dua

1.2K 112 2
                                        

Sabtu itu ia sudah berpakaian serapi mungkin. Ia tetap harus berpenampilan baik meskipun hatinya selalu berkata, tidak perlu memberikan usaha terbaiknya. 

Ia lihat kembali ponselnya menyala. Rentetan pesan dari kontak bernama Ibu.

[05.05 kst] Pukul 10 di cafe X. Dia lelaki seumuran denganmu.

[08.10 kst] Kau sudah siap?

[08.12 kst] Aku kirimkan fotonya

[08.12 kst] Photo.jpg

[08.13 kst] Bagaimana? Kau suka?

[08.40 kst] Kau sudah bangun?

[08.43 kst] Choi Hyunsuk, jawab aku

[08.45 kst] Terserah kau saja, asalkan datang tepat waktu

Hyunsuk seolah tak pernah bersyukur dengan hari liburnya. Ia mengawali hari ini dengan helaan nafas beratnya. Lalu keinginan untuk melempar ponsel itu sampai hancur berkeping-keping datang begitu saja. Jika saja ponsel bisa dibeli dengan daun maka ia sudah hancurkan ponsel tersebut dari dulu.

Pada dasarnya Hyunsuk tidak pernah terlambat. Namun untuk acara ini, ia lebih suka untuk sedikit terlambat. Entahlah, ia rasa usahanya untuk pergi saja sudah harus diacungi jempol. Maka datang sedikit terlambat tidak akan pernah menyakiti siapapun.

Tempat pertemuannya berada di Seoul, jadi mau tak mau ia harus pergi satu jam lebih awal daripada jadwal pertemuannya. Perjalanan yang harus ia tempuh tidak sesingkat itu.

Sesampainya disana ia kembali mengecek jam tangannya. Terlambat lima menit. Matanya mengelilingi cafe tersebut sesaat setelah ia memasuki tempat tersebut. Mendapati seorang lelaki yang mengacungkan tangannya seraya melambai-lambaikan tangan tersebut.

Hyunsuk sekali lagi menghela nafas sebelum tersenyum ramah. Tidak lebar namun ramah. 

"Lama menunggu?" tanya Hyunsuk sembari duduk perlahan. Merapikan pakaiannya sekejap lalu duduk dengan nyaman.

Lelaki itu menggeleng cepat, "tidak, tidak," sembari mengibaskan tangannya.

"Choi Hyunsuk," ujar Hyunsuk sembari menyodorkan tangannya. 

Ia sudah paham betul alur dari acara ini. Setelah pertanyaan basa-basi, maka yang harus ia lakukan selanjutnya adalah perkenalan diri.

"Kim Yohan," yang bernama Yohan itu menyambut tangan Hyunsuk dengan cepat. Kentara sekali gugupnya.

"Kudengar kita seumuran," Hyunsuk berbicara dengan santai. 

Berbeda dengan Yohan yang sedaritadi memainkan kakinya. Membuat suara hentakkan halus yang konstan.

"Oh? Iya? Kupikir begitu," jawab Yohan sembari menyipitkan matanya.

Hyunsuk tersenyum mendengarnya. Tidak ada yang ingin ia bicarakan dengan lelaki di depannya. Tidak ada ketertarikan. Meskipun acara ini bertujuan agar dirinya mendapatkan setidaknya pacar untuk dikenalkan pada keluarganya. Namun ia belum menemukan seseorang yang membuat dirinya tertarik.

Semuanya rencana dari sang ibu –terkadang sang ayah. Entah apa yang mereka inginkan dari acara yang sudah ketinggalan zaman ini. Kencan buta sudah tidak pernah digunakan oleh orang seumuran Hyunsuk saat ini.

Mereka –generasi Hyunsuk– lebih memilih untuk bergonta-ganti pasangan seperti mengganti pakaian mereka setiap harinya. Tidak ingin ada komitmen yang menyusahkan, hanya untuk bersenang-senang. Mungkin itulah yang ditakutkan oleh orang tua Hyunsuk. Melihat anak mereka menua sendiri karena kesenangan yang menjerumuskan.

happiness? || Hoonsuk || TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang