Perang hanyalah awal, dan akan terus terjadi jika manusia tidak bisa menemukan keindahan dari sebuah perbedaan.
***
Alam masuk begitu saja ke dalam sebuah gedung tinggi yang ia yakini tempat Alexander bekerja. Saat ia masuk dengan langkah cepat, tingkahnya membuat semua orang di sana menoleh ke arahnya dengan wajah bingung. Alam tidak memperdulikan tatapan-tatapan itu dan langsung mengarah ke meja resepsionis. Di sana duduk seorang wanita berambut panjang kecokelatan yang mengenakan headphone besar sambil menggerakkan kepalanya seperti mengikuti sebuah irama. Kedua tangannya yang ada di atas meja tampak tidak bisa lepas dari keyboard komputer yang sedang menyala. Alam segera memanggil dengan nada terburu-buru.
"Permisi, saya ingin bertanya dimana kantor dari Alexander J. Barckhorn?"
Wanita tadi melirik sebentar sebelum melepas headphone besar di telinganya dan mulai mengetik kembali. Kegiatannya tidak berlangsung lama dan langsung menanggapi pertanyaan Alam.
"Saat ini Pak Barckhorn sedang sibuk dan tidak bisa di ganggu. Jika anda memiliki urusan dengan beliau, tolong isi formulir ini dan kembali lagi besok dengan membawa formulir itu."
Alam langsung di beri selembar kertas formulir dari wanita tadi sebelum ia mengenakan Headphone dan mulai menggerakkan tangan pada keyboardnya. Alam ingin sekali memarahi gadis ini tapi ia harus tenang karena ia berurusan dengan orang dengan pangkat tertinggi di sini. Walaupun ia teman nya, kesopanan dalam situasi seperti ini harus ia junjung.
"Aku tidak bisa menunggu besok. Dimana ruangan Alexander?"
Saat bertanya seperti itu, pundak Alam langsung di tepuk oleh seseorang. Alam perlahan menoleh dan melihat Alexander dengan wajah santai dan ia sedang menjilat es krim di tangan kirinya.
"Ada apa?" Alexander bertanya dengan santai
"Selamat datang Tuan Barckhorn."
Alam langsung menoleh ke arah resepsionis wanita tadi. Headphone di telinganya menghilang dan sekarang ia memasang wajah ramah. Wajah ramah yang sekarang sangat berbeda dari yang tadi. Wajah ramahnya sekarang terkesan natural, tidak seperti sebelumnya.
"Pagi nona Rutherford," setelah menjawab salam, Alexander merangkul Alam dan membawanya ke sebuah lift di salah satu sudut ruangan. Setelah masuk dan memencet tombol bertuliskan lantai 24, Alexander berbicara lagi, "Apa yang kau dapat?"
"Aku ingin bertanya tentang kejahatan-kejahatan yang di lakukan Stewart." Tepat Alexander berhenti bicara, Alam langsung bertanya dan menunjukkan kertas-kertas yang ia bawa dari gedung arsip.
Alexander tidak langsung menjawab. Ia dengan lambat menghabiskan es krim di tanga kirinya hingga lift berhenti di lantai 24. Ia berjalan keluar di ikuti Alam yang masih menunggu jawaban dari Alexander.
Mereka berdua berada di lorong dengan tembok kaca. Setengah kaca itu buram dan setengahnya lagi bening. Layaknya sebuah kantor, Alam bisa melihat orang-orang bekerja mengenakan topi penyihir dan beberapa tidak mengenakannya. Mereka bekerja dengan menghadap komputer dan sibuk mengetik sesuatu. Alam berpikir jika tempat ini tidak hanya koloni witch yang bekerja melainkan juga koloni yang lain.
Alexander membuka pintu kayu yang tampak mewah dan langsung masuk. Alam ikut masuk dan menutup pintu dari dalam. Di balik pintu itu adalah sebuah ruangan yang sangat berantakan. Buku-buku ada dimana-mana, kertas-kertas berhamburan di lantai, bau sampah yang menusuk hidung Alam dengan kuat. Di tambah beberapa kabel yang tidak tau mana ujung-ujungnya berbelit di lantai yang kotor.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Drop]Alchemist, Witch, Esper: Project Uniting [Battle Through The Sky]
FantasyAku membuat banyak kesalahan. Aku telah membuat banyak dosa. Banyak kejahatan yang telah aku lakukan. Dunia mungkin tidak menginginkan ku hidup tapi, aku di beri mukjizat. Aku tidak bisa mati. Sejauh apa waktu berjalan hingga berada di titik di...