prolog

231 96 84
                                    

Kring kring

Suara bel dari sebuah sepeda itu terus  berbunyi, mengitari halaman rumah keluarga kanagara. Disana, seorang anak laki-laki sedang asik mengayuh sepeda baru miliknya. Bibir mungilnya tak henti-henti menyiratkan senyum andalannya. gigi-gigi kecilnya sampai terlihat, menandakan bahwa dirinya sangat bahagia.

Anak laki-laki itu terus mengayuh tanpa henti dan tanpa merasa lelah, walaupun dia belum mahir mengendarainya dan masih menggunakan roda bantuan, tapi dia sangat bersemangat.

"papa ayo dorong kala lagi" ucapnya sangat antusias.

"Sebentar, papa lelah" ucap pria paruh baya yang sedang duduk di sebuah kursi di halaman rumah itu.

"Aaaahhh papa" rengek akala, teriakan anak itu sampai mengalun di seluruh penjuru halaman rumah tersebut. "akala kan masih mau main. Ayo dorong lagi" ujar akala, sambil bertolak pinggang.

Akala mannaf kanagara, anak laki-laki berusia delapan tahun dengan kulit berwarna tan, rambutnya berwarna hitam pekat dan bola mata yang sekelam kehidupannya,  itu terus memanggil dan meneriaki sang papa. Saat ini anak itu tengah mengenyam bangku sekolah dasar, dia mendapat peringkat pertama di kelasnya saat pembagian rapor kenaikan kemarin. Maka dari itu dia mendapat hadiah sepeda ini.

"Kala! apa-apaan kamu seperti itu!" Hardik sang papa, hal tersebut tentu membuat akala kecil terlonjak kaget. Dia memang sudah biasa mendengar teriakan dan bentakan kedua orang tuanya. Namun, kalau secara tiba-tiba seperti ini dia masih suka terkejut. "sudah lah, papa mengantuk ingin tidur. kamu main sendiri saja." Ucap papanya sebelum akhirnya pergi meninggalkan akala seorang diri di halaman rumah.

"Yasudah, kala main sendiri saja" ucapnya dengan nada lirih, raut wajah anak itu pun berubah murung.

Pada akhirnya dia harus kembali bersabar dan mengalah. akala mengayuh sepedanya dengan kecepatan rendah, sepertinya dia sudah mulai merasa lelah. dia merasa orang tuanya tidak hadir di tengah-tengahnya. Memang dia diberikan hadiah sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilannya tapi setelah itu kedua orang tuanya terlihat seperti mengacuhkannya, entah ini hanya perasaan akala atau memang inilah kenyataannya.

akala memberhentikan sepedanya dibawah sebuah pohon yang cukup rindang. dia turun dari sepeda itu dan langsung duduk di bawah pohon yang berada tepat di depannya kini. kaki-kaki kecilnya dia luruskan, tangannya memainkan dedaunan yang ada di sekitarnya, dia kesepian. mengapa sulit sekali untuk bermain dengan papa dan mama nya, tidak seperti anak seusianya yang lain.

saat tengah asik melamun tiba-tiba ada seekor anak kucing berwarna putih yang mendekati dirinya, lalu terdiam di samping tubuhnya. "meong, kamu kenapa kelihatan sedih?" tanya akala pada anak kucing itu, yang sudah jelas dia tidak akan mendapat jawaban.

Akala mengelus bulu kucing itu. lembut, akala suka mengelusnya. Kucing itu pun semakin nyaman di elus oleh akala. kini dia berjalan naik ke kaki akala lalu berbaring disana.

"Kamu kesepian ya?" tanya akala lagi.

"Meong" seakan mengerti apa yang di ucapkan akala kucing itu pun mengeong seperti menjawab perkataan bocah itu.

"Sama aku juga. Bagaimana kalau kita berteman saja? Kamu setuju nggak?"

"Meong" mendengar suara dari kucing itu akala tersenyum. Dia mengadahkan pandangannya menatap langit. Hari-hari masih panjang, waktu akan terus bergulir dan kehidupan masih terus berputar. Dia ingin cepat dewasa untuk mengerti tentang kehidupan yang tengah di jalani ini.

🌻🌻

"Apa yang bisa papa banggain dari anak seperti kmu?!! Tidak ada!"

Kisah AkalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang