Justin mengacak rambutnya dengan frustasi, sesekali ia menghapus air matanya yang secara kurang ajar mengalir tiada henti hingga membuatnya terduduk lemas disalah satu kursi tunggu Unit Gawat Darurat. Lain halnya dengan wanita disebelah pria tampan itu, ia tampak sedang mengusap rambut gadis kecil diatas pahanya yang tengah terlelap karena ini memang sudah menunjukkan pukul 2 siang.
"Kau ingin makan sesuatu?" Jessica bersuara membuat pria itu menoleh sedikit lalu menggeleng. "Kau butuh makan, justin." Sesekali wanita itu mengusap bahu pria itu lembut. Tampak sekali perasaan bersalah juga depresi menghinggapi justin, karena sesekali bahu itu bergetar hebat lalu ia juga mengusap wajahnya secara kasar. Wajah memerah milik justin berhasil menyentuh hati kecil Jessica.
"Aku tidak apa-apa." Pria itu langsung menoleh kearah gadis kecil yang tertidur diatas paha sang ibu. "Kau harus pulang, kasihan putrimu." Jessica menggeleng pelan sambil menatap justin dan holy secara bergantian.
"Tidak, justin. Aku harus memastikan operasinya berjalan lancer. Aku harus pastikan bahwa bayi dan ibunya akan selamat." Jessica menunduk lalu menggenggam tangan justin erat. "Bagaimanapun, semua ini terjadi karena diriku dan holy. Andai wak-"
"Tidak Jessica. Ini memang sudah musibah. Aku yakin, selena dan bayiku akan baik-baik saja." Justin sesekali tersenyum, mencoba berpikir positif dengan apa yang akan terjadi nanti. Apapun yang terjadi nantinya, ia akan berusaha membuat semuanya menjadi lebih berarti dan berusaha untuk memberikan pengertian kepada istrinya bahwa semua akan baik-baik saja.
"Jika bayimu tidak dapat diselamatkan karena usianya yang terlalu muda, harapanmu tidak akan ada artinya lagi justin. Rahim selena akan diangkat setelah operasi ini." Justin mengangguk paham. Perkataan dokter beberapa jam yang lalu berhasil menyentil perasaan dan pikirannya sekali lagi.
----
Justin berlari sekuat tenaga untuk bisa sampai ke tempat dimana istrinya tergeletak tak berdaya. Ia langsung mengambil alih gendongan selena dari salah satu warga lalu mencium puncak kepalanya lama.
"Ya tuhan, sayang. Kau dengar aku?" Air mata itu terus mengalir dengan sendirinya, wajah memerah serta tatapan merana diwajahnya berhasil membuat beberapa orang berteriak nyaring untuk menghubungi 911 dengan segera mungkin.
"JUSTIN! Astaga selena. Ya tuhan, tunggu. Aku akan bawa mobilku. Tunggu justin." Wanita dewasa itu segera berlari dengan cepat kembali kerumah. Justin hanya berlari keluar rumah setelah itu segera masuk kedalam mobil kecil milik Jessica dengan selena diatas pangkuannya.
"Kau harus bertahan untukku." Sesekali justin mengusap bagian kepala selena yang berpeluh dengan tangannya yang penuh dengan darah selena yang membahasi baju olahraganya bahkan darah itu sudah mengalir dengan sangat banyak dikaki hingga sedikit membasahi kursi mobil milik selena.
"Sa.. kit.." Suara rintihan kecil itu langsung menarik perhatian justin. "Sa.. Kit.."
"Iya sayang." Justin kembali mengusap lalu sesekali mengecup kening selena lama lalu beralih kearah kemudi. "Cepat Jessica!"
"Iya, justin. Kau harus sabar."
"Mommy, selena berdarah mommy." Jeritan dari arah samping sedikit mengganggu konsentrasi Jessica karena rengekan dari putrinya. Holy yang mempunyai trauma dengan darah sesekali mencengkram dress yang ibunya kenakan lalu menangis sambil berteriak keras.
"Holy, tenang sayang. Kau membuat mommy panik." Holy menggeleng lalu semakin menarik bagian ujung dress holy membuat wanita itu menggeram pelan. "Tunggu sayang."
"Holy, selena akan baik-baik saja. Jangan melihat kebelakang, oke?" Suara sendu milik justin, membuat gadis kecil itu melirik sekilas lalu mengangguk tanpa melepaskan cengkraman erat pada dress sang ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE
Fanfiction[Sequel of About 'US'] [#1 in FanFiction 22/02/2015] Ketika kehamilan sang istri menguji kesabaran sang suami. Ketika ujian datang silih berganti, pada akhirnya perasaan untuk saling memiliki terasa begitu nyata.