Akhir Yang Bahagia [BL]
Cast : Hong Joong ATEEZ and his brother
Disusun dengan berbagai perubahan di beberapa bagian oleh pengarang
Cairan pekat itu mengalir deras seperti sungai yang ternodai, menghitam seiring ia berada pada jalurnya dari tempat ia membuatku membisu. Amis darah tercium tajam ke hidungku, meski udara dingin di musim salju kini membuat hemhusanku seperti uap yang berembun, aku lebih tertegun dengan apa yang baru saja aku lakukan kepada kakakku sendiri.
Sejam yang lalu ia terus menunduk, memandang luka yang timbul dari punggungnya yang tertancap bersama tombak besi dan pohon eq. Sesekali tatapannya terangkat memandangku, alisnya yang lebat menaungi kedua mata elangnya seperti sedang berteduh. Sesaat kemudian ia memuntahkan cairan yang sama. Hingga mengenai wajahku, dingin dan panas. Rasanya seperti teriris. Hatiku mendidih seiring napasnya melemah, hendak berusaha bertahan hidup, meski harapan tersebut kurang meyakinkan.
“Why”. Suaranya serak. “Kenapa kau ingin membunuhku...”
“Tidak ada waktu untuk menanyakan hal yang sama kepadamu! Sebaiknya kau diam!” Tubuhku menggigil saat mengatakannya, karena udara dingin bersama balutan salju yang telah membuat bibirku membeku, begitu juga dengan dirinya. Kulihat tubuhnya sudah tak berdaya lagi. Lemas setengah terjaga namun berusaha untuk tidak lengah dengan genggamanku yang mengerat genggang kerah bajunya.
Seolah berusaha agar ia tidak terlepas dari pandanganku. Hatiku teriris saat memandangnya, bagaimana bisa orang yang berharga bagiku akan aku jadikan seperti ini. Dalam hukum alam cintaku terlarang, tapi ia mengalir deras, dan menjadikanku gila. Begitu gila hingga aku ingin membunuhnya. Tapi rasa cinta ini begitu pahit. Hampir membuatku masuk ke dalam pintu neraka.
“Aku hanya bertanya... kenapa kau harus lakukan ini??”
Suaraku meninggi, “Tidak ada gunanya kau bertanya, sebaiknya kau diam!!”
“Kau menganggapku bodoh? Dengan mudahnya kau mengatakan itu seolah aku hanyalah anak kecil di matamu ...” Aku mengeratkan genggamanku, sebuah cekikan yang hanya membutuhkan satu kali saja untuk memutus nadi kehidupannya. Suara erangan kecil tercipta dari bibirnya.
“Joong~a.” Bisiknya.
“Kau menyebut namamu dan menganggap Tuhan akan menolongmu? Begitu?”
“Aku...tidak... mengerti. Apa yang...ingin kau maksud.”
“Gara-gara dirimu, semuanya berantakan!!! Walikota telah mencuri ideku, dan hendak menjadikan besi sebagai bubuk magnet untuk melapisi jalan raya!!! Apa kau tak tahu sekarang dia mengakui hak cipta ide itu sebagai sumbangan dari Korea Selatan!!! Apa kau tak tahu?!!!”
“Aku..tidak tahu...apa yang kau bicarakan..”
“Kau masih tidak mengerti?!! Semua ini salahmu!! Ide yang seharusnya aku patenkan tiba-tiba hilang begitu saja!! Apa kau tidak mengerti kerja kerasku?!”
“Kau tidak...sedang marah padaku, Hong Joong~a.” Lelaki itu menggeleng pelan, meski lehernya kini berada di genggamanku. Kedua tangannya yang melemah mencoba melepaskannya. Meski aku tahu hal itu tidak akan mungkin, karena aku tahu kondisinya sudah semakin kritis, hatiku rasanya teriris, melihat betapa orang yang seharusnya aku cinta mendadak harus menghadapi hal gila seperti.
Aku berteriak keras, melepas genggaman tanganku yang mencoba membunuhnya untuk satu kali tekanan saja, tapi rasanya Tuhan masih menyayanginya. Tuhan masih mengizinkannya untuk bertahan hidup. Saat aku melepas cengkramanku suara batuk serak terdengar, hampir aku ingin memutus kehidupannya agar ia mengakhiri hidup, tapi Tuhan lebih menyayanginya dibandingkan diriku yang melakukan hal sebaliknya.
“Kau tidak sedang marah padaku, Hong Joong~ssi...” Alibinya, “kau ingin mengatakan sesuatu padaku, tapi kau tak berani.”
“Diam kau, bocah brengsek!! Kau tidak mengerti apa yang telah aku alami saat ini!!! Semua yang aku bangun bertahun-tahun sebagai seorang pencipta barang langka dirampas begitu saja dengan pemerintah Seoul?!! Kau tidak tahu bagaimana perasaanku saat ini, Beom Joong~ssi!!!”
“Tidak, Hong Joong~a. Kau tetap dirimu yang dulu...kau tetap bisa menjadi dirimu sendiri...” Dengan suara serak bersamaan dengan bercak darah yang menetes deras dari bibirnya dan berusaha terlihat baik-baik saja.
“Aku ingin membunuhmu, Beom Joong~a.”
“Apa yang...kau inginkan...”
“Kalau seandainya saja kau terkubur di sini—.” Aku menancapkan pisau berukuran pendek yang mengarah tepat di letak lambungnya berada, sekali lagi sungai merah itu membanjiri bibirnya yang memucat, kembali ia menundukkan kepalanya karena rasa luka yang perih kembali menggerogoti tubuhnya yang akan membusuk, “Mungkin aku akan menemuimu dengan membawa setangkai bunga Krisan. Selamat atas kematianmu!”
Kemudian aku pergi setelah membalikkan badan darinya, menapaki setumpukkan salju yang menghalangi langkahku menapaki jalan. Tidak ada suara yang menyertai bahkan dirinya yang tak pernah bergerak sedetik pun untuk berbisik kepadaku. Ya, Beom Joong tak pernah memanggilku.
Namun apa yang kurasakan? Hatiku teriris, seperti jantung yang tak pernah dilewati oleh sel darah dan oksigen bersih. Rasa sakit amat sangat yang membuat diriku tidak ingin meninggalkan dirinya sendirian di bawah pohon pencakar langit itu.
Kau tahu apa artinya ini? Aku telah mencintainya diam-diam, cinta ini terlarang!! Aku sudah tahu ini akan menjadi berantakan, tidak ada akhir yang bahagia jika cintamu hanya sebatas bir secawan. Kau tak akan bisa bebas begitu saja dari terkaman rasa cinta, bagaimanapun bentuk dirinya membawamu pada sebuah jalan menuju neraka, dia tetap akan membuat dirimu sakit.
Rasa sakit yang kurasakan tak sebanding dengan dirimu yang mencintai dirinya dari jarak berkilo-kilo meter jauhnya.
Salju di kota Seoul menutupi seluruh kawasan, seperti hanya ditimbun pasir, dan kota tak dapat ditinggali kembali. Manusia-manusia kedinginan mencoba menghangatkan diri, namun aku membiarkan dirinya di sana bersama keheningan perlahan.
Hendask aku melangkah pergi, sosok bocah lelaki kutemukan berjalan berpapasan denganku, sembari membawa sesuatu dalam dekapannya.
Kedua mata kami saling bertemu, dan betapa terkejutnya aku dirinya begitu mirip dengan Beom Joong, alisnya yang tebal memberikan ciri khas tersendiri dengan menunjukkan padaku bahwa dia adalah Beom Joong. Ketika aku memandangnya dari atas ke bawah, kukira ia mengalami perdarahan pada kakinya. Ia tak memakai sepatu bot.
“Beom Joong?” Suaraku heran.
“Kau kenal aku? Paman? Udara siang ini begitu dingin, aku tidak tahu bagaimana nasib adikku?!” Ujarnya, sembari memandang bingkisan yang ada di gendongannya.
“Bo...boleh paman lihat? Itu apa??”
“Apa yang kau bicarakan?!! Aku sedang membawa adikku pergi dari sini, dia begitu kedinginan. Bertahanlah, Hong Joong kecil. Kakak akan selalu ada bersamamu.” Aku terkejut sekali lagi dibuatnya. Dia memanggil namaku?! Beom Joong kecil sedang membawa bayi prematur dalam gendongannya dan berusaha mencari tempat yang hangat.
Tidak ini tidak benar!!! Apa-apaan ini?! Beom Joong tidak menjadi kecil atau apapun, ini pasti efek halusinasi, aku sudah mengalami hal seperti ini?!! Bagaimana bisa aku terkelabui dengan mudahnya.
Aku masih tak percaya, kukira aku adalah kerabatnya, tapi dia jauh lebih tampan dibandingkan bayi Hong yang ada pada gendongannya.
Daripada aku mengajaknya berbicara, kurasa ia tidak peduli, tapi ucapannya semakin membuatku teriris.
“Hong Joong~aa. Tak apa, bertahanlah. Sebentar lagi kau tidak akan kedinginan lagi. Kau akan selalu bersamaku. Selamanya. Kita tidak akan terpisahkan.” Ujarnya sembari mengecup kening bayi itu.
Ya...itu diriku?!! Aku tahu foto di mana diriku masih berada pada gendongan Beom Joong. Beom Joong yang tidak tahu apa-apa terpaksa membawaku karena ibu dan ayah....
Tidak!! Ini tidak boleh terjadi!! Aku berbalik arah menuju ke tempat Beom Joong berada, aku tak peduli jelmaan Beom Joong itu mau kemana, yang pasti yang kupikirkan adalah cintaku sendiri.
Rasa yang terbalik, terlarang, hanya neraka yang seolah menjadi milikku dan dia, surga dan dunia hanya disewa.
Air mataku mengalir seketika membeku, aku melangkahkan kakiku secepat yang kubisa untuk menyusul kakakku.
“Beom Joong~ssi!!!” Teriakku, dia tetap berada di sana, dengan noda darah yang merembes meninggalkan jejak pada tumpukan salju yang membeku.
Seketika aku menangis sejadi-jadinya, saat aku hempaskan tubuhku memeluk tubuhnya yang rapuh.
Aku bolak-balik memeluk dirinya sembari melepas tubuhnya dari tusukan tombak besi pohon eq itu meski darah yang keluar semakin menghujam membasahi jejakku.
“Beom Joong~ssi, maafkan aku, Beom Joong~ssi. Eo? Maafkan aku, Beom Joong~ssi! Aku tidak akan menyakitimu, Beom Joong~ssi!! Ayo kita pulang, Beom Joong~ssi.” Ujarku sembari menepuk pipinya agar ia mau tetap terjaga, sementara tanganku yang lain menggantung di pinggangnya.
“Beom Joong~ssi, bertahanlah, Beom Joong~ssi. Beom Joong~ssi, jeballayo.” Isakku. Hingga aku mendengar suara seraknya bertengger.
“Hong... Joong~a. Kenapa...kau...kembali?”
“A...aku ingin membawamu pergi.”
“Kau...apa kau...baik-baik saja, kan?” Dan aku rasa Beom Joong kecil itu adalah dirinya yang sekarang ada di pelukanku. Aku beberapa kali mengusap air mataku dengan lenganku
“Tidak...ayo kita pulang, Beom Joong~ssi.”
“Jangan...” Beom Joong memegang pipiku dengan kedua tangannya yang basah akan warna merah. Kulihat bibirnya sepucat kayu eboni yang terbakar bersama salju yang membeku. Hingga membuat hatiku basah, air mata kembali menggenang dalam isakan bodohku.
“Jangan membenciku, Hong Joong~a.” Ujarnya. Tangisku benar-benar pecah, aku ingin membawanya pergi dari sini. Badai salju telah merenggut sebagian lukanya yang membengkak.
“Jangan membenciku...” Aku hanya bisa menggeleng, kini dia harus tetap ada pada gendonganku. Hasrat ingin membunuhnya kini tergantikan oleh rasa cinta yang gila. Rasa yang tak ingin aku sampaikan namun aku bunuh. Membunuh Beom Joong?! Memilih membunuh cinta itu atau membiarkan cintaku tetap bersemi di tengah badai salju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Cerpen Fantasi : Cinta Yang Terbagi
NouvellesCerita fantasi yang tak begitu panjang juga tak begitu rumit namun menghadirkan misteri yang tak akan pernah usai Kumpulan Cerpen Fantasi 1. Berbagai genre 2. Nama tokoh yang sama tidak mempengaruhi cerita 3. Sad ending semi happy ending Saran, k...