Pilar Abi - 3

126 19 8
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh

Balik lagiii

Langsung aja ya?

Tandai typo! Oke?

Happy Reading 😁
.
.
.
.
.
.Rayyan-Rajendra-Bintang.
______________________________________

Sudah 3 bulan berlalu sejak kembalinya Abi Salman  kepada pemiliknya yang tentu saja membawa dampak besar dan perbedaan yang cukup terasa. Pondok Darussalam kini diasuh oleh Abi Akhya, sedangkan urusan kantor kini beliau alihkan pada Gus Fathir dan juga Rayyan yang tengah belajar untuk mengelolanya.

Rajendra, pemuda itu masih tidak tahu dengan apa yang ia inginkan. Sudah lama memang ia memikirkan hal ini, tapi tetap saja keraguan selalu muncul saat ia hendak mengambil sebuah keputusan.

Rajendra kini berada di kamarnya, sendirian. Dengan kondisi gelap, tidak mengizinkan cahaya menerangi kamarnya, setidaknya sampai ia merasa tenang. Tapi hal itu tidak bertahan lama saat tiba-tiba Umi Fitri mengetuk pintu kamar sembari memanggil namanya.

Setelah mengizinkan uminya masuk, cahaya lampu langsung menerangi ruangannya.

"Umi...," lirih Rajendra sembari merentangkan tangannya pada Umi Fitri pertanda ingin dipeluk. Beginilah Rajendra yang sebenarnya, terkadang menjadi manja saat hatinya merasa tidak tenang dan bingung karena pikirannya sendiri namun lebih sering menyendiri saat perasaan itu datang.

"Jendra kenapa?" tanya Umi Fitri dengan halusnya. Tangannya terulur mengelusi rambut Rajendra. Umi Fitri merasakan Rajendra menggeleng pelan dalam dekapannya.

"Ndak tahu umi ... Rasanya tiba-tiba Jendra jadi takut, tapi ndak tahu takut kenapa," adunya. "Kadang-kadang, Jendra tiba-tiba kepikiran gimana Jendra buat ke depannya, sedangkan Jendra masih gini-gini aja.  Belum tahu apa maunya Jendra. Tapi takutnya yang sekarang itu, Jendra ndak tahu alasannya. Jendra suka bingung sama diri Jendra Umi," lanjutnya.

"Mau ngapa-ngapain juga enggak mood, kalau dipaksain malah jadi berantakan."

Umi Fitri melepaskan pelukannya secara perlahan. Menangkup wajah Rajendra yang berubah sendu, ditatapnya wajah itu dengan senyuman tipis yang sanggup menenangkan putranya. "Umi paham yang kamu rasakan. Wajar kalau kamu masih bingung sama diri kamu sendiri di usia kamu yang segini. Tapi jangan berlarut-larut ya ... kita mulai pelan-pelan ya, nak?"

Rajendra mengangguk pelan.

"Rajendra sering ngerasain hal itu?" tanya Umi Fitri.

"Iya Umi, apalagi kalau ketemu bang Rayyan." Tatapan mata Rajendra menerawang foto keluarga yang berada di kamarnya. "Dulu Bang Rayyan waktu seumur sama Jendra, Bang Rayyan udah tahu mau kemana dan ngapain, udah bisa ngambil keputusan buat dirinya sendiri. Sedangkan Jendra? Bahkan keputusan kecil pun kadang Jendra masih suka bimbang Umi."

"Nak, jangan bandingkan kamu sama Abang kamu. Bunga yang ditanam secara bersamaan, belum tentu juga mekar di waktu yang sama. Begitu juga dengan kamu, ini yang namanya proses. Dan kamu punya waktumu sendiri untuk mekar," jelas Umi Fitri berusaha untuk menenangkan putranya.

Umi Fitri membenahi duduknya menjadi bersandar di kepala ranjang. Beliau menepuk pahanya beberapa kali. "Tidur di sini," ucapnya.

Rajendra menuruti uminya, ia tidur di atas pangkuan Umi Fitri. Nyaman, ruangan dengan nuansa abu-abu itu menjadi tenang setelah umi Fitri masuk.

Rasanya tadi, tidak hanya dadanya yang terasa sesak memikirkan bagaimana ia ke depan, namun juga kamarnya. Ia takut membuat kedua orang tuanya kecewa disaat seusianya dulu, kakaknya itu sudah bisa mengambil keputusan.

Pilar AbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang