11. The Jennie

530 57 8
                                    

Dalam tidur panjangnya akibat obat tidur yang diberikan padanya, Jennie bertemu kedua orang tuanya. Mereka terlihat sangat jelas dengan pakaian putih bersih yang melekat pada tubuh mereka.

Jennie sempat dibuat bingung karena biasanya mimpinya hanya berupa pandangan buram atau bahkan gelap, karena terhitung sudah hampir 15 tahun ia hidup dengan kegelapan.

Namun kali ini berbeda, karenanya, ia sangat bahagia.

"MAMAAAA PAPAAAAAA!!!" Jennie langsung berlari menghampiri mereka dan menubrukkan tubuhnya pada sosok yang sangat ia rindukan pelukan hangatnya.

"Anak papa udah gede sekarang." kata sang papa dengan haru tanpa melepas pelukannya pada sang bungsu tercinta.

"Anak mama juga kali." si mama juga tak mau kalah, kan yang hamil, yang mengandung, dan yang menyusui kan si mama, si papa kan cuma menyumbang benih aja, eh.

"Iya, anak kita yang paling hebat pokoknya." ngalah gaes, kalo ngambek susah bujuknya. Ga di dunia ga di alam baka juga sama aja kelakuannya.

"Nini kangen banget tau sama mama papa, kalian ga pernah dateng ke mimpi Nini lagi." ceritanya ngambek lagi ngambek.

"Papa sama mama dateng terus ke mimpi kamu, sayang. Tapi karena kamu udah terlalu lama ga bisa ngeliat, jadi kamu gabisa ngeliat kita dengan jelas." ucap sang mama menjelaskan.

"Maafin papa ya?" ya, sampai sekarang Jiyong masih merasa bersalah pada malaikat kecilnya.

"Hm, mulai lagi. Tapi kenapa ini aku bisa ngeliat kalian jelas banget?" sudah jengah Jennie mendengar kata maaf dari papanya. Dan ya, Jennie jelas masih bingung dong, kok bisa dia ngeliat jelas banget.

"Soalnya ada suatu hal yang pengen papa sama mama sampein ke kamu." kini papanya mulai serius.

"Nini capek ya?" tanyanya mamanya sambil membawa kepala Jennie untuk tidur di pahanya.

"Selama ada Kak Rene disamping Nini, Nini ga pernah merasa capek kok." jawabnya dengan senyum tipisnya.

"Tolong bertahan sebentar lagi ya, papa sama mama janji bakal jadi orang pertama yang menyambut kedatangan kalian jika waktunya udah tiba." kata sang papa tenang dengan menggenggam lembut tangan si bungsu kesayangannya.

"Habis ini Nini bangun ya, ceritain apa yang Nini alamin sama kakak dan Mino. Dia orang baik yang akan bantu kalian nanti." kata papanya memberi nasihat.

"Tapi, Nini masih kangen sama papa mama." cicitnya pelan sambil memeluk perut mamanya.

Karena kasihan melihat putrinya, akhirnya mereka memutuskan untuk menemani Jennie dulu. Setidaknya si bungsu bisa menghabiskan waktu sedikit lebih lama dengan orang yang disayanginya.

"Waktunya udah habis Nini, nanti kita ketemu lagi ya, kakak udah nungguin kamu." kata mamanya pelan memberikan pengertian.

"Baik-baik ya sayang, papa sama mama bakal selalu jagain kalian—dari atas." kata sang papa sambil mencium kening dan pucuk kepala si bungsu.

"Jangan bosen-bosen mampir ke mimpinya Nini sama Kak Rene ya pah, mah. Nini sayang banget sama kalian." ya, mau bagaimana lagi, mereka hanya bisa mengandalkan komunikasi lintas dimensi.

Sampai akhirnya datanglah cahaya putih yang menyilaukan mata seolah membawa Jennie menuju kehidupan penuh kegelapan yang sudah menjadi tempatnya.

Saat terbangun, Jennie samar-samar mendengar suara tangisan dari sisi sebelah kirinya. Setelah mulai sadar sepenuhnya, ia tau ini suara kakaknya. Bukankah sebelum ia tidur tadi ia meminta sang kakak untuk memeluknya? Kenapa suaranya seperti jauh dari telinganya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

happier than ever | jennie x ireneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang