3. Raymond Lee

20 1 0
                                    

Nayeon kembali ke rumah sakit. Tampaknya pria asing itu belum sadarkan diri.

"Aku bahkan tidak mengenalmu dan kau sudah merepotkanku," gumam Nayeon sambil mengompres dahi pria itu.

Hening.

Hanya suara detak jam dinding yang menemani Nayeon saat itu.

"Kau tau? Hari ini aku banyak mendapat masalah ditempat kerjaku---" Nayeon mulai mengutarakan isi hatinya. Walau ia tau pria itu takkan meresponnya sama sekali.

"Diawali dengan Nyonya Ri yang memarahiku karena aku sengaja memukul bagian sensitif klien bosku. Dan diakhiri oleh direktur mesum yang selalu mengirimiku pesan-pesan menjijikan--" Nayeon menjeda narasinya dan meletakkan baskom air itu diatas nakas. Kemudian ia duduk disamping pria itu sambil memperhatikannya.

"Kau tau? Sebenarnya aku tidak ingin melakukannya. Tapi klien itu terus memaksaku untuk menjadi wanita malamnya. Bahkan ia hendak melecehkanku. Jadi ... bukan salahku jika aku melakukan hal itu bukan?" Nayeon menarik nafasnya panjang. Kejadian itu hampir membuatnya trauma.

"Jika kejadian itu bukan terjadi di tempat kerjaku. Sudah pasti aku akan memukul dan melipat pria itu seperti kertas origami." Kali ini Nayeon menaikkan nada bicaranya--kesal.

"Dan direktur tua bangka itu selalu memaksaku untuk menjadi istrinya--bukan istri, tapi pemuas nafsunya saja."

Nayeon menenggelamkan wajahnya ke atas kasur disamping pria itu. Hari-harinya terasa semakin berat. "Hidupku benar-benar sulit. Sebenarnya aku tidak bisa melakukannya. Tapi jika aku menyerah begitu saja, aku akan mengecewakan ibuku."

Perlahan Nayeon menutup matanya. Ia merasa lelah dengan kehidupannya. Ia dipaksa harus mandiri ditengah orang-orang yang selalu meragukan dan merendahkan kemampuannya. Ia belum siap menghadapi kerasnya kehidupan kota gyeongsan. Ia belum siap menjalani semuanya tanpa sosok pendamping seorang ibu.

______________

Pukul 06:00 pagi. Nayeon membuka matanya perlahan, saat secercah cahaya matahari masuk melalui celah-celah jendela kamar rumah sakit.

Ia mengucek matanya dan menguap pelan. Hal yang pertama ia lihat adalah pria asing itu masih tetap terlelap.

"Kau tampan meski sedang tertidur tuan." Nayeon tersenyum kecil, nyawanya masih belum terkumpul sempurna.

Ia sedikit terpana dengan ketampanan pria itu. Bagaimana tidak, rahang yang bersikut, hidung yang mancung dan bibir yang tipis melengkapi ciptaan tuhan yang hampir sempurna ini. Apalagi sedikit cahaya matahari menyinari wajahnya. Bak dewa yunani yang tersesat di kehidupan modern.

Nayeon membuka selimut yang menutupi tubuhnya.

Tunggu!

Siapa yang menyelimutinya? Nayeon menatap sekeliling. Hanya ada dirinya dan pria asing yang belum sadarkan diri. Mungkinkah pria itu telah sadar dan menyelimutinya? Seperti yang terjadi di novel-novel yang ia baca. Seketika pipi Nayeon memerah seperti kepiting rebus. Menurutnya sangat romantis. Ia pikir hal seperti itu hanya ada di cerita-cerita fiksi saja.

"Kau tidak perlu berpura-pura tertidur untuk bisa menyelimutiku, tuan pria asing," ucapnya malu-malu dan menahan pipinya yang mulai panas.

"Tapi aku belum menyukaimu. Mungkin nanti. Tapi jika kau menyukaiku, aku akan senang menerimanya karena kau tampan," ucap Nayeon sambil menepuk-nepuk pipinya yang merona merah. Ia menahan mulutnya agar tak berteriak kegirangan.

Tiba-tiba seorang perawat masuk hendak mengganti cairan infus.

"Selamat pagi. bagaimana tidurmu nona Nayeon?" sapa perawat itu--ramah.

Oh, Mr. LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang