26. Mulut yang Terkunci

358 68 6
                                    

Akhirnya ujian akhir semester selesai, bisa dilihat seluruh mahasiswa dan mahasiswi menunjukkan raut wajah penuh kelegaan ketika berhasil mengirim jawaban terakhir mereka lewat layar laptop masing-masing. Sekarang, tidak ada lagi tugas membuat rangkuman, membuat essay, dan lain-lain.

Tak terkecuali Vicky beserta teman-temannya. Begitu selesai ujian, kini yang ada dipikiran mereka adalah tempat jalan-jalan sebelum pulang ke rumah masing-masing. Namun sebelum berfikir lebih lanjut, sepertinya mereka harus memikirkan menu makan siang daripada tempat wisata. Benar bukan?

"Kalian mau makan apa?" Tanya Sully kepada teman-temannya itu, "Mau makan menu di kantin atau di luar?" Tanyanya lagi.

"Bebas sih," jawab Renata.

"Tuh kan, kebiasaan." Sully merotasi bola matanya malas akan jawaban gadis berpotongan rambut unik itu, sementara Jeya, Liza dan Vicky yang menjadi saksi jawaban barusan hanya tersenyum melihat bagaimana Renata terkekeh akan perkataan Sully barusan.

Berhubung masih belum ada yang memberi kepastian, akhirnya para dewi dari jurusan humas itupun melangkah menuruni anak tangga menuju parkiran. Jangan tanya ada berapa pasang mata yang mengamati mereka saat ini. Sebab sepertinya, popularitas mereka mulai meningkat ketika katalog jurusan tata boga dan pamflet kampus mulai beredar dimana-mana.

Ya, wajah mereka berada dimana-mana sekarang.

Namun ditengah-tengah itu, tiba-tiba Sully menunjuk ke suatu titik dimana ia melihat seorang pria berkemeja hijau yang tidak dikancingkan dengan dalaman kaos berwarna putih tengah berjalan ke arah mereka. "Mau ngapain dia kesini?" Tanya Jeya yang sepertinya siap menjadi tiang pelindung sang sahabat dari pria itu. Jika saja Sully tidak secara tiba-tiba menepuk bahunya dan membiarkan Vicky bertemu dengan Sam.

"Ngapain Kak Sam kesini?" Tanya Liza kepada Vicky.

"Udahlah, biarin aja." Vicky mencoba mengabaikan keberadaan pria itu. Lagipula satu kampus 'seharusnya' sudah tahu perihal pacaran palsu yang mereka ciptakan. Dan jika Sam memiliki urat malu, seharusnya pula ia tak berani bertemu dengan Vicky di tempat umum seperti ini.

"Yakin?" Tanya Sully kepada Vicky.

"Iya, yak--"

"Vicky." Panggil Sam dengan suara beratnya di bawah anak tangga sana.

Maka kini secara sadar tak sadar, Vicky yang sedari tadi berusaha mengalihkan pandangan dari keberadaan pria itupun harus menatap manik mata pria yang tengah menatapnya lurus dan tajam tersebut. Walau Sam tidak mengatakan sepatah katapun, tetapi Vicky seolah paham arti tatapan itu, sebab ini bukan kali pertama ia melihat Sam menatapnya dengan sorot seperti ini.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Gue mau ke stasiun buat nemuin Johny sekarang." Ujar Sam kepada Vicky.

"Terus, mau aku anter?" Tanya Vicky langsung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terus, mau aku anter?" Tanya Vicky langsung.

Sam menggeleng dan tersenyum tipis, "Gue cuman mau ngasih tahu lo aja. Takutnya lo ngira gue kabur atau macem-macem. Jadi biar lo gak khawatir, gue laporan kalau gue mau pergi."

MR. PRANKSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang