Memang berat bagi Lusi untuk bisa me mulai kehidupannya yang baru.godaan demi godaan datang silih berganti, setelah dia keluar dari penjara,dan Harlan mencoba untuk membawanya kembali kepada kehidupannya yang penuh noda dan nista sebagai gadis panggilan.meskipun usaha Harlan gagal,bukan berarti godaan langsung berhenti sampai di situ saja.terlebih lagi banyak orang tahu kalau Lusi dulu pernah menjadi gadis panggilan. ter- lebih lagi dilingkungan tempat tinggal nya.hampir semua istri- istri tetangga nya selalu curiga.mereka takut kalau suaminya tergoda.tapi tidak demikian dengan kaum laki- lakinya.baik yang muda maupun yang tua selalu bersikap baik padanya.namun Lusi selalu bisa menjaga sikap,meskipun kaum wanita dilingkungan rumahnya selalu curiga dan memandangnya dengan sinis.Lusi menyadari semua itu.dan dia lebih memilih tinggal dirumah daripada ke- luar.Lusi memang harus lebih kuat me- nahan diri dan bersabar.bagaimana pun juga dia harus tetap tinggal di rumah ini,menunggu sampai adiknya selesai sekolah dan Dicky mendapat ijin praktek agar bisa membuka klinik sendiri.
Terlalu sering berada dirumah memang membuat Lusi jenuh dan ke- sepian.sedangkan untuk main ke rumah tetangga,sudah tidak mungkin lagi.dan untuk membunuh rasa jenuh dan sepi yang menyelimuti hatinya, Lusi terpaksa keluar rumah.pergi ber- jalan- jalan ke pertokoan meskipun tidak ada yang dibeli."Sendiri saja,Lus...?"
"Oh...?!"
Lusi terkejut ketika tiba- tiba ada suara menegurnya dari belakang.saat itu dia sedang memperhatikan perhiasan yang terpajang di lemari kaca,di dalam sebuah toko perhiasan.
Lusi memutar tubuhnya berbalik,dan kedua bola matanya jadi terbeliak lebar,hampir tidak percaya melihat se orang laki- laki berusia separuh baya, bertubuh tinggi dan gemuk berada di depannya kini.Lusi memang mengena- linya,karena laki- laki ini adalah pak pranoto,orang tuanya Dicky."Oh,eh...iya,Oom,"sahut Lusi jadi ter- gagap.
"Mau beli perhiasan?"tanya pak Pranoto lagi dengan suara lembut.
"Tidak,Oom.hanya melihat- lihat saja," sahut Lusi sambil melangkah keluar dari toko perhiasan ini,untuk meng- hindari laki- laki ini.
Tapi tanpa diduga sama sekali pak Pranoto mengikuti dan mensejajarkan ayunan langkah kakinya di samping kekasih anaknya ini.dan tentu saja ke hadiran laki- laki ini membuat hati Lusi jadi gelisah.namun dia mencoba untuk tetap bersikap tenang.
"Aku mau bicara sebentar padamu, Boleh...?"
Lusi hanya menganggukkan kepalanya saja,karena memang tidak ada yang bisa dilakukannya lagi saat ini.
"Tapi tidak disini,"kata pak Pranoto lagi.
"Dimana,Oom?"tanya Lusi dengan ber bagai macam perasaan berkecamuk di dalam dada.
"Nanti saja aku kasih tahu.Ayo..."sahut pak Pranoto sambil mengajak.
Sulit sekali bagi Lusi untuk bisa me- nolak.dia terpaksa menuruti saja ajak- an laki- laki separuh baya ini,karena dia tahu kalau laki- laki ini adalah orang tuanya Dicky.dan ternyata pak Pranoto membawanya ke mobil. Terpaksa Lusi masuk kedalam mobil sedan mewah itu,karena pak Pranoto sudah membuka pintu untuknya.tak lama kemudian mobil itu sudah melaju meninggalkan pertokoan,dan menyatu dengan kendaraan di jalan.
Sampai jauh mereka pergi,belum juga ada yang membuka suara.sementara Lusi sendiri tidak tahu,kenapa tiba- tiba saja hatinya jadi gelisah tidak menentu duduk disamping laki- laki yang bakal menjadi mertuanya ini.
Mereka masih saja diam,hingga mobil itu berhenti didepan sebuah rumah yang ada di dalam lingkungan sebuah perumahan mewah dengan remoute pak Pranoto membuka pintu pagar rumah itu,dan memasukkan mobilnya setelah mobil berhenti di depan pintu garasi yang tertutup,mereka melang- kah keluar.Lusi jadi ragu- ragu ketika pak Pranoto mengajaknya masuk ke dalam rumah ini,dan terus membawa- nya keruangan tengah.
Mereka duduk dikursi sofa yang empuk di ruangan ini.sama sekali Lusi tidak melihat ada orang lain didalam rumah ini.dan entah kenapa perasaan hatinya semakin tidak menentu.tapi sampai se- jauh ini sikap pak Pranoto masih tetap sopan.
Bahkan dengan sopan sekali laki- laki separuh baya itu menawarkan minum- an.dan sebelum Lusi bisa menjawab, pak Pranoto sudah meninggalkannya seorang diri diruangan tengah yang besar dan tampak mewah ini.tidak lama laki- laki separuh baya itu kem bali lagi dengan membawa dua gelas minuman orange juice."Silahkan diminum..."ujar pak Pranoto mempersilahkan dengan sopan dan lembut.
"Terimakasih,"ucap Lusi.
Tanpa menaruh curiga sedikit pun juga,Lusi meneguk minumannya itu.
Memang terasa segar sekali setelah dia meminummya,walaupun hanya se- dikit.Lusi menaruh lagi gelas minuman itu ke atas meja didepannya.sedangkan pak Pranoto duduk agak jauh didepan- nya.dia malah meneguk minumannya hingga hampir separuh gelas."Begini,Lus...saya ingin membicarakan hubunganmu dengan Dicky,"kata pak Pranoto memulai dengan nada suara yang terdengar lembut sekali.
Lusi hanya diam saja.dan memang sejak tadi dia sudah menduga kalau apa yang akan dibicarakan laki- laki se paruh baya ini pasti akan terarah ke sana.
"Saya mau tahu,apakah kamu benar- benar mencintai Dicky dengan tulus?" tanya pak Pranoto agak ditekan nada suaranya.
"Ya,saya sangat mencintainya,"sahut Lusi pelan.
"Kamu akan meninggalkan semua ke- hidupan masa lalumu...?"tanya pak Pranoto lagi.
"Sejak saya membunuh mucikari itu, saya sudah meninggalkannya.dan saya tidak akan pernah kembali kesana," tegas Lusi.
"Perlu kamu ketahui,Lus.Dicky itu anak pertama,dan satu- satunya lelaki.kamu pasti tahu bagaimana perasaan saya pribadi dan tentu ibunya kalau sampai kehilangan dia,"kata pak Pranoto.
Lusi diam saja dengan kepala tertunduk.
"Kami sangat mencintainya,karena Dicky satu- satunya penerus keluarga.
Dan kami selalu ingin melihatnya bahagia.Apa kamu bisa membuatnya bahagia selamanya...?"kata pak Pranoto lagi,bernada bertanya pada akhir kalimatnya."Saya juga mencintainya,Pak.saya rela mengorbankan apa saja untuk mem- buatnya bahagia,"tegas Lusi.
"Memang kehidupan seseorang tidak bisa diramalkan.dan masa lalu tidak bisa dijadikan ukuran untuk menjamin kehidupan dimasa depan.tapi yang pasti,manusia tidak akan bisa hidup bahagia tanpa cinta dan kasih sayang.
dan jalinan cinta kasihmu dengan Dicky rasanya memang sudah tidak bisa dipisahkan lagi walau dengan cara apapun juga.mulai hari ini aku meres- tui hubunganmu dengan Dicky," kata pak Pranoto."Oh...?"
Lusi melenguh kaget,hampir tidak per- caya dengan pendengarannya sendiri.
Dia langsung mengangkat kepalanya dan menatap wajah laki- laki itu, se akan ingin memastikan kalah apa yang baru saja didengarnya tidaklah salah.
Tampak pak Pranoto tersenyum,me- lihat gadis itu terlongong bengong mendengar perkataannya tadi."Sebenarnya saya mau datang ke rumah tadi,dan mampir sebentar untuk membeli sesuatu buatmu.tapi tidak diduga kita bertemu ditoko," kata pak Pranoto lagi.
"Lihat rumah ini,Lus...rumah ini belum ada penghuninya.memang saya baru membeli rumah ini,khusus untuk hadiah perkawinan kalian nanti,"kata pak Pranoto lagi.
Saat itu Lusi merasa seperti sedang ber mimpi.gadis itu langsung menghampiri pak Pranoto dan menjatuhkan diri, berlutut didepannya sambil menangis.
Tak kuasa lagi Lusi menahan perasaan hati dan air matanya.dia begitu bahagia sekali mendapat restu dari orang tua Dicky.entah apa yang mem- buat pak Pranoto jadi berubah pikiran dan merestui hubungan anaknya dengan gadis panggilan ini.
Tapi yang pasti,bukan hanya pak Pranoto saja yang sudah bisa meneri- ma kehadiran Lusi di dalam kehidupan Dicky.tapi ibunya Dicky dan juga kedua adik wanitanya kini sudah bisa menerima kehadiran gadis panggilan itu di tengah- tengah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis panggilan
Novela JuvenilLusi tidak pernah berharap bisa mencintai dan di cintai laki_ laki.dan demi cinta ia rela mengorbankan diri. mengakui suatu kesalahan besar yang sebenarnya tidak dilakukannya. pengorbanannya memang tidak sia_ sia.dicky tetap mencintainya meskipun ti...