23. Train and Work

18 3 0
                                    

🗣️❤️👩🏻‍💻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🗣️❤️👩🏻‍💻

Satu minggu sudah mau berakhir. Hari yang sudah kutunggu-tunggu sejak tahu kalau aku berhasil masuk ke OSIS, akhirnya tiba. Bonus plus dari hari ini adalah aku kembali diizinkan untuk tidak ikut ekskul!

Tidak ada lagi tuh yang namanya berbicara pada benda mati sambil ditonton murid-murid lain. Ekskul teater sangat tidak cocok untukku.

Bersama kedua sahabatku, kami menuju lantai empat. Terlihat ada beberapa siswa yang berdiri di depan ruang auditorium tempat pelatihan OSIS.

"Lu pada masuk bidang berapa?" tanyaku kepada Lauza dan Rhea. Aku lupa mereka tergabung di bidang berapa.

"Gue sepuluh, Rhea delapan," jawab Lauza.

"Gimana lu bisa masuk bidang dua, Lean?" tanya Rhea secara sarkas.

Aku masuk ke dalam bidang yang tidak kudaftar dan kalau boleh jujur, aku tidak mempermasalahkan hal itu. Selama diterima, itu sudah lebih dari cukup buatku.

"Exactly, lu masuk ke bidang 'budi pekerti luhur atau akhlak mulia'." ejek Lauza, lalu mereka tertawa.

"Hey! Don't laugh! Gue anaknya baik, makanya masuk ke situ!" seruku tidak terima ditertawakan oleh mereka.

"Lu? Anak baik?" tanya Rhea sambil menahan tawa, sedangkan Lauza malah tertawa lebih keras sampai mengundang perhatian siswa lain yang berada di koridor depan ruang auditorium.

"Well, okay, fine. I might not be the nicest, but hey, I can fake being nice," jawabku dengan ketus. Sebuah lawakan muncul saat aku dimasukkan ke bidang dua.

Ketika orang tahu kalau aku masuk bidang dua, mereka tertawa. Aku tidak menyalahkan orang-orang itu, sebab itu memanglah lucu.

Seorang Orleans tidak memiliki akhlak yang mulia atau budi pekerti luhur. Seakan-akan dunia sedang mengejekku terang-terangan, aku dimasukkan ke situ.

Orang-orang yang mengenalku sangat tahu kalau aku bukanlah anak yang sopan. Suaraku yang terkadang tidak dapat dikontrol sering membuatku berada dalam masalah, belum lagi mulutku suka sekali mengeluarkan kata-kata tidak baik ketika kesal di depan umum. Ya, aku benar-benar tidak memandang tempat ketika berperilaku buruk.

Jadi, sangat masuk akal untuk orang-orang yang mendengarku masuk di bidang 'baik-baik' dengan sikap 'tidak baik' tertawa.

"Keep the act, Lean. Jangan sampai mereka tahu kalau lu anaknya tidak berakhlak mulia," ejek Lauza sambil tersenyum manis. Dasar poni gorden! Aku langsung saja memasang wajah sinis padanya.

"Masuk, yuk!" ajak Rhea saat melihat siswa lain mulai memasuki ruangan auditorium. Masih dengan wajah kesalku, aku mengangguk setuju.

Saat masuk, terlihat ruangan ini sudah dipersiapkan dengan proyektor LCD dan layar proyektor yang diturunkan.

The Rumor TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang