6. Keluar dari Zona Nyaman

481 70 8
                                    

Lagi-lagi hujan membasahi bumi di sore hari ini.

Syukurlah Vicky memiliki teman yang membawa mobil ke kampus, jadi ia bisa nebeng untuk diantar pulang. Maka dari itu, disinilah ia sekarang, di dalam mobil Sully bersama dengan Liza dan juga Renata. Rencananya mereka akan mengantar Vicky dulu ke apartemennya, baru setelah itu mengantar Renata dan Liza yang searah dengan rumah Sully.

"Kalian jadi daftar buat model majalah kampus?" Tanya Liza sembari menunjukkan layar ponselnya kepada Vicky yang duduk disampingnya saat ini. Dimana pada layar tersebut, terpampang poster pembukaan pendaftaran yang dimaksud.

"Belum tahu gue, masih bimbang." Terdengar suara Sully merespon dari depan.

Mungkin karena terhalang curah air hujan yang menghalangi pandangan, gadis itu jadi harus ekstra hati-hati supaya tidak melakukan kesalahan dalam mengendarai kendaraan ini. Vicky pun jadi merasa was-was, takut jika temannya itu menabrak tong sampah atau pembatas jalan yang tidak salah apa-apa.

"Aku turun di pinggir situ aja deh Ly, disana ada atapnya kok, jadi gak bakal kena hujan," ucap Vicky sembari mengambil tas ranselnya yang ia letakkan disamping tubuh.

"Gak apa-apa nih? Jauh gak dari pintu masuk apartemen?" Tanya Sully tak enak hati.

"Iya, gak apa-apa," balas Vicky langsung.

"Eh, itu kebetulan ada kak Sam gak sih?" Renata yang memiliki penglihatan setajam elang itupun menunjuk pada satu titik dimana seorang pria berkaos abu-abu muda dengan celana cargo pendek tengah berdiri sambil memegangi payung menunggu hujan. "Kamu bisa bareng sama kak Sam kan Vic? Toh satu apartemen juga? Sebrang-sebrangan lagi kamarnya."

"Iya! Pas banget ada kak Sam!" Seru Vicky seraya kendaraan beroda empat itupun menepi sesuai perintah.

Entahlah apa tujuan Sam berdiri seorang diri bak patung bernyawa. Namun begitu sebuah kendaraan berwarna merah muda berhenti tepat di depannya, pandangan pria itu langsung beralih kepada sosok Sully yang menurunkan kaca jendela mobil untuk menyapa.

"Sore, Kak," sapa Sully nan dibalas dengan anggukan kepada pria dingin satu itu. Tak lama kemudian, pintu mobil Sully terbuka dan mengeluarkan Vicky dari dalamnya. "Kami duluan ya kak," pamit Sully lagi setelah itu.

"Hati-hati, makasih sudah anterin Vicky ya." Ucapan barusan adalah kalimat terpanjang yang pernah Sam lontarkan pada teman-teman Vicky. Maka Sully nampak sedikit terkejut lantaran terbiasa dibalas dengan senyuman tipis oleh pria itu. Maka gadis cantik itupun tersenyum manis sebelum kendaraan kembali melaju meninggalkan Vicky yang sudah berdiri disamping Sam sekarang.

"Kok Kakak bisa disini?" Tanya Vicky polos.

"Nungguin lo," jawab Sam langsung.

Pria itu nampak menutup payung yang ia kenakan dan berbalik badan tuk berjalan menuju pintu utama gedung apartemen mereka. Maka kini Vicky langsung menyeimbangkan langkah kakinya dengan langkah kaki pria berkaos abu-abu tersebut.

"Tumben?" Tanya Vicky lagi. Terlihat lengkungan tipis yang tercipta pada paras imutnya itu. Ia mau tersenyum, namun disisi lain ia merasa harus mempertahankan raut wajah datar pertanda bahwa ia tak merasakan apa-apa atas kebaikan Sam kepadanya tadi.

"Takut lo kecebur got kalau pulang hujan-hujanan sendiri. Mana lagi, lo gak punya payung kan?" Tanya Sam balik.

"Iya juga sih, hehehe." Vicky terkekeh pelan sebab ia memang tidak membawa payung kesini. Maklum, 19 tahun hidup sebagai anak rumahan, kalau hujan tandanya ia memang harus berdiam diri di rumah sampai hujan reda. Berbeda dengan Sam yang terbiasa menerobos hujan dan sering pulang dengan kondisi basah kuyup sejak SD.

MR. PRANKSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang