Sang Penakluk || Rajendra Alister

3.3K 125 0
                                    

"Selamat pagi, dok,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat pagi, dok,"

"Dokter Rose, selamat pagi,"

"Selamat pagi, dok,"

Hampir seluruh orang yang bertugas di rumah sakit ini menyapa sosok wanita muda berparas cantik, pemilik nama Rossaline Adijaya, sang dokter umum yang sudah cukup lama bekerja di Trisakti Hospital. Ia bukan hanya memiliki paras yang cantik, wanita yang kerap di sapa dokter Rose itu memiliki sifat yang baik, dan mau berbaur dengan siapa pun, tanpa pandang bulu. Ia juga mahir di bidangnya, sampai beberapa kali mengikuti operasi bersama dengan dokter seniornya.

"Suster Mila, bagaimana? Apakah kau sudah menemukannya?" tanyanya, begitu ia sampai di ruang kerjanya, dan menemukan sosok suster Mila di dalam ruangannya.

Suster Mila menggeleng, "Tidak dok. Sepertinya benda itu memang tidak ada di tempat ini,"

"Kau yakin, sudah mencarinya dengan benar?" tanya Rossaline.

Suster Mila mengangguk, "Yakin sekali, dok,"

Rossaline menghela napas, dan duduk di kursinya setelah meletakkan tas miliknya di atas meja kerja.

"Dok, bagaimana jika saya pergi melapor ke security, untuk membuatkan Id Card baru?"

Rossaline sebenarnya bisa saja membuatnya lagi. Tapi, ia hanya takut jika Id Card miliknya di temukan oleh orang sembarangan, dan menyalah gunakannya.

Sial! Bagaimana bisa ia kehilangannya? Padahal ia yakin, selalu membawa benda tersebut ke mana pun, dan tidak pernah meninggalkannya di ruangan kerja. Entah kapan sepertinya ia kehilangan benda itu, yang jelas ia baru menyadarinya tadi pagi, saat hendak berangkat ke rumah sakit.

Maka dari itu, ia langsung menghubungi suster Mila, yang merupakan asistennya untuk membantu mencari benda tersebut di ruangannya, tapi tetap saja hasilnya nihil.

"Dok?" panggil suster Mila.

Rossaline memijat pelipisnya, "Baiklah, mohon maaf ya, sekali lagi aku merepotkanmu,"

Suster Mila menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa dok, sama sekali tidak merepotkan,"

Rossaline tersenyum, "Jadwal praktikku sebentar lagi, bukan?"

Suster Mila mengangguk. "Saya akan meminta suster Rika untuk menggantikan saya sementara, sampai saya menyelesaikan urusan Id Card milik anda,"

Rossaline mengangguk, "Terima kasih banyak, suster Mila," katanya tulus.

Suster Mila mengangguk, dan balas tersenyum. "Sama-sama dokter. Kalau begitu, saya pamit,"

Rossaline kembali mengangguk, lalu sosok suster Mila itu mulai meninggalkan ruangannya. Rossaline menghela napas pelan, sekali lagi bertanya dalam hati, di mana ia meninggalkan Id Card miliknya?

"Semoga saja, tidak di temukan oleh orang yang salah," gumamnya.

Kemudian ia mengambil ponselnya, menekan kontak Dirga. "Apa tertinggal di tempat Dirga bekerja, ya?" gumamnya.

Meski, sempat ragu, akhirnya ia menelepon ke nomor ponsel milik sang adik. Satu panggilan, dua panggilan, dan Dirga masih tidak menjawab teleponnya.

Ia menghela napas, "Apa Dirga tengah sibuk, ya?" katanya.

Tok ... tok ... tok ....

Pintu ruangannya di ketuk, dan memunculkan sosok suster Rika.

"Kemari sus," titahnya.

Suster Rika melangkah masuk, namun ada sosok seorang pria yang muncul dari belakang tubuh suster Rika. Sontak, kedua mata Rossaline langsung melotot. Sedangkan, sosok itu tersenyum lebar ke arahnya.

Mengabaikan tatapan tajam Rossaline, pria itu justru menyapanya dengan senyum lebar. "Selamat pagi dokter Rose,"

Rossaline kini beralih menatap Rika, "Suster Rika, mengapa pria ini berada di sini?" tanyanya.

Suster Rika menatapnya dengan serius, "Dokter Rose, ini adalah pasien pertama kita hari ini," paparnya.

Rossaline memijat pelipisnya, kemudian menghela napas, "Apa kau bercanda?" tanyanya ketus.

Suster Rika yang masih berada di ruangan itu tampak menggelengkan kepala, dan terkikik pelan melihat wajah Rossaline yang terlihat sangat kesal itu.

Pria itu terkekeh pelan, kemudian menatap Rossaline dengan senyum tipisnya. "Memangnya, aku tidak boleh berada di sini?" tanyanya.

Rossaline yang sudah sangat kesal itu, akhirnya berdecak dan menatap sosok pria di hadapannya dengan murka. "Keluar dari ruanganku sekarang!" serunya. Demi Tuhan, ia tidak memiliki waktu untuk bermain-main dengan pria yang kemarin sempat beradu mulut dengannya di bar.

Alih-alih mendengarkan ucapan Rossaline, pria itu malah memberi kode kepada suster Rika untuk meninggalkan mereka berdua, Rossaline sempat melotot kepadanya. Tapi, suster Rika memilih untuk menuruti ucapan pria yang tengah duduk di hadapannya ini.

"Apa kau selalu se-ketus ini kepada pasienmu?"

Rossaline bungkam, sangat enggan mengatakan apa pun kepada pria di hadapannya ini. Sampai kemudian, ia terkejut ketika pria itu meletakkan Id Card miliknya di atas meja, lalu beralih menatap pria itu. "Kenapa Id Card milikku, bisa ada padamu?" tanyanya, dengan tatapan yang penuh selidik.

"Tatapan macam apa itu?" decaknya.

Rossaline merotasi matanya. "Ayolah, aku tidak memiliki banyak waktu untuk menanggapi orang sepertimu," sungutnya.

Pria itu menghela napas, "Baiklah, aku menemukannya di bar semalam," katanya, dengan kedua tangan yang bersedekap. "Kau beruntung, karena aku yang menemukannya. Bukan orang lain, yang mungkin saja bisa menyalahgunakannya,"

Rossaline membenarkan ucapan pria itu dalam hati. Tapi tetap saja, kedatangan pria di hadapannya ini benar-benar membuat mood-nya berantakan. "Baiklah, terima kasih banyak karena tuan sudah menemukan Id Card milikku. Sekarang, anda boleh keluar,"

Sial! Pria di hadapannya itu malah tertawa. Memangnya ia lucu?

"Baiklah, Dokter Rossaline Adijaya. Kebetulan, aku juga sedang sibuk dan tidak mau membuang waktuku sia-sia. Aku pamit," katanya setelah tawa itu reda.

Rossaline menghela napas, melihat sosok pria aneh itu telah keluar dari ruangannya. Berganti dengan sosok suster Rika yang masuk ke ruangannya dengan wajah berseri.

"Wooow! Dokter Rose, katakan padaku bagaimana anda bisa mengenal seorang Rajendra Alister?"

Rossaline terdiam sembari melihat Id Card miliknya yang berada di atas meja. Jadi, nama pria aneh itu adalah Rajendra Alister, huh benar juga ia tidak sempat menanyakan nama pria itu, karena sudah terlalu kesal.

"Dokter!" seru suster Rika.

Rossaline berdecak, "Kenapa berisik sekali. Bukan urusanmu, panggil pasien berikutnya!" titahnya.

Suster Rika tampak cemberut, "Ugh, dokter sungguh tidak akan bercerita apa pun mengenai hubungan kalian berdua?"

"Hubungan apa yang kau maksud, hah? Jangan melantur," sangkalnya. Toh, memang benar, jika ia dan pria aneh itu tidak memiliki hubungan apa pun.

"Dokter, apa jangan-jangan anda tidak tahu, jika Rajendra Alister itu, adalah--"

"Suster Rika!" ujarnya.

Suster Rika langsung menutup mulutnya, kemudian keluar dari ruangan bersiap untuk kembali menjalani tugasnya, sebagai asisten sementara untuk Rossaline.

Rossaline menghela napas, "Rajendra Alister, ya," gumamnya.

Sang Penakluk [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang