Sang Penakluk || Kau lagi?

2.9K 112 0
                                    

Jam istirahat sudah tiba, Rossaline tampak menghela napas setelah menjalani beberapa pemeriksaan kepada pasien-pasiennya yang hari ini cukup banyak. Ia melirik kepada suster Rika yang tengah menatapnya dengan senyum lebar.

"Kenapa menatapku seperti itu?" katanya.

Suster Rika segera duduk di kursi yang berada di hadapan Rossaline. "Apakah tidak ada yang perlu di ceritakan, mengenai Rajendra Alister, dok?"

Rossaline mendengkus, lagi-lagi suster Rika menanyakan hal itu. "Tidak ada yang perlu di ceritakan," ucapnya kesal.

"Sungguh?"

Rossaline memijat pelipisnya. "Memangnya aku terlihat bercanda?"

Suster Rika menggeleng, "Kalau begitu, bagaimana bisa kalian saling mengenal?"

Suster Rika benar-benar membuatnya pusing. "Ayo makan siang!" ajaknya, sembari melangkah keluar dari ruangannya. Ia bisa gila jika terus menerus berada di ruangannya bersama suster Rika.

Ayolah, kenapa Rika begitu sangat heboh sekali? Memangnya, siapa Rajendra Alister itu? Penyanyi? Aktor? Model? atau Boy Group?

"Ugh! Dokter Rose," rengeknya, sembari mengikuti langkah Rossaline yang kian menjauh.

"Dokter!" Suster Rika berujar lagi.

Rossaline tiba-tiba saja menghentikan langkahnya, begitu sosok suster Mila datang menghampirinya.

"Oh, Id Card-nya sudah ketemu?" tanyanya saat melihat Id Card milik Rossaline menggantung di lehernya.

Rossaline mengangguk pelan, "Aku lupa memberitahumu, jika aku sudah menemukannya," katanya.

Suster Mila terlihat sangat senang, "Apakah sebelumnya, Id Card itu memang berada di dalam ruangan anda, dok?" tanyanya.

Rossaline menggeleng, suster Rika tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingnya dengan wajah yang semringah. Ia berdeham, "Tidak, ini di temukan oleh seseorang," jawabnya singkat.

"Seseorang?" tanya suster Mila, dengan sebelah alis yang terangkat.

Suster Rika mengangguk, "Kau akan terkejut, begitu mengetahui siapa yang mengantarkan Id Card itu,"

Rossaline melirik suster Rika dengan kesal, sembari memijat pelipisnya.

"Siapa?" Suster Mila kembali bertanya, dengan sangat antusias melihat wajah suster Rika yang sangat semringah. Sepertinya ia melupakan hal yang sangat penting.

"Jangan dengarkan dia," seru Rossaline.

"No! Kau harus mendengarkanku!"

Rossaline berdecak, "Suster Mila," tegurnya pelan. Demi Tuhan, rasanya ia sangat ingin membungkam mulut suster Rika.

"Dia adalah ... "

Belum selesai suster Rika mengatakan siapa pria yang mengembalikan Id Card milik Rossaline, mulutnya langsung di bungkam oleh tangan sang dokter umum itu.

"Suster Rika, bukankah kau mengatakan sakit perut, dan ingin buang air besar?"

Suster Rika menggeleng, mencoba untuk melepaskan bekapan tangan Rossaline pada mulutnya.

"Suster Mila maaf, sepertinya sakit perut suster Rika semakin parah. Kami pamit duluan ya," kata Rossaline, yang tentu saja itu adalah dusta. Ia hanya ingin menghalangi suster Rika membicarakan sosok Rajendra Alister, yang menemuinya untuk sekedar mengantarkan Id Card miliknya.

Suster Mila sedikit curiga dengan tingkah Rossaline dan suster Rika. Tapi, sesaat kemudian ia bergegas berlari, saat ia mengingat harus segera ke UGD untuk menangani operasi salah satu pasien.

Rossaline tentu tidak benar-benar pergi, ia bersembunyi di sebuah tembok yang agak jauh dari jarak suster Mila tadi. Setelah melihat suster Mila pergi, ia lantas segera melepaskan bekapannya pada mulut suster Rika.

"Hah," suster Rika tampak terengah. "Ugh, dokter. Aku hampir kehabisan napas," keluhnya, masih dengan napas yang terengah.

Rossaline meringis, menatap suster Rika dengan sangat bersalah. "Aku sungguh minta maaf. Aku terpaksa melakukannya, kenapa kau harus memberitahu suster Mila?" katanya dengan panjang lebar.

Suster Rika menatapnya, dengan kedua tangan yang bersedekap di dada. "Kalau begitu, pasti ada hubungan spesial antara dokter, dan tuan Rajendra, kan?" tanyanya penuh selidik, dengan tatapan yang menginterogasi sosok wanita yang berdiri di depannya.

"Demi tuhan. Aku bahkan tidak mengenalnya. Bagaimana bisa, kami memiliki hubungan spesial? Jangan bercanda!" ujarnya.

Suster Rika tampak belum puas dengan jawaban dari Rossaline. "Tapi, mengapa dokter melarangku memberitahu suster Mila? Oh, wait ... Lalu, bagaimana bisa Id Card milik dokter ada padanya?"

Wanita berperawakan jangkung, dengan netra coklatnya itu, tampak memijat pelipisnya. Damn! Ia harus mencari cara agar bisa lepas dari suster Rika yang terlalu banyak tanya.

"Dokter Rose?"

Rossaline tersenyum lebar, saat sosok wanita dengan jas kedokteran menghampiri dirinya yang tengah di interogasi oleh suster Rika.

"Ya, dokter Sera?"

Wanita cantik dengan jas kedokteran itu bernama Sera, seorang dokter umum seperti dirinya. Sera, dengan bola mata hitamnya menatap bergantian kepada Rossaline, dan suster Rika.

"Um, apa aku mengganggu kalian?"

Rossaline menggeleng dengan cepat, mencoba menghindari tatapan suster Rika. "Tidak sama sekali Sera," balasnya cepat. Ia sudah sangat ingin bebas dari ribuan pertanyaan yang keluar dari mulut suster Rika.

Sera menghela napas lega, "Umh, bisa bicara di ruanganku, sebentar?" tanyanya.

Rossaline tentu saja langsung mengangguk, menyetujui. Sera juga tampak tersenyum, lalu menggandeng lengan Rossaline, ia menoleh ke suster Rika sebum mereka pergi. "Sus, kami pamit ya. Rose akan makan siang bersama denganku," katanya.

Rossaline menghela napas lega, beruntung atas kedatangan Sera di waktu yang sangat tepat.

"Omong-omong, kenapa tadi suasana kalian terasa sangat mencekam?" tanya Sera.

Rossaline terkekeh pelan, "Tidak ada apa-apa. Kami hanya sedang bermain-main, hehe," kilahnya.

"Sungguh? Kau tidak sedang memarahi suster Rika, kan?"

******

Rossaline sudah menduga, ada yang tidak beres dengan Sera yang tiba-tiba mengajaknya berbicara di dalam ruangannya. Di sinilah ia berada, di sebuah restoran bintang lima untuk menggantikan anak itu menghadiri acara kencan buta Sera, karena wanita itu akan ikut operasi bersama seniornya.

Huh, jika saja ia tidak ingat wajah Sera yang penuh permohonan kepadanya, ia tidak akan mau.

Ayolah, kenapa semua orang tua sangat ingin mengatur kencan buta untuk anaknya.

"Sera bilang, laki-laki itu mengenakan jas berwarna maroon, dengan kemeja berwarna hitam di dalamnya," gumamnya, sembari melihat satu persatu orang yang berada di sana. Sebelum itu, ia mendatangi resepsionis.

"Aku sudah melakukan reservasi, atas nama Sera Marlina," katanya kepada sang resepsionis di restoran tersebut.

"Baiklah, meja anda nomor 55," jawab sang resepsionis.

Rossaline mengangguk, kemudian berjalan untuk mencari meja bernomor 55 seperti yang di katakan oleh sang resepsionis. Setelah sampai, ia bergegas duduk, dan menunggu sosok pria yang akan di temuinya.

"Maaf, apakah anda nona Sera Marlina?" tanya seseorang, sembari menepuk pelan bahunya dari belakang.

Rossaline menoleh, dan kedua matanya terbelalak. Ia terkejut bukan main, pria yang ternyata akan di temui olehnya adalah, Rajendra Alister.

"KAU?!" teriak keduanya, yang juga sama-sama terkejut.

Sial! Kenapa dunia begitu sangat sempit?

Sang Penakluk [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang