04. The Luck

378 93 18
                                    

"KAK JENNIE!"

"Gue ga pingsan Je, gausah teriak-teriak." jawab Jennie lemas.

"Ya gimana gue ga teriak orang muka lo pucet kek gitu." jujur kadang pun mereka bingung dengan Jennie. Ini antara lagi diem, tidur, bahkan pingsan pun gaada bedanya.

Soalnya dulu pernah waktu Jennie baru selesai manggung dan dia minta waktu sebentar untuk istirahat, Jennie pingsan tanpa satu orang pun yang menyadarinya.

Awalnya Irene mengira bahwa Jennie hanya tidur akibat kelelahan. Sampai akhirnya ketika Irene membangunkannya untuk pulang, Jennie sama sekali tidak merespon. Disitu Irene panik karene suhu tubuh adiknya ini juga tinggi. Dan ya, berujung Jennie harus menginap di rumah sakit semalaman.

Sejak saat itu, Irene mewanti-wanti pada Jennie untuk menunjukkan tanda-tanda kehidupan bahwa ia dalam kondisi sadar dan sehat, tidak sakit dan tidak lemas.

"JENNIE!!" Irene berteriak kalang kabut setelah diberi tahu Taeyong tentang kondisi Jennie.

"I-ini obatnya bu-buruan diminum." kata Irene dengan suara bergetar dan tangan yang tremor parah. Bahkan untuk membuka bungkus obat, dia sangat kesusahan.

"Kak, gue gapapa, lo tenang dulu baru gue mau minum obatnya." kata Jennie pelan sambil mencari-cari kedua tangan kakaknya.

Taehyung yang daritadi hanya menyimak pun langsung merampas obat Jennie dari tangan Irene dan memberikan tangan itu pada yang mencarinya.

"Gue gapapa, lo gausah khawatir, gue cuma kecapekan, gaada yang serius." kata Jennie tenang sambil meraba wajah kakaknya guna menghapus air matanya. Irene pun langsung memeluk adik kesayangannya dan menangis di pelukannya.

Ia hanya terlalu khawatir. Irene sudah terlalu trauma dengan kehilangan. Sudah cukup sang penguasa alam mengambil kedua orangtuanya, adiknya jangan, setidaknya untuk beberapa saat kedepan. Ia belum siap, dan tak akan pernah siap untuk kehilangan satu-satunya harta berharga yang ia punya.

"Tolong jangan maksain diri kalo emang udah gakuat, kakak bisa cari tambahan pekerjaan lain, kamu istirahat aja ya dirumah." Irene berkata pelan, masih di dalam dekapan hangat yang selalu ia rindukan.

Jennie yang mendengar itu langsung bersikap tak setuju. Ia bahkan sudah terlalu merepotkan kakaknya sejak kecil.

Untuk makan saja harus disuapi, untuk minum harus diambilkan, untuk mandi harus dimandikan, untuk memakai baju harus dipakaikan, dan sekarang ia hanya akan diam dirumah menikmati hasil jerih payah sang kakak yang sudah terlalu banyak berkorban?

Tidak, Jennie tidak bisa.

"Ngga, gue gamau, gue bakal tetep kerja, gue gamau cuma jadi beban di hidup lo, udah cukup lo ngorbanin mimpi lo buat gue, jangan sampe lo ngorbanin hidup lo juga ... cuma buat gue." ucap Jennie yang memelan di akhir kalimatnya.

"Untuk kali ini aja, izinin gue buat bantuin lo, izinin gue buat ga ngerepotin lo, dan izinin gue buat ngebahagiain lo." kata Jennie lirih.

Hanbin yang memang agak-agak ini langsung menginterupsi keduanya supaya tidak berlarut dalam pembicaraan yang pasti tak berujung ini.

"Udah-udah, katanya tadi mau minum obat, manggungnya udah selesai ini." kata Hanbin dengan santai.

Taehyung yang sedari tadi membawa obatnya pun langsung memberikannya pada Jennie dan Taeyong juga yang memberikan air putih.

"JENNIE JENNIE JENNIE!!!"

"Ini lagi bocil satu, teriak-teriak gajelas." kata Rosé julid setelah melihat kakak gajelasnya ini, ga, canda, kakak tersayangnya ini masuk ke ruangan dengan heboh.

"SUMPAH JEN LO HARUS LIAT INI." kata Wendy masih dengan sangat heboh dan bersemangat.

"Jennie gabisa liat tulul." kata Hanbin sambil menyentil pelan dahi Wendy.

"Eh bukan gitu maksudnya, Jen. Gue gaada maksut sumpahh!!" lah malah jadi panik si eneng.

"Hayolo Jennie ngambek lhoo, lo sih ngomong ga difilter dulu, kasian ayang beb hatinya terluka." Taehyung yang otaknya agak sebelas duabelas dengan Hanbin ikut merespon.

"Udah gapapa, emang buta juga. Ada apasih? Heboh banget." tanya Jennie santai.

Jennie udah ikhlas kok dengan kondisinya, lagian emang gini adanya kan? Mau dibilang ga buta juga malah aneh, kan emang gabisa ngeliat lagi.

Ya, meskipun dia udah gabisa bedain mana siang dan mana malam, dia udah gapapa kok, cuma agak ga rela, dikit, hehe.

"Itu Jen, tadi ada staff YG yang nyari lo, tapi karena dia juga buru-buru, jadi dia cuma nitip kartu nama, dia juga bilang lo besok disuruh dateng jam 10 ke gedungnya mereka, katanya mereka tertarik sama suara lo dan berharap lo bisa kerjasama bareng mereka." kata Wendy dengan senyum yang sangat lebar.

Semua yang ada disana langsung berteriak heboh, bagaimana tidak, YG itu dikenal jarang menawari artis jalanan untuk bergabung dengan agensi mereka, tapi sekarang? Jennie malah mendapat undangan eksklusif dari staff-nya langsung.

Irene yang sejak tadi berada di samping Jennie juga tak kalah senang. Ia langsung memeluk erat adiknya ini dan mengucapkan kalimat selamat. Ia sungguh bangga dengan Jennie, sungguh.

Tapi, respon Jennie malah sebaliknya. Ia hanya diam saat yang lainnya bersorak senang. Hanya satu yang ada di pikirannya.

"Lagi-lagi, gue jadi orang yang selalu ngehancurin hidup lo."


Jennie hanya diam, menikmati kegelapan yang selalu mengirinya kapanpun dan dimanapun ia berada.

Ia sekarang sudah dirumah. Setelah tadi mereka mengadakan sedikit perayaan kecil untuk kabar yang menurut mereka sangat bahagia itu.

Irene juga sudah tidur disampingnya dengan menjadikan tubuhnya menjadi guling untuk teman tidurnya di kamar amat sederhana mereka.

Sebenarnya Jennie sudah mengantuk karena efek obat yang ia minum tadi, tapi sepertinya otak cerdasnya tidak membiarkan ia untuk terlelap saat ini.

Masih ada bahan diskusi yang akan disampaikan oleh otak pada hati yang mana itu benar-benar harus diselesaikan saat itu juga karena deadline sudah menanti tepat di depan mata.

"Apakah ia harus mengambil kesempatan ini?"

"Apakah ia harus meninggalkan sang kakak jika nanti ia terpilih menjadi trainee?"

Dan yang paling mengganjal adalah,

"Apakah ia harus merebut mimpi sang kakak, yang sudah sejak kecil diusahakan, yang sudah lama dinantikan, dan harus dengan rela dikubur dalam-dalam karena keadaan?"

Tadi, sebelum Jennie memutuskan untuk pura-pura tidur, Irene mengatakan suatu hal yang agak membuatnya sedikit, resah? Entahlah.

"Kamu harus ngambil kesempatan itu, jangan sia-siain suatu hal yang sudah tersedia di depan mata kamu.

Kesempatan emas tidak akan menunggu sampai kamu benar-benar siap, tapi mereka akan datang di waktu yang menurutnya tepat.

Diluar sana, banyak yang berharap mendapat kesempatan yang sama sepertimu, jangan sampai kamu menolaknya hanya karena perdebatan alot antara logika dan perasaanmu.

Dulu, itu mimpi kakak, bahkan sampai sekarang pun, kakak masih berharap Tuhan mau berbaik hati memberikan kakak kesempatan, setidaknya untuk sekedar merasakan euforia yang selalu kakak dambakan.

Tapi sepertinya, semesta lebih ingin memberimu sebongkah harapan di tengah hidup gelap yang selalu kamu rasakan.

Dan sekarang kakak sudah ikhlas untuk mempercayakan mimpi itu padamu.

Kamu maukan kejar dan raih mimpi itu, untuk kakak?"

happier than ever | jennie x ireneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang