"Tuan Choi Hyunsuk, awal tahun depan kau akan di transfer ke perusahaan kita yang ada di luar negeri."
Seolah dunianya runtuh perlahan. Hyunsuk yang berdiri tegang dari tadi semakin menegang. Kakinya terasa lemas namun ia masih berdiri tegak. Matanya terbelalak tanpa ia sadari dan mulutnya terbuka karena gerakan refleks.
Ia menatap horror lantai tempat ia berdiri. Jika lantai itu memiliki nyawa dan emosi, maka lantai itu sudah berlari ketakutan karena Hyunsuk yang melemparkan pandangan paling menyeramkan yang ia miliki.
"Tuan?" ulang seorang perempuan yang duduk di hadapan Hyunsuk. Menyadari respon Hyunsuk yang diluar ekspektasinya, ia berdeham untuk mengembalikan atensi Hyunsuk padanya.
"Ya?" Hyunsuk mengerjapkan matanya dan kembali menatap wanita di depannya yang tersenyum canggung.
"Tuan Choi Hyunsuk akan ditransfer ke perusahaan kita yang ada di luar negeri tahun depan," ulang wanita itu dengan hati-hati, "tentu itu dengan kesetujuan and, bagaimana?"
"Tapi– kenapa?" Hyunsuk bertanya dengan setengah kesadarannya. Ia masih terlalu terkejut dengan informasi ini. Otaknya masih mencerna dengan perlahan.
"Ini masih tawaran, tapi jika Tuan Choi menyetujuinya kami akan senang menerima jawaban tersebut," jelas wanita itu, "untuk alasannya sendiri, Tuan Choi sudah banyak memberikan kontribusi yang luar biasa untuk perusahaan ini. Tahun lalu kalau tidak salah Tuan Choi berhasil menangani sebuah projek besar."
Hyunsuk mengangguk-angguk kecil. Masih takut untuk mengakui hal tersebut. Agak khawatir jika nanti penjelasan lebih lanjut dari wanita ini akan menyakiti harga dirinya.
"Perusahaan kami yang ada di luar negeri sedang membutuhkan ketua tim baru, jadi kami menyarankan Tuan Choi untuk menjabat disana," lanjut wanita itu masih dengan senyuman paling ramah yang pernah ia berikan.
Hyunsuk sedikit menghela nafas lega. Ternyata promosi, bukan demosi. Betapa leganya dia.
"Tapi kenapa harus tahun depan?" tanya Hyunsuk berusaha seformal mungkin.
Wanita itu tersenyum mendengar respon Hyunsuk yang menunjukkan antusiasnya, "itu karena tim yang akan anda pimpin masih dalam proses pembentukkan."
Hyunsuk mengangguk-angguk kecil lagi. Dunianya yang tadi runtuh sekarang sudah kembali menjadi utuh, lebih indah daripada sebelumnya. Ia tidak pernah menyangka pengabdiannya selama 3 tahun di perusahaan ini akhirnya semuanya terbayarkan.
"Kami tidak menuntut anda untuk memberi jawaban atas tawaran kami sekarang juga, anda bisa memikirkannya terlebih dulu," wanita itu kembali menjelaskan dengan hati-hati.
"Kalau begitu akan aku kabari secepatnya."
***
"Hyunsuk, jangan tinggalkan aku sendiri!" Jeongwoo memeluk Hyunsuk sembari menangis sesegukkan. Tangan kanannya masih memegang gelas bir yang setengah kosong.
Temannya ini memang terkenal dengan toleransinya yang rendah terhadap alkohol. Satu setengah gelas bir rendah kadar alkohol pun sudah mengirimkan dia ke dunia fantasi yang bergoyang ke kanan dan ke kiri.
Ia mendorong tubuh Jeongwoo sekuat tenaga. Pelukan lelaki ini ternyata lebih erat dibandingkan pelukan seorang nenek terhadap cucunya. Namun semakin ia mendorong tubuh Jeongwoo, semakin erat pula pelukan dan tangisan lelaki itu.
"Menyingkir dariku!" Hyunsuk menggoyang-goyangkan badannya tanda penolakkan. Namun setelah merasakan firasat tulangnya akan patah jika ia memberontak, ia akhirnya menghela nafas berat dan membiarkan lelaki itu memeluknya sampai ia puas.
Haruto, lelaki keturunan Jepang yang duduk berhadapan dengannya sedikit bergidik ngeri melihat respon Jeongwoo yang bisa dibilang terlalu dramatis. Dalam-dalam ia menyesap birnya ketika melihat Hyunsuk yang melemparkan tatapan putus asa pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
happiness? || Hoonsuk || Treasure
FanfictionChoi Hyunsuk, lelaki berjiwa bebas, egois dan keras kepala. Orientasinya hanya untuk dirinya sendiri. Park Jihoon, lelaki yang bisa dikatakan bingung. Ia tersesat namun terus berjalan. "Kita pernah berpisah, jadi kalau kita berpisah lagi, tidak aka...