Prolog

8.9K 397 27
                                    

Aku memegang tubuhnya yang penuh dengan darah bersamaan dengan rasa sakit yang menusuk di dadaku. Perasaan bersalah meluap tak terbendung mengakibatkan air mataku mengalir deras. Di saat tubuhnya yang bersimbah darah itu, ia masih tetap tersenyum ke arahku. Satu tangannya terangkat perlahan sebelum mengusap air mata di pipiku.

"Jangan buat wajah seperti itu," ucapnya.

Aku tidak bisa mengatakan apapun. Ini terlalu menyedihkan. Ia masih sempat mengkhawatirkan ku saat nyawanya sebentar lagi hilang.

"Aku bahagia bisa mengenal mu, aku bersyukur telah bertemu denganmu. Kita membuat banyak kenangan yang sulit aku lupakan."

"Iya. Ayo kita buat kenangan lagi. Kita buat lebih banyak. Sampai kita tidak tau waktu. Bertahanlah."

Dia tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, "aku tidak bisa."

"Jangan katakan itu."

Aku tidak bisa membendung air mata ini. Hatiku sakit, seperti htiku sudah tidak betah berada di dadaku dan berusaha mendobrak keluar. Kenapa ini bisa terjadi. Kenapa aku mengulangi hal sama dua kali. Apa aku ini kurang kuat? Apa yang kurang dariku? Aku berusaha menjaga hartaku yang sedikit ini.

"Maafkan aku. Maafkan aku."

Dua kalimat itu adalah kalimat terakhirnya sebelum tangannya yang berada di pipiku terjatuh. Aku langsung menangkap tangan itu dan kembali menaruhnya di pipiku. Tangannya sudah dingin, tapi aku masih bisa merasakan kelembutan tangannya yang sudah membekas di ingatanku. Tangan halus ini membawaku keluar dari kegelapan.

Aku yang tidak bisa menahan aliran air mata langsung menangis sambil menahan teriakan. Perlahan aku mengangkat tubuhnya dan ku peluk dengan erat. Aku tau jika ia sudah mati, aku tau ia tidak akan bisa kembali tapi, aku tetap berharap akan dua hal itu sambil memeluknya.

"Harusnya aku yang meminta maaf. Aku ini bodoh."

[Drop]Alchemist, Witch, Esper: Project Uniting [Battle Through The Sky]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang