Chapter 2 - Maharani Hidup, Tapi Mati

2K 174 16
                                    


🌹Hiduplah dalam bahagia. Jadilah dirimu sendiri. Jika oranglain tidak menyukainya, itu urusan mereka. Kebahagiaan adalah pilihan, bukan tentang menyenangkan semua orang 🌹

Selamat membaca 🌸

" Berkasnya udah Mely masukin semua ke Pengadilan. Tinggal tunggu sidang aja katanya, aku juga ga terlalu ngerti. Kata Mely sih gitu "

Aku mengabaikan tatapan matanya yang kusadari terus melekat kearahku sejak beberapa menit yang lalu dia masuk ke ruang kerjaku - ruangan 3x4 meter dibagian depan display butik sekaligus usaha konveksi ku.

Aku berusaha abai.
Walau tak menampik, gugup menyergapku setelah kali ini bertemu sesudah beberapa bulan aku menghindarinya bak virus .

Aku dengar helaan nafasnya - dalam hati aku mendengus - semacam dia korban saja disini, merana, sedih dan kecewa.

"Rani, Mas ga pernah membayangkan ini akhir kisah kita. Pikirkan lagi, Sayang "
Matanya merah, kesedihan membayang jelas dimatanya .

Aku selalu suka caranya memanggil namaku , Rani. Bukan Ran, atau Ni seperti kebanyakan orang. Atau Sayang.
Astaga, aku mengeluh dalam hati karena masih berdebar dengan panggilan itu.

Sebetulnya Aditya  membayangkan apa ? Punya istri dua dan aku yang berujung gila ?

Nyaris mulutku yg sudah kembali alim ini, memaki.  Bakat kurang ajarku memang sudah dideteksi sejak dini, apalagi kalau ada pemicunya.

Menahan sekuat tenaga dengusan dan putaran bola mata - sebab sudah berkali- kali di ancam akan dicolok mata - oleh Sofia . Aku nyaris mendelik kearah  calon mantan suamiku .

Apa ini dihitung durhaka ? Tapi kan dia calon mantan suami .

Aku nyaris bahagia karena mendengar suara hatiku yang mulai cengengesan lagi , walau dalam konteks suasana menyedihkan sebetulnya .

"  Maaf Adit, keputusanku sudah bulat "
Aku tidak berpura-pura.

Beberapa waktu yang lalu aku rajin baca buku-buku kisah-kisah inspiratif ( Aku kasi tau sesuatu, menurut pengalamanku, saat nasib diujung tanduk dengan kecewa, amarah dan putus asa, kita akan cenderung cari kekuatan. Masing- masing orang tentu saja berbeda caranya . Aku sarankan untuk cari kekuatan - jangan semata-mata cari hiburan - in case , aku yang hobi banget sama baca, jadi banyak baca kisah inspiratif )

Lalu sesudah mengaji tengah malam diantara kegalauan akut , aku menyadari bahwa hidupku selama ini salah : hidupku hanya berporos padanya .

Wajar kan ? Aku menikah dengannya ketika umur 17 tahun - mahasiswa semester 2 - , nyaris separo hidupku hidup dengan Aditya.

Dia laki-laki yang baik, sabar, penyayang - yang sekarang kalau hatiku sedang nyinyir akan bilang : makanya menyayangi dan nyari bini muda - semacam lawakan untuk menghibur diriku sendiri, yang sama sekali tidak lucu . Aku tau.

Mungkin ini semacam teguran dari Allah karena aku mencintai Aditya lebih besar daripada mencintai Allah. Bergantung pada Aditya melebihi pergantunganku padaNya.

Lalu tiba-tiba kurasakan dadaku menjadi lega. Dan hidupku menjadi lebih luas, lapang, tidak hanya berkutat pada Aditya dan istri mudanya - yang nyaris seperti Voldemort di kisah Harry Potter - pantang kusebut namanya. ( Aku akhirnya bisa menyisipkan joke sesudah berbulan-bulan seakan senyum dan tawa direnggut paksa dari hidupku )

Jadi karena aku masih dalam tahap 'waras' - dalam artian tidak sedang bucin dengan Aditya - aku gerak cepat seperti tokoh-tokoh di novel : menyelamatkan buku nikah, surat-surat mobil, dan barang-barang berharga - dan segera searching bagaimana caranya menggugat cerai secara legal .

Semua begitu cepat, sehingga ketika semua berkas selesai, aku begitu lega , lepas dan tenang. Beban yang menggelayuti pikiranku berbulan-bulan seakan terangkat.

Dan anehnya, air mataku tiba-tiba mengering. Fifi menyebutnya sebagai kekuatan doa.

Aku hanya bisa tersenyum, membuktikan bahwa Allah adalah kawan sejatiku.

Pun saat ini, ketika aku bisa tersenyum pada Aditya .
Senyum yang tulus dan lapang ( sungguh )

Tidak, tidak mungkin aku secepat itu bak heroin yang melenggang penuh kemenangan , pada Aditya.

Tapi aku berhak mengapresiasi diriku sendiri, pada keberanianku mengambil keputusan besar pergi dari hidup Adtya, sesudah berbulan-bulan, dan hitungan tahun  aku berpura-pura hidup normal menjadi istri pertama, yang menghancurkan semua kebaikan yang Aditya punya dan juga aku punya, dengan saling memaki dan saling menyakiti. Aku yakin ini bukan rumah tangga yang diberkahi.

Aku tidak kaya atau punya banyak tabungan uang sesudah nanti menjadi janda. Tidak.

Tapi aku tidak ingin jadi orang yang mulai menggugat takdir Tuhan dan menyalahkanNya.

Aku tidak ingin menjadi istri durhaka yang dendam dan terus memaki suami. Aku ingin menjadi Rani yang dulu. Ceria, optimis, dan bersemangat mencari jalan Tuhan .

Hidup, tidak melulu tentang uang kan ?

TBC

Rani PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang