22. Good News

17 3 0
                                    

🗣️❤️👩🏻‍💻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🗣️❤️👩🏻‍💻

Insiden di mana aku sama sekali tidak dianggap oleh Kak Ash telah berlalu selama beberapa detik. Aku masih terpaku sejenak, antara marah dan tidak percaya. I guess the perfect man doesn't exist.

Ketika memilih Kak Ash sebagai My Ryan Reynolds, aku berpikir kalau mungkin di bawah segala hawa dingin yang ia keluarkan ada sosok lava panas dan hangat di dalam, semacam inti dalam dirinya.

Setelah semua dinding es di luar hancur, di sanalah aku bisa menemukan sosok manusianya. Namun, sepertinya akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai inti. Baru didekati saja, aku langsung terpental akibat sikap dinginnya.

Kalian bisa memanggilku gila dan terlalu berkhayal untuk berpikir atau lebih tepatnya berharap kalau di dalam Kak Ash ada sosok hangat seperti Ryan Reynolds yang senang membuat orang-orang tertawa dengan leluconnya. But, hey, a girl can dream and believe whatever she wants, right? So let me be.

Tak lama, kesadaran menerpaku. Mengingat kalau masih ada Nyle yang kutinggalkan di ruang tamu membuat tubuh setinggi 164 sentimeter ini bergerak.

Nyle terlihat sedang mengerjakan PR yang belum selesai, hanya tinggal satu nomor lagi, sih. "Hey!" sapaku dengan riang.

Ia hanya mengangguk dan kembali menulis. Aku langsung duduk di sampingnya dan mulai berbicara. "Kakak lu dingin banget, deh. Berapa lama, ya, kira-kira supaya gue bisa deket sama dia?" tanyaku sambil menerawang ke lampu gantung berwarna silver di atas kepala kami.

Tidak ada jawaban dari Nyle membuatku menoleh ke arahnya. Ia tampak begitu serius mengerjakan soal terakhir ini. "Jawab dong," candaku, tak lupa menyenggol bahunya pelan.

"Udah kok, tadi," balasnya secara singkat. Perubahan sikap Nyle secara tiba-tiba membuatku sedikit bingung. Apa ia sedang bad mood?

"Lu kenapa?" tanyaku yang mulai penasaran.

Wajah Nyle sempat terkejut ketika ditanya olehku. Ia dengan cepat menjawab, "Hah? Gue nggak apa-apa kok. Btw, ini semua nomor udah selesai, ya, nanti gue fotoin dan kirim lewat LINE."

"Kayaknya lu harus pulang, deh, takut orang tua gue pulang. Udah sore juga, mereka pasti balik bentar lagi," lanjut Nyle tanpa memberiku kesempatan untuk menanggapi kalimat pertamanya.

Mengingat hari sudah sore dan orang tua Nyle akan segera pulang langsung menamparku pada realita dan kepanikan.

"Astaga! Lu bener!" seruku sambil tergesa-gesa mengambil semua buku-buku serta alat tulisku dan memasukkannya ke dalam tas.

Sampah-sampah dari bungkus camilan yang aku dan Nyle makan tadi, juga kubuang ke tong sampah terdekat. Aku sama sekali tidak ingin meninggalkan jejak di rumah Nyle, apalagi kalau orang tuanya sampai tahu kalau aku ada di sini.

"Udah, ini biar gue aja yang beresin. Mending lu pesen ojek sekarang." Ucapan Nyle langsung kuangguki. Kedua jempolku bekerja secepat The Flash untuk mencari driver.

The Rumor TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang