"LISA, YERI, SEULGI! BANGUN GAK LO BERTIGA!" Teriak Irene dari arah dapur. Sudah jam 6 pagi, namun ketiga anak itu masih betah memeluk bantal dan juga gulingnya. Apa mereka tidak ingin berangkat ke sekolah/kampus? pikir Irene.
"Duh, ganggu gue lagi telfonan aja deh," gerutu Joy. Iya, dia pagi-pagi buta begini sedang bertelfonan manja dengan pacarnya, Crush.
"Kurang ajar lo! Siapa suruh pagi-pagi malah telfonan!" sembur Irene. Joy hanya mengangkat bahunya acuh, dan melanjutkan aktivitasnya.
"Yeri udah bangun kok," ujar Jisoo yang baru saja tiba. Ia menarik bangku kosong dengan mata sayu, masih ngantuk.
Mereka ber-9 sudah 1 tahun tinggal bersama di rumah mereka. Iya, rumah mereka. Rumah itu hasil dari uang jajan yang mereka sisihkan setiap harinya. Mereka saling mengenal sejak kecil, karena dulu orang tua mereka tinggal di 1 komplek dan mereka sering bermain bersama di taman yang berada di komplek itu.
Kini mereka semua sudah berkumpul di meja makan. Seulgi masih dengan piamanya, membuat atensi Irene kepadanya.
"Gak kuliah, Gi?" tanyanya.
Seulgi menggeleng, "Kelas malem gue, Kak."
"Yaudah kalo gitu lo anterin Lisa, Rose sama Yeri ke sekolahnya," perintah Irene mutlak .
"Yahh, padahal gue pengen lanjut tidur," gerutunya sembari menekuk bibirnya.
"Yes! Naik mobil bagus!" seru Yeri senang.
"Awas ya kalo kalian riweh di mobil gue.. abis kalian!!" Seulgi menunjuk ketiganya tanda peringatan.
"Gue jadiin peyek lo bertiga!" lanjutnya.
-
Jisoo dan Jennie berangkat bersama dengan Jennie yang menyetir. Mereka satu kampus, jadi setiap hari mereka selalu berangkat bersama.
"Kak, gue tambah kecepatannya ya?" tanya Jennie kepada Jisoo yang sedang fokus dengan ponselnya.
Jisoo mengangguk tanpa menoleh. "Boleh, udah jam segini juga, takut keburu telat."
Jennie yang mendapatkan izin pun langsung menancapkan gasnya. Namun tak lama Jennie merasa ada yang aneh dengan remnya? R-rem?!
"K-kak! K-kak, r-remnya!" ujar Jennie panik. Ia berkali-kali menginjak remnya, namun tidak ada reaksi.
Jisoo yang sedang fokus dengan ponselnya pun dengan cepat menoleh ke arah Jennie. "Kenapa sih, Jen?"
"Remnya!"
Jisoo mengernyit, "Remnya?"
"REMNYA BLONG, KAK!"
Jisoo seketika melotot, "APA?!"
"Aduh, gimana nih?" Jennie benar-benar panik, takut, karena posisinya ia yang menyetir.
Jisoo menarik nafas dalam-dalam, ia memejamkan matanya, lalu bersamaan dengan hembusan nafasnya ia kembali membuka matanya. Ia menoleh ke arah Jennie, "Jennie tenang. Lo harus tenang, jangan sampe lo panik terus nginjek gas ya." Jangan sampai, makin bahaya jika begitu.
Jisoo memastikan keadaan di sekitarnya, ada banyak sekali mobil berlalu lalang di sana. Lalu, matanya tak sengaja menangkap sebuah mobil yang sedang menepi tepat di depannya.
"Jen, tabrak Jen!" perintahnya kepada Jennie.
Jennie melebarkan matanya, "Lo gila, Kak?!"
"Percaya sama gue," pinta Jisoo kepada Jennie. Jennie masih setia menggelengkan kepalanya tanda tak mau.
"Tabrak 1 mobil atau tabrakan beruntun?" Keduanya sama-sama pilihan yang buruk bagi Jisoo, namun opsi nomor satu adalah pilihan terbaik untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
We are BLACKVELVET
Fanfiction"Pergi lo!" - "Air mata gue kenapa gak bisa berhenti?" - "Udah gapapa, biar gue aja." - "Harus tenang, gak boleh gegabah." - "Siapa bilang?!" - "Yeoboseyo?" - "Ini lukisan gue bagus banget ya ampun." - "Gue bukan orang asing, gue orang Thailand," - ...