnya dia tau Haechan gabakal pacaran pas masih kuliah.

BERAT BERAT JANJI | Markhyuck GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang