3. Brainstorm

129 31 185
                                    

🗣️❤️👩🏻‍💻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🗣️❤️👩🏻‍💻

Aku segera memasang wajah memelas dan mengedipkan kedua mataku berkali-kali seakan aku sedang sakit mata. Padahal ini niatnya aku ingin mencoba mengeluarkan air mata, tetapi sepertinya aku memang tidak punya bakat akting, jadi aku hanya terlihat seperti orang dungu.

Tak ingin gagal membuatku melakukan fase kedua dalam merayu, yaitu berbicara dengan nada imut hingga orang-orang mengasihaniku. "Pleaseee, My Loves. Sahabat lu digosipin pacaran sama kakak kelas loh ini, kapan lagi ini kejadian coba? This is a once in a lifetime opportunity, unless I do stupid things which will be embarrassing and that is not my plan."

"Fine! Lu mau minta bantuan apa?" jawab Lauza dengan ketus. Benar, 'kan berhasil! Lauza ini sebenarnya baik, tetapi sering terlihat jahat saja. Memang tampak tidak ikhlas, tetapi aku tahu mereka akan selalu mendukungku apa pun yang terjadi.

"Gue butuh salah satu dari kalian buat nanya-nanya nanti ke Rayna," jelasku dengan cepat. Jantungku berdegup kencang kala membuat rencana untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Dan itu nggak bakal gue," tutup Lauza dengan seenak jidat. Dasar poni gorden! makiku dalam hati. Pilihan terakhirku jatuh kepada si rambut merah kesayangan semua orang. Kutatap Rhea dengan tatapan paling memelas yang dapat kubuat berharap ia akan luluh dan tidak muntah.

"Why me? Lauza lebih cocok."

"My Love, lu itu paling disukai di kalangan anak populer, karena lu super baik, cantik, dan banyak talentanya. Juga, Rayna dan Aileen itu anak IPS, jadi pasti lebih gampang kalau lu yang deketin, terus si Lau juga nggak mau. So, you are my only hope." Penjelasanku ini bukan sekadar untuk menjilat agar keinginanku dituruti! Faktanya, Rhea ini memang sangat disukai banyak orang karena temperamennya yang begitu baik dan ramah.

Di antara kami bertiga, hanya aku sendiri yang memilih jurusan IPA. Kedua sahabatku kabur ke IPS, karena ingin menjauhi kelompok Kimia, Fisika, Biologi, dan Matematika. Tidak setia kawan sekali, bukan? Tidak apa, aku tidak marah walau harus menderita sendirian melawan rumus-rumus yang membuat otak ingin meledak seketika. Maka dari itu, aku meminta bantuan mereka. Apalagi, tadi di toilet perempuan, tampak sekali Rayna tidak ingin membahas hal ini denganku.

Lauza yang mendengar caraku merayu Rhea dengan kejam tertawa terbahak-bahak. Kedua sahabatku pasti sudah sangat hafal dengan sifatku ketika sedang ada maunya setelah berteman selama tiga tahun terakhir.

Rhea menghela napas dengan kasar dan bertanya, "Lu yakin? If this thing goes south, your life could be messed up."

Pertanyaan Rhea sempat membuatku berpikir sejenak. Ada benarnya, sih. Aku tidak tahu apa-apa jadi bisa saja aku menyeret diri sendiri ke makamku, tetapi mari kita berharap itu tidak terjadi karena aku sedang tidak berencana menjadi mayat hidup.

Dengan antusias aku mengangguk. "Gue yakin, lagian kapan lagi seorang Orleans digosipkan pacaran sama orang? Apa lagi ini kakak kelas, beuh keren abis deh gue!" Aku sok pede begini, karena merasa bangga. Sejarah kehidupan cintaku ini benar-benar lempeng dan datar seperti papan catur. Mentok-mentok aku digosipkan karena menyebalkan dan heboh, tidak ada unsur laki-lakinya. Wajar, 'kan kalau aku bangga dan heboh?

The Rumor TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang