69. Sebuah Rencana

499 89 24
                                    

Sesuai dengan keinginannya waktu itu, akhirnya Papa Jun mengizinkan Jungwon untuk mendaftar di sekolah yang ia inginkan. Ayah dari dua anak itu juga tak lupa memberikan pilihan sekolah lain agar seumpama tidak diterima di satu tempat, masih ada kesempatan yang lain.

Salah satu sekolah negeri menjadi pilihan Jungwon. Jaraknya memang lumayan jauh dari kediaman Park, tetapi jujur saja, sejak lama remaja 15 tahun itu idam-idamkan. Selain karena lingkungan sekolah yang tampak begitu tenang dan nyaman, lokasinya juga terbilang strategis—menurut versi anak itu—karena letaknya bukan di pusat kota.

Pada awalnya, Jungwon lolos seleksi pendaftaran tahap pertama, tetapi saat tahap kedua berlangsung, nilainya ditekan oleh pendaftar-pendaftar lain yang tentu saja memiliki nilai yang jauh lebih besar darinya. Hal itu jelas membuat Jungwon merasa sedih karena gagal memasuki sekolah impiannya.

Namun, mau diapakan lagi? Sudah telanjur juga. Beruntungnya ia dianugerahi keluarga yang selalu berada di sisinya dan memberikan semangat hingga perlahan, Jungwon mulai menerima takdirnya kalau dirinya memang belum pantas untuk menjadi salah satu bagian dari sekolah negeri itu.

Kesempatan ini langsung dimanfaatkan oleh Jay yang dengan semangat mengatakan, "Berarti emang Adek jodohnya sama Baper, nih!"

Sayang sekali, Jungwon malah cemberut sedih. "Nggak ada referensi sekolah yang lebih murah, apa?" bisiknya kepada sang kakak, membuat ayah dan ibunya yang duduk di hadapan keduanya di meja makan saat jam makan siang, mengerutkan dahi mereka bingung.

"Kalo Abang bilangnya nggak ada, gimana?" Jay balas berbisik, tetapi raut wajahnya kentara sekali menyebalkannya.

"Ish." Jungwon berdecak sebal dengan wajah yang semakin cemberut saja. Hal itu membuat kedua orang tuanya kebingungan.

"Kalian kenapa, deh, bisik-bisik gitu?" tanya Mama Eunha yang sudah kadung penasaran dengan kelakuan anak-anaknya.

"Nggak apa-apa---"

"Ini lho, Ma." Jay lebih dulu memotong alasan yang hendak diberikan oleh sang adik, membuat Jungwon semakin cemberut karenanya. "Adek nggak mau katanya sekolah di Baper. Mahal katanya."

Papa Jun dan Mama Eunha otomatis saling lirik, kemudian keduanya tersenyum maklum.

"Ya udah kalau misalnya Adek nggak mau di Baper, nggak apa-apa." Ibu dari dua anak itu mencoba memberikan pengertian. Ia mengerti dengan yang dipikirkan oleh sang putra dan tidak ingin membebani remaja satu itu akan sesuatu yang memang tidak ia inginkan.

"Sekolah di bekas sekolahnya Papa aja, mau?"

Tawaran dari Papa Jun barusan, membuat Jungwon menatap sang ayah sebentar, kemudian berkedip beberapa kali. "Tapi sama-sama SMA swasta, sih. Mau?"

"Um ...." Lagi-lagi, Jungwon terlihat ragu sebab di kepalanya hanya berpikir, pasti sekolah yang dimaksud sama mahalnya dengan dua nama sekolah yang sebelumnya dijadikan referensi.

"Beda kok, nggak kayak sekolahnya Abang."

"Memang bedanya apa, Pa?" Jay yang dasarnya memang memiliki rasa ingin tahu yang lumayan tinggi langsung bertanya.

Papa Jun menghela napas pendek. "Lebih murah sedikit," jawabnya sambil tersenyum penuh arti. Hal itu membuat istrinya otomatis melirik. "Besok kita daftarnya langsung ke sana, ya?"

"Nggak bisa online aja, Mas?" Mama Eunha bertanya kepada sang suami. "Ini sekolah yang kamu maksud, SMA Trijaya 2, kan?"

"Iya. Memangnya dulu Papa sekolah di mana lagi, sih? Sebenarnya ada online, tapi sekalian aja daftar offline biar bisa survei lingkungannya juga," ujar Papa Jun panjang lebar, sementara Jungwon hanya diam saja. "Mau, kan, Dek? Ini pilihan terakhir dari Papa. Pokoknya kalau diterima, Adek harus sekolah di sana, ya?"

[2] a Ghost-ing Me! [JayWon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang