Justin terdiam beberapa saat dan tersadar kembali ketika mendengar bantingan keras dari lantai atas. Justin menghembuskan nafas berat dan penyesalan setelah mengatakan kata-kata yang membuat istri-nya semakin geram. Seharusnya ia sadar bahwa istri-nya dalam kondisi yang sulit sekali untuk ditebak.
Justin memijat tulang hidungnya dengan perasaan lelah dan menyesal. Ia berjalan dengan perasaan campur aduk sambil menaiki satu-persatu anak tangga. Ketika didepan pintu kamar mereka, justin menatap pintu itu sambil memutar ganggang pintu dan hasil yang ia dapat sama dengan yang ia perkirakan sebelumnya. Ganggang pintu tidak bergeser sama sekali karena sudah terkunci dari dalam. Selena secara tidak langsung, menyuruhnya untuk tidak tidur disampingnya. Justin mengangguk kecil dan mencoba menahan emosi akibat rasa lelah juga sikap pencemburu milik sang istri.
"Aku akan tidur diluar."
Selena Watson.
Hal pertama yang aku lakukan setelah merasakan sinar matahari mengganggu penglihatanku adalah dengan meregangkan otot-ototku akibat posisi tidur yang kurang nyaman.
Aku mengusap tengkukku dan memperhatikan keadaan kamar. Benar, tidak ada pria itu disampingku karena aku mengunci pintu sebelum justin masuk dan sebelum tidur aku mendengar suara lantang ia akan tidur diluar malam tadi.
Seketika perasaan menyesal bersarang pada hatiku. Bagaimana aku tega melakukan itu kepada suamiku yang sudah pasti dalam keadaan lelah semalam akibat rutinitas yang meningkat karena tuan botak itu dalam perjalanan menuntut gelar profesinya.
Membuka pintu dengan pelan, aku mengernyit melihat sepasang kaki yang terjulur juga tangan yang tergeletak diatas lantai. Aku sedikit terkekeh melihat cara tidur justin sekarang. Tidak, tidak. Aku sedang marah dan tak ingin melihat wajahnya. Namun, aku tak bisa. Hal yang aku lakukan setelahnya adalah berjongkok untuk bisa melihat wajah tidur yang masih terlelap dengan nafas yang teratur.
"Nyonya wa-"
"Stt.." Aku menaruh jari telunjukku tepat diatas bibir dan menyuruh Marry untuk turun supaya tidak mengganggu tidur justin dan kegiatanku tidak diketahui oleh justin nantinya.
"Sel.." Aku refleks menoleh dan langsung berdiri. Dengan sedikit memperbaiki gaun tidurku aku berjalan kedalam kamar berencana untuk mandi sekedar menghindar dari justin. Namun, sebelum kakiku melangkah jauh ada sesuatu yang menahan pergelangan tanganku dengan lembut.
"Beri aku waktu 1 menit saja. Aku mohon." Aku berbalik dan melihat wajah memelas dihadapanku. Aku menghembuskan nafas berat. Memalingkan wajahku agar tak melihat wajah kaku miliknya sambil melipat tangan didepan dada.
"Kau pikir aku bercanda semalam? Aku serius." Ucapku sinis. Justin mengulum bibirnya seperti menahan tawa dan itu sukses membuatku menggeram kesal.
"Ya. Aku tau kau serius, mana pernah kau tidak serius." Justin mengangkat bahu lalu tangannya beralih pada pipiku. "Maafkan aku. Oke?" Justin mengusap pipiku dengan jempol dinginnya dan mencium bibirku singkat.
"Tidak. Ak-"
"Aku menolong jessica hanya karena ia tetangga kita dan ia pantas untuk ditolong selena. Kenapa kau terlalu sensitif tehadap jessica? Ia baik. Kau seperti ini karena belum lama mengenalnya. Kau bis-"
"Kau ingin mengajakku perang lagi? Oke! Kau ma-"
"Lupakan saja. Tidak perlu dibahas lagi."
"Kau yang membahas ini duluan. Kau berkata, seolah-olah kau sudah mengenalnya dengan lama. Oh aku tau, kau sebenarnya punya hubungan dengan jessica sebelum ini. Iya?!" Aku mencengkram krah kemeja justin dengan gemas ketika wajah mupeng dan datar milik justin tercetak jelas dihadapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE
Fanfiction[Sequel of About 'US'] [#1 in FanFiction 22/02/2015] Ketika kehamilan sang istri menguji kesabaran sang suami. Ketika ujian datang silih berganti, pada akhirnya perasaan untuk saling memiliki terasa begitu nyata.