"Mas ... Aidan, ya?"
Aidan mengerutkan dahi bingung. "Siapa?"
"Ah, ternyata Mas Aidan beneran!" Gadis itu tersenyum ceria. Kini maju selangkah berhadapan dengan Aidan, dan barangkali tidak menyadari keberadaan Hara sangking antusiasnya. "Mas lupa aku? Kita dulu satu SMP, kamu angkatan ketiga sebelum copot jabatan jadi ketua osis pas aku baru jadi siswi baru."
Hara hanya menatap mereka berdua dengan diam. Aidan sendiri tampaknya sedang kebingungan mengingat-ingat. Namun, gadis itu sepertinya masih kukuh memperkenalkan diri agar suaminya mengingat.
"Pingsan waktu ospek," imbuh gadis itu, sedikit tersipu.
"Oh." Aidan sepertinya telah ingat. Pria itu mengangguk singkat. "Ah, ya, kamu udah lumayan tinggi sekarang."
Hara mengerutkan dahi. Apakah Aidan sedang mengejek? Bahkan gadis itu mungkin masih kurang dari ketinggian 160 senti jika tidak memakainya heels. Terlebih, alih-alih memanggil nama, Aidan seolah melempar topik, seakan berpura-pura tahu padahal sebenarnya tidak mengingat siapa gadis itu sebenarnya. Bisa saja obrolannya ke arah kabar atau hal yang lebih etis. Ah, ya, mungkin itu hanya perasaan Hara saja.
Namun, dia malah tertawa dengan lugunya. "Mila emang udah banyak nambah tingginya," sanjung gadis itu untuk diri sendiri. "Setelah lulus, Mila dapet beasiswa luar negeri, di sana jadi suka olahraga renang bareng temen-temen baru."
Hara mengerutkan dahi, bingung. Apa hubungannya beasiswa luar negeri dan olahraga renang? Memangnya kalau di negeri sendiri tidak bisa berenang? Ya, lupakan sejenak tentang itu. Setidaknya Aidan jadi tahu namanya. Seorang gadis yang berbicara memanggil namanya sendiri. Lumayan unik.
Namun, lebih dari itu, apakah keberadaan Hara sama sekali tidak gadis—yang menyebut namanya sendiri—itu gubris? Apakah hawa keberadaannya sangat tipis, ataukah penglihatan gadis itu yang tidak bisa menangkap dengan luas? Itu membuatnya merasa sedikit tidak dihargai.
"Udah lama banget nggak ketemu. Mas Aidan tenyata nggak banyak berubah, masih sama ramahnya kayak dulu."
Mereka—gadis itu lebih tepatnya—seolah masih asyik bertemu rindu dengan kawan lama. Entah apakah mereka benar-benar saling mengenal dekat atau tidak. Namun, yang lebih penting kini adalah bahwa waktu Hara bisa terbuang banyak jika menunggu mereka berbincang lebih.
"Nuu," panggil Hara, yang membuat atensi dua orang itu akhirnya beralih padanya.
"Ah, maaf, Mila. Kamu banyak omong juga, ya, sekarang? Kamu jadi nggak sadar kalau masih ada satu orang." Aidan langsung menggandeng tangan Hara. Meskipun intonasinya masih terdengar biasa aja, sepertinya ada teguran pada kata yang dilontarkan. "Ini istriku," ungkapnya, memperkenalkan.
Mila—gadis itu—mengerjap. "A-ah, maaf, aku nggak sadar. Kenalin Mbak, saya Mila, adik kelas Mas Aidan waktu SMP, sempet satu SMA juga."
Saya nggak tanya. Hara tersenyum tipis. "Hara," ucapnya, balas menjabat tangan Mila. "Maaf menganggu waktu kalian yang kebetulan ketemu, tapi kayaknya saya nggak bisa nunggu lama. Obrolan tadi barangkali cukup?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HARA [ORIFIC]
Romance"Kalau menampilkan 'rupa' asliku, kamu bakal tetap menatapku dengan cinta yang sama?" _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Lamia Hara Nashita biasa menampilkan sosoknya yang tenang, dan mandiri. Namun, itu hanyalah setengah dari...