Hyunsuk mengerjapkan matanya perlahan. Pengar yang menyerangnya setelah kemarin malam mabuk, sungguh menyiksanya. Ditambah dengan aroma maskulin yang terlalu kuat menusuk hidungnya.
Ia ingat bahwa kemarin malam ia tertidur dengan Jihoon, di kamar suaminya itu. Namun sekarang ia tidak menemukan kehadiran lelaki itu.
Refleks Hyunsuk melirik jam pada ponselnya. Pukul enam. Bahkan langit masih gelap, tidak mungkin Jihoon pergi ke kantor sepagi ini.
Masih dalam pikiran positifnya, Hyunsuk berjalan keluar kamar. Melirik kamar mandi yang pintunya terbuka. Jihoon jelas tak ada disana. Selanjutnya ia berjalan ke ruang tengah, kosong. Kepalanya berputar menuju dapur, kosong.
Masih tak mau menyerah, ia mengambil ponselnya. Mengabaikan rentetan riwayat panggilan tak terjawab dari Jeongwoo, Yoshi dan rekan kerjanya yang lain. Ia mencari kontak Jihoon dan menelponnya cepat. Tidak ada respon meskipun sudah tiga kali ia mencoba menghubunginya.
Jihoon pergi.
Hyunsuk merasa bodoh saat ini. Mengapa semalam ia bisa secepat itu merasa menang terhadap hal yang belum pasti. Seharusnya ia tak perlu berusaha, itu hanya membuang waktu dan tenaganya saja. Nyatanya Jihoon bahkan tidak akan pernah berbalik meskipun Hyunsuk berteriak sekuat tenaga memanggil namanya.
Sekalipun ia memaksakan dirinya untuk kembali bertindak acuh, perasaannya yang hancur terlalu berdampak untuk saat ini. Ia tak bisa semudah itu kembali pada sikap acuhnya. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah kesedihan.
Pengarnya masih perlu diobati. Ia mengambil air putih dan meminumnya cepat, tak peduli kemungkinan tersedak atau hal lainnya. Tangannya menyimpan gelas itu pelan. Dengan tangan yang masih menggenggam gelas tersebut, pikirannya kembali ke malam kemarin.
Sungguh ia merasa bodoh. Jika saja waktu bisa terulang ia memilih untuk menekan egonya dan membiarkan Jihoon benar-benar pergi malam itu. Maka setidaknya pagi ini Hyunsuk hanya akan merasakan hatinya hancur, tidak dengan merasa bodoh seperti ini.
Dilemparnya gelas tersebut ke tengah rumah. Berhamburan dan mengotori setengah rumah dengan pecahan tajam.
Sekali lagi, ia merutuki dirinya yang bodoh karena hal sekecil ini.
Langkahnya panjang dan cepat. Berjalan menuju kamarnya dan mengambil jaketnya, tak lupa kunci mobilnya.
Jika Jihoon bisa pergi, maka dia pun bisa.
***
Hyunsuk menerima jatah libur selama satu minggu penuh. Setelah sebulan berkutat dengan acara showcase yang melelahkan, akhirnya hari-hari Hyunsuk kembali menjadi tenang. Sebagian anggota tetap timnya pun belum selesai dengan proyek tim leburan masing-masing. Contohnya Jeongwoo yang baru hari ini akan mengeksekusi acaranya.
Selama dua hari terakhir ia bermalam di sebuah penginapan di pinggir pantai. Ia merelaksasikan seluruh anggota badannya dibawah cahaya matahari. Meskipun cuaca semakin dingin, ia hanya membiarkan angin besar itu menerpa tubuhnya tanpa mau repot-repot menghindar.
Kini ia bertelanjang kaki, menggulung celana panjangnya sampai betis. Membiarkan ombak membasahi kakinya. Berharap penyesalannya ikut terbawa hanyut oleh ombak tersebut.
Ia mematikan ponselnya setelah keluar dari apartemen Jihoon. Pikirannya berlari ke rumah sewaannya di Gyeonggi, namun segera diurungkan karena bisa jadi Jihoon datang kesana dan menyusulnya.
Anggaplah sekarang ia menjadi pengecut, karena faktanya ia memang menghindar dari lelaki Park itu. Hyunsuk sedang tidak ingin bersandiwara saat ini. Berlagak seperti semuanya baik-baik saja, bertindak seolah ia tidak peduli. Padahal nyatanya ia tidak baik-baik saja dan sangat peduli.
![](https://img.wattpad.com/cover/312507237-288-k333590.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
happiness? || Hoonsuk || Treasure
FanficChoi Hyunsuk, lelaki berjiwa bebas, egois dan keras kepala. Orientasinya hanya untuk dirinya sendiri. Park Jihoon, lelaki yang bisa dikatakan bingung. Ia tersesat namun terus berjalan. "Kita pernah berpisah, jadi kalau kita berpisah lagi, tidak aka...