Chapter 1 - Awal Kisah

2.8K 169 3
                                    

Selamat membaca🌸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca🌸

"Mbak, penjait-penjait saya habis lebaran ini pada enggak balik, jadinya jadwal produksinya molor ga bisa di prediksi, Saya minta maaf nggih "

Menghela nafas berat, aku matikan voice note dari Meta, kepala garment tempat maklon usaha gamis yang ku tekuni beberapa tahun terakhir ini.

Makin susah nyari orang jujur di jaman sekarang - aku bukan tidak tau - Meta menerima order dari tempat lain - yang entah bodoh atau sengaja - dia upload di status WA nya - yang kemudian cepat- cepat dia hapus lagi.

Sayang aku sudah terlanjur melihatnya. Ku pikir ada bagusnya aku survei tempat maklon di Kapasan, rekomendasi dari Sofia, sahabatku yg lembut hati itu. Alternatif kalau kejadian seperti ini terulang lagi.

Membuka Macbook dan melanjutkan design terbaru gamis anak yang rencananya akan ku launching akhir bulan ini.

Aku perlu tetap waras dan melanjutkan hidup, sesudah di hantam badai yang meluluh lantakkan hidupku.

"Aku mau bobo sama Mas "

Badai itu bernama pesan WA. Datang 17 bulan yang lalu tanpa aba-aba.

Aku memejamkan mata, menepis pahit yg membuat tanganku gemetar di atas keyboard.

"Yawdah nanti  ke Hotel ya  . Nanti habis magrib Mas jemput ya ( emo love struck ) "

Balasan WA itu meluluh lantakkan air mata yg sekuat tenaga ku tahan .
Menetes- netes di atas keyboard .

Bahkan waktu itu aku berulang-ulang memejamkan dan membuka mata, meneliti satu persatu nomor itu, membolak-balik Iphone  di tanganku, dengan secercah harap bahwa HP ini bukan milik Aditya, suamiku.

Tapi harapanku musnah, karena ini kamarku.
Tidak mungkin kan hape orang lain yang ada di nakas kamar ku - dan Aditya - ?

Tanganku gemetar hebat, padahal sudah berbulan kejadian itu berlalu. Menyisakan trauma dan pedih luar biasa.

Mentalku hancur berantakan.

Aku di hantam rasa kerdil yang parah.

Usiaku nyaris 40. Aku merasa sudah tua dan tidak berharga . Bermacam tanya mengoyak akal dan hatiku , yang malangnya tidak letih menangisinya.

Apa karena aku tidak menarik lagi ?

Apa karena aku tidak pernah menjadi wanita yang lemah lembut seperti idaman laki- laki normal di luar sana ?

Apa karena pelayananku yang tidak memuaskan ?

Aku tercekik insecure parah, nyaris menyalahkan Tuhan .

Terisak , aku menutup Macbook, menelungkupkan kepala di meja kerja, berusaha istigfar - tentu dengan air mata yang terus mengalir - seakan stoknya tidak habis , meski berbulan-bulan terus di keluarkan.

Pada kenyataannya, ketika ujian datang, ikhlas karena Allah itu hanya mampu di ucapkan oleh orang-orang waras, bukan orang yang sedang di uji sepertiku.

Aku tentu meraung dan memakinya - aku bukan tokoh wanita dalam cerita novel yang akan tersenyum sabar pada sebuah pengkhianatan -

Berbulan aku menjadi wanita mengerikan.

Seumur hidup aku tidak pernah memaki. Tapi dalam sekejap mata, semua kosa kata buruk hadir dalam pikiranku, ku teriakkan dalam kemarahan yang tak main-main.

Aku meraung.
Aku marah.
Aku memaki.
Aku gila.

Tapi anehnya dia tak menunjukkan rasa bersalah. Tidak ada penyesalan.

Dan ketika kenyataan itu terbuka, aku sudah terlanjur beku dengan kekecewaan.

Tentu saja dia tidak merasa bersalah, sebab wanita itu telah di nikahi nya.

Memangnya apa yang salah dari istri yang minta tidur dengan suami, iya kan ?

Memangnya apa yang salah dari suami yang bersedia tidur - atau meniduri - istrinya, iya kan ?

Aku terguncang oleh kenyataan itu. Membuatku hidup bagaikan patung .

Tentu saja aku masih tetap sholat, mengaji, menyiapkan semua keperluan anak-anakku, memberi mereka senyum palsu, lalu diam berjam-jam menatap kosong ke depan.

Sampai Fifi yang pertama menyadari, bahwa senyum dan tawaku palsu, dan sahabatnya ini yang - meminjam istilah Idrus, sahabatku yang lain - punya bohlam lampu 100 watt di atas kepala, karena selalu ceria sepanjang hidup, tidak lagi punya gairah hidup di mata nya.

Semua padam karena penghianatan cinta pertama, laki-laki pertama, yg merenda kisah cinta denganku sejak umur 17 tahun dan bercita-cita selamat sampai syurgaNya bersamaku.

Tapi dia yang ternyata memberi neraka dunia sebelum kematianku.

Aku hancur tak bersisa.

Aku bangun, kembali menekan on pd Macbookku. Kalau aku mati tenggelam dengan air mata, kemungkinan besar aku masuk neraka, karena di hitung putus asa kan ?

Leluconku memang semakin menyedihkan tergerus kesedihan berbulan-bulan.

Setidaknya aku harus bangun, melanjutkan hidup.

Meraup wajah yang masih menyisakan sembab, aku ambil wudhu untuk menenangkan kembali hatiku yang di bakar dendam dan amarah.

Lagi.

TBC

Rani PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang