70. Kebohongan Papa

556 97 12
                                    

Kabar baik yang didapat hari ini adalah Jungwon yang berhasil diterima menjadi salah satu siswa di SMA Trijaya 2 dan sudah dipastikan jika namanya tidak akan tergeser seperti di sekolah negeri tempatnya mendaftar sebelumnya.

Akan tetapi, kabar buruknya, remaja 15 tahun itu otomatis cemberut saat mengetahui jika sebenarnya biaya pendaftaran di sekolah satu ini sama saja mahalnya dengan SMA Bakti Pertiwi tempat sang kakak menimba ilmu.

Ucapan sang ayah yang berkata bahwa biayanya lebih murah daripada Bakti Pertiwi, ternyata hanyalah bualan belaka, tepatnya sesaat setelah Jungwon berhasil diterima menjadi peserta didik baru, remaja 15 tahun itu langsung mencari informasi tentang biaya pendaftaran di Trijaya 2 dan bola matanya hampir keluar dari tempatnya saat mengetahui bahwa biayanya lebih  besar dua puluh persen daripada sekolah sang kakak.

Makanya karena merasa dibohongi, remaja itu hanya cemberut di sepanjang perjalanan, sementara sang ayah yang sudah mengetahui hanya bisa tersenyum geli melihat bagaimana si bungsu yang sekarang jauh lebih ekspresif itu.

"Udahan dong ngambeknya, Dek." Papa Jun berujar sambil tersenyum geli. Ia mengusap pucuk kepala putra bungsunya itu dengan sayang, sementara matanya masih fokus pada jalanan di hadapan.

Jungwon yang mendengar ucapan sang ayah, menghela napas pendek. "Ya habisnya Papa bohongin Adek, sih."

Sumpah, ya. Papa Jun berkali-kali lipat merasa gemas dengan putranya itu sekarang. Mengingat bagaimana Jungwon yang begitu kaku saat pertama kali mereka bertemu dan tinggal di satu atap yang sama, kini terlihat jauh lebih 'hidup' daripada sebelum-sebelumnya.

Hal ini teramat disyukuri oleh ayah dari dua orang anak itu, makanya sekarang, dirinya lebih senang menggoda si bungsu dengan segala macam cara agar remaja satu itu bisa menunjukkan beragam ekspresi yang dimilikinya.

"Papa nggak bohong, lho, Dek. Memang biayanya lebih murah, kok, Nak." Begitu yang dikatakan oleh Papa Jun, membuat Jungwon semakin cemberut saja karenanya.

"Bohong banget." Jungwon berujar pelan. Katakan jika ia kurang ajar, tetapi sumpah deh, ia sedang merasa kesal sekarang. "Jelas-jelas tadi Adek liat kok, di internet kalo biayanya mahal banget. Lebih mahal dari sekolah Abang. Terus nanti Jungwon mau bayar pake apa?"

Papa Jun otomatis menoleh saat Jungwon berkata begitu, sementara si pelaku sendiri agaknya tidak sadar dengan yang barusan ia katakan. "Dek?" panggil ayah dari dua anak itu kemudian.

Jungwon balas menatap sang ayah dengan kedua alis yang terangkat. Beberapa detik, remaja satu itu masih belum sadar, tetapi pada detik selanjutnya, kedua matanya otomatis membulat dan dirinya refleks menggigit ujung lidahnya karena merasa bodoh. "Um ... itu maksud Jungwon ... um ...."

Melihat putra bungsunya yang kebingungan sendiri, membuat Papa Jun akhirnya memilih menghela napas panjang. "Adek lupa ya, kalau sekarang Adek udah tinggal sama Mama dan Papa?"

Mendengar yang barusan dikatakan oleh sang ayah, Jungwon langsung menunduk. "Maaf, Pa," cicitnya.

"Nggak apa-apa, tapi Papa minta satu hal sama Adek, boleh, nggak?"

Jungwon mengerjap pelan, kemudian menatap sang ayah yang hanya meliriknya sesekali karena harus fokus pada jalanan di hadapan. Mereka memang tidak menggunakan sopir hari ini dan Papa Jun sendirilah yang menyetir.

"A-apa, Pa?" tanya remaja 15 tahun itu dengan suara pelan.

"Tolong bilang apa pun yang Adek mau ke Papa. Cerita sama Papa kalau semisal ada yang mengganggu pikiran Adek. Kamu tanggung jawab Papa, Nak. Jangan ragu untuk meminta apa pun ke Papa, ya?"

Kalimat panjang yang barusan dikatakan oleh sang ayah memang terdengar sederhana, tetapi bagi Jungwon, cukup sulit untuk bisa melakukannya. Makanya itu, ia hanya bisa mengangguk kecil, tidak mau membuat ayahnya kecewa. "Sekali lagi maafin Adek, ya, Pa?"

[2] a Ghost-ing Me! [JayWon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang