Sang Penakluk || Mami

1.7K 72 11
                                    

Beberapa hari telah berlalu, dan sosok Rajendra kembali hilang bak di telan bumi. Terus terang saja, Rossaline merasa sangat bersalah telah mengusir Rajendra, ia tidak tahu kapan pria itu pergi meninggalkan apartemennya. Yang jelas, saat ia bangun tidur pria itu sudah tidak terlihat batang hidungnya lagi.

Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah pria itu baik-baik saja? Atau, justru doanya terkabul?

Shit!

Rossaline mengerang, selama beberapa hari ini, ia selalu memegang ponsel, dan mencari pemberitaan mengenai kecelakaan Rajendra Alister. Bagaimana pun, ia sering mendengar jika ucapan adalah doa.

Tapi, selama beberapa hari ini ia tidak melihat adanya pemberitaan buruk soal Rajendra.

Sial! Kenapa ia harus khawatir kepada pria itu?

Kemudian matanya melihat sebuah artikel mengenai Rajendra yang tampak baru saja tiba di bandara Soekarno hatta.

Ia kemudian menghela napas lega. Bersyukur setidaknya pria itu baik-baik saja.

Rossaline akui, setelah malam di mana Rajendra mengerjainya dengan mengajaknya menjalin hubungan. Setiap hari, saat ia melihat ke arah dapur pipinya kembali merona, dengan perasaan yang tidak keruan.

Sosok Rajendra malam itu sangat berbeda, ia mampu mengalirkan gelenyar-gelenyar aneh di lubuk hatinya. Apakah mungkin, ia menyukai pria itu?

Rossaline menggelengkan kepalanya, kemudian terkekeh hambar, mengejek dirinya sendiri. "Tidak mungkin!" serunya, dengan mata yang masih menatap foto Rajendra Alister.

"Sepertinya, kau tampak baik-baik saja," gumamnya, merujuk ke perasaannya yang beberapa hari ini selalu gelisah.

"Rossaline sayang, ayo kita makan siang!" seru sosok Sera yang siang ini terlihat begitu sangat ceria, entah apa yang terjadi dengan wanita itu.

Rossaline segera menutup laman berita tersebut, dan memasukkan ponselnya ke saku jas putih miliknya. Lalu, ia menatap wajah Sera yang sangat ceria itu dengan curiga, "Ada apa dengan wajahmu itu?" tanyanya.

Sera menyentuh wajahnya, "Kenapa dengan wajahku?"

Rossaline berdecak, kemudian berjalan melewati Sera begitu saja.

"Rossaline, tunggu!" teriaknya, sembari berlari mengejar Rossaline. Hingga akhirnya, langkah mereka sejajar.

Rossaline mendengkus, saat tawa kecil Sera kembali terdengar. "Kau tidak ingin mengatakan apa pun, kepadaku? Wajah cerahmu itu benar-benar terlihat tidak cocok," desisnya.

"Iih!" Sera memukul lengan Rossaline dengan kesal. "Memangnya aku tidak boleh tersenyum, huh?"

"Boleh saja, tapi segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik!" ujarnya.

Kini giliran Sera yang mendengkus. Rossaline itu benar-benar menyebalkan. Mereka terus berbincang, walau Sera masih belum mengatakan hal apa yang membuat wajahnya berseri, sampai menimbulkan rona merah yang sangat kentara. Tanpa sadar, keduanya sudah berada di lobi rumah sakit.

"Mau makan di kantin saja? Atau di tempat makan biasa?" tanya Sera.

Rossaline tampak terdiam beberapa saat, lalu kedua matanya melebar saat sosok pria datang dengan mengangkat dua buah papper bag di tangannya.

"Dirga sayang!" teriak Sera heboh, wanita itu bahkan langsung berlari, dan merangkul bahu Dirga dengan sangat erat.

Reaksi wanita itu bahkan lebih heboh dari Rossaline, yang merupakan kakak kandungnya.

Rossaline terkekeh, melihat Sera yang begitu sangat senang dengan kedatangan Dirga.

"Hai kak!" serunya, saat ia mendekat dengan Sera yang masih merangkul bahunya.

"Kau tidak sibuk?" tanyanya sembari mengacak rambut hitam milik Dirga.

Dirga menggeleng. "Aku ada shift malam. Ladies, ayo kita makan siang!" serunya.

"Ayo!" Seru sera heboh.

"Kita makan di kantin saja," ajak Rossaline. Sera, dan Dirga mengangguk setuju.

Ketiganya berjalan beriringan menuju kantin, mencari meja kosong untuk mereka tempati. "Wooow! Bagaimana kau tahu, jika aku dan Rossaline sudah lama tidak makan ayam!" seru Sera, saat Dirga meletakkan sebuah papper bag KFC.

Dirga terkekeh, "Aku tahu, para dokter di hadapanku ini sangat pelit pada dirinya sendiri," ejeknya.

Rossaline terkekeh, lalu membuka papper bag satunya, berisi menu makanan Hokben.

"Terima kasih Dirga," ucap Rossaline.

Dirga mengangguk. "Sama-sama. Aku akan sering-sering mentraktir kalian berdua. Aku tidak ingin kalian terlihat semakin kurus," guyonnya.

Sera, dan Rossaline tertawa. "Good boy! Kau benar-benar malaikat kami," kata Sera.

Dirga juga ikut tertawa, sudah lama rasanya ia tidak berkumpul bersama Sera, dan Rossaline. Karena ia selalu sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya. "Ayo kita makan," ajaknya.

Sera, dan Rossaline tentu saja langsung menurut, mengingat selama beberapa hari ini mereka sering melewatkan makan siang karena kesibukan mereka di dalam pekerjaan.

"Sekarang, kau masih bekerja di bar?" tanya Sera. Ya, sebelumnya Rossaline sudah memberi tahu Sera perihal masalah Dirga yang memilih putus kuliah, dan bekerja.

Dirga menggeleng, kemudian mengunyah habis makanan di dalam mulutnya. "Aku bekerja di restoran. Bar terlalu berisik,"

Rossaline, dan Sera mengangguk.

"Kak, apa kau sibuk hari ini?" tanya Dirga yang menatap ke arah Rossaline.

Rossaline mengerutkan dahinya, kemudian ia menggeleng. "Tidak. Aku sebentar lagi pulang," jawabnya.

Dirga mengangguk, "Aku sebenarnya sengaja kemari, ingin mengajak kakak menemui Mami," terangnya.

Tangan Rossaline yang hendak kembali menyuapkan makanan itu terhenti. Sera juga sama, tapi ia tidak ingin ikut campur.

"Bagaimana?" tanya Dirga.

Rossaline berdeham, dan mengangguk. Senyum di wajah Dirga merekah, ia bahkan kembali memakan makanannya dengan sangat lahap.

Sera, dan Rossaline saling menatap, lalu keduanya tersenyum simpul, dan kembali melanjutkan makan siangnya sembari sesekali tertawa, dan berbincang. Hubungan Sera, dengan kakak beradik itu memang sangat baik, ia menganggap mereka sudah seperti keluarganya sendiri.

Selesai makan siang, tiba-tiba saja Sera meletakkan kunci mobil miliknya di atas meja. "Pakai mobilku saja," katanya.

Rossaline menggeleng. "Tidak Sera, aku juga membawa mobil,"

Sera mengembuskan napas, ia tahu jika Rossaline juga memiliki mobil, tapi itu mobil keluaran lama sekali, Rossaline bahkan membelinya dengan harga yang sangat murah. "Sayangku, rumah Mami sangat jauh. Aku tidak ingin terjadi apa-apa pada kalian berdua,"

Rossaline kembali menggelengkan kepalanya, tapi Dirga sudah mengambil kunci mobil milik Sera. "Good idea!" serunya yang membuat Sera tersenyum lebar.

Rossaline mengembuskan napas. "Baiklah. Lantas mobilku?"

"Aku akan pulang dengan mobilmu,"

Rossaline tidak memiliki pilihan lain, Dirga dan Sera, sama-sama bersikukuh untuk pergi menggunakan mobil milik Sera.

"Kalau begitu, kau tunggu di sini. Aku akan mengambil barang-barangku, terlebih dahulu," kata Rossaline.

Sera juga ikut berdiri, ia juga harus kembali bekerja. "Aku juga akan kembali bekerja,"

"Ya, pergilah. Kak Sera, terima kasih ya mobilnya," serunya sembari mengedipkan sebelah matanya kepada Sera, yang di balas anggukan, dan senyum lebar.

Sang Penakluk [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang