02 - Perjanjian

335 69 5
                                    

[Note]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Note]

Oke, maaf telat kasih warning di eps awal.

Mungkin cerita ini bakal agak dewasa untuk beberapa pihak, entah dari perkembangan pemikiran karakter Hara di awal, atau banyaknya adegan physical touch dari marriage life.

Jadi untuk teman-teman, atau adik-adik, bisa membacanya dengan bijak. Tapi, kalau dirasa membuat risih, bisa langsung tidak membacanya.

Saya membuat cerita tanpa paksaan dan memaksa.

Sekian,
terimakasih :)














***

Pernikahan yang dilakukan oleh Hara dan Aidan bisa terjadi karena sebuah perjanjian tertulis. Tentu atas usul perempuan itu. Hubungan kontrak? Bukan. Dirinya masih terlalu pengecut untuk membuat sebuah permainan dalam sesuatu yang sakral.

Perjanjian pra-nikah.

Hal yang seharusnya menjadi perbincangan sensitif untuk beberapa pihak, dan entah kenapa kebanyakan dari golongan laki-laki. Karena mungkin banyak yang beranggapan bahwa hal itu lebih menguntungkan pihak perempuan, padahal perjanjian itu sendiri hanyalah sebuah kesepakatan terikat yang bisa saja menguntungkan kedua belah pihak tanpa embel-embel kerumitan pembagian harta gono-gini ketika semisal suatu hal yang tidak mengenakan terjadi.

Ah, tentu saja pernikahan merupakan suatu pengikat untuk tiap-tiap pasangan. Hanya saja ikatan itu tidak terlihat, sedangkan Hara lebih suka dengan hal yang tampak dengan pasti.

Kebanyakan hukum Tuhan dilanggar manusia karena dampaknya hanya akan nampak di akhir, ditambah sifat meremehkan sebab masih ada kata taubat. Berbeda dengan hukum manusia yang berdampak langsung setelah melakukan hal melenceng dari sebuah kesepakatan yang telah ditandatangani secara resmi.

Ada bukti konkret.

Juga sebenarnya, Aidan bukan pria pertama yang berniat ingin menikahi Hara. Diumur yang telah memasuki angka ke-28 sudah lebih satu orang yang secara berurutan berucap kepadanya untuk melanjutkan hubungan ke jenjang lebih serius, ingin meminangnya. Lantas, tahukah apa yang menjadi tolak ukur perempuan itu dalam menolak lamaran mereka?

Keraguan para pria itu atas pendapat Hara untuk melakukan keterikatan yang nampak. Apalagi ketika dirinya membahas mengenai perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, ataupun pembagian hasil. Mereka sontak menjadi pasif, kadang mencaci, atau bangkan langsung menghilang. Padahal tidak pernah sekalipun ia berucap menyinggung. Setiap perkataanya adalah ketegasan, bukan sindiran apalagi olokkan terhadap pria. Ia ingin janji tertulis, bukan janji manis yang belum tentu dapat dipegang.

Anehnya, Aidan langsung menyetujui hal itu setelah mendengar pendapat Hara sampai selesai. Tanpa menyela atau mencela, pria itu menatapnya dengan senyum tipis seraya mengangguk. Sikap yang membuat Aidan terlihat dewasa meski umurnya lebih muda satu tahun dari Hara.

HARA [ORIFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang