12 - Sudut Terpojok Untuk Pendapatnya

171 46 1
                                    

"Wih, Aidan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wih, Aidan ... mantu termuda. Baru nikah ini!" sorak seorang pria yang barangkali usianya di atas kepala empat. Lantas menepuk-nepuk pundak Aidan sambil tertawa-tawa. "Kalau butuh saran bisa ini rundingan sama dua senior atasmu."

Pria itu, salah satu Paman Hara, tampak menunjuk dua laki-laki lainnya. Tidak lain merupakan suami dari pasangan adik kakak, Ratna dan Vila. Beberapa paman lainnya tertawa menanggapi, dan direspons baik pula oleh Aidan dan para menantu keluarga lainnya.

"Mohon bantuannya, Mas," kata Aidan dengan senyum simpul.

Salah seorang dari keduanya mengangguk. "Ya, kalau ngobrol-ngobrol sama aku enak, Aidan. Kalau sama Mas Givan agak pendiem dia orangnya," balasnya, yang merupakan suami dari Ratna.

Namanya adalah Wira, menantu tertua dari keluarga besar Hara, usia pernikahan Wira dan Ratna sendiri sudah hampir delapan tahun lamanya. Aidan yang mendengar itu tersenyum ramah dan mengangguk.

Wira memang lebih banyak berbicara dari Givan, suami Vila, yang memang dari banyak cerita suka jarang nimbrung dengan acara keluarga sebab pekerjaannya yang sering keluar kota. Jika saja sang istri tidak sering memaksa menyempatkan waktu, mungkin agak susah untuk melakukan pertemuan-pertemuan seperti ini.

Aidan juga mulai melontarkan candaan santai untuk Givan. "Mas Givan kayaknya juga enak diajak ngobrol. Nanti kalau perlu saran masalah kerja, saya bisa rundingan sama, Mas."

"Betul itu," ujar Givan, mengangguk setuju. Meskipun spesialis pekerjaan berbeda, tetapi sedikit memiliki keterkaitan.

Omong-omong, usia pernikahan pasangan Givan dan Vila sendiri baru sekitar lima tahun. Ya, memang bukan waktu yang sebentar jika dibandingkan dengan pernikahan Aidan dan Hara yang baru saja dilangsungkan sebulan lalu. Menantu termuda keluarga besar ini sampai disebut-sebut sangat menikmati masa muda hingga menikah hampir di akhir kepala dua.

Omong-omong tentang itu, silsilah keluarga Hara memang bisa dibilang lumayan panjang. Istri Aidan itu memiliki lumayan banyak bibi dan paman, yang di mana persaudaraan mereka sudah terjalin erat dari zaman buyutnya. Ciri khas dari budaya silaturahmi yang erat dari orang-orang dahulu. Maka dari itu sampai sekarang keluarga besar Hara masih sering berkumpul.

"Baik-baik sama istrimu." Salah satu paman Hara kembali berbicara. "Hara itu pendiam, jarang cerita-cerita masalah pribadinya padahal pas kecil dulu dia aktif banget nggak tau kenapa bisa gitu semenjak remaja. Mamanya dulu pernah sampai panik curhat ke mana-mana takut anaknya nggak mau nikah."

Aidan terkekeh, mengangguk kecil. "Bener, Om. Sayang banget saya sama Hara nggak bisa ketemu lebih cepat. Tapi ... sekarang syukurnya sudah bisa sama-sama."

Kembali tawa terdengar ketika lontaran kalimat itu mengudara. Pengantin baru, kata mereka. Makanya ucapan dan perilaku masih manis-manisnya didengar dan dipandang. Lihat saja, sebenarnya sedari tadi Aidan itu sering mencuri-curi pandang ke arah kerumunan wanita di dalam rumah. Lebih tepatnya pada keberadaan sang istri.

HARA [ORIFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang