Bab12

25 1 0
                                    

Kembali, lagi.

Pagi ini, lagi-lagi aku mengucap terimakasih kepada semesta, walaupun aku sadar terkadang aku juga pernah marah dengannya. Marah karena nyatanya tidak semua yang aku inginkan bisa aku dapatkan. Namun pada dasarnya hidup memang seperti itu, kita tidak bisa memaksakan suatu hal yang bukan milik kita.

Aku bertemu kembali dengannya, manusia yang memiliki sejuta teka-teki. Manusia yang hobi membuat ku bertanya-tanya. Manusia yang mampu membuat ku jatuh pada perasaan yang sama. Iya Barra adalah jawabannya.

Sore ini aku dan Barra akan bertemu di sebuah coffee shop yang letak nya tidak jauh dari rumah Eyang. Katanya ada hal yang ingin Ia bicarakan pada ku.
Sejujurnya aku sangat senang akan hal itu, namun di sisi lain aku merasakan ketakutan. Rasa takutku kali ini lebih besar dari pada rasa senang ku. Entah apa yang aku rasakan, entah hal apa yang akan terjadi nanti aku hanya bisa menenangkan diri ku sebelum pukul 4 sore nanti.

***
"Carra, duduk sini" dengan sikap manisnya Barra menarikkam kursi untuk ku.
"Terimakasih Barra"
"Sama-sama, oiya aku sudah pesankan makanan dan minuman yang paling enak dan aku yakin kamu menyukainya."
"Baiklah kali ini aku nurut saja deh."
"Nah gitu dong baru pinter."

Tiba-tiba suasana terasa berbeda, hening, tidak ada tawa, bicara atau apapun itu. Barra diam, aku pun lebih tidak bisa berbicara lagi karena aku juga tidak tahu hal apa yang bisa aku bicarakan.

"Carra kamu sejak kapan suka kopi?" tiba-tiba saja suara itu keluar dari mulutnya.
"Kok kamu tahu?"
"Carra, ini aku Barra"
"Iya manusia yang paling tahu segala hal, tidak seperti aku kan?"
"Kamu kenapa sih? bukan itu yang aku maksud"
"Jadi yang kamu maksud apa? kamu hebat sudah tahu semua hal tentang ku sedangkan aku? aku tidak tahu semua hal tentang kamu!"
"Carra, aku ajak kamu kesini untuk bertemu dengan mu tidak seperti ini, aku mohon jangan buat suasana nya tidak enak lagi."

Tiba-tiba saja air mata yang aku khawatirkan itu ternyata jatuh juga.

"Hei, Carra aku disini di depan kamu jangan menangis dan kita juga jangan bertengkar seperti ini."
"Aku juga tidak ingin itu Bar, tapi rasanya sakit sekali apa kamu tahu itu?"
"Maaf Carra"
"Kamu hanya bisa bicara maaf tanpa menjelaskan apa-apa."
"Kamu melakukan semua hal yang kamu mau tanpa kamu memikirkan apa yang akan terjadi sama aku."
"Kamu, tidak seharusnya kita seperti ini Bar."

Barra diam, iya dia hanya diam seperti seorang pengecut.
"Kalau memang tidak ada yang dibicarakan lagi aku baiknya pulang."
"Terimakasih pesananan makanan dan minuman yang menurut kamu aku akan menyukainya."

Aku pun pergi meninggalkan Barra di tempat itu, detik itu juga. Barra juga tetap diam dan aku tau dia juga sedang tidak baik-baik saja saat itu. Namun pada dasarnya kita juga harus bicara ketika hal yang terjadi sudah tidak bisa kita terima lagi. Iya aku tidak bisa menerima sikap Barra yang seolah-olah dialah pemenangnya. Aku tidak bisa terus larut pada situasi yang kejam ini, iya sangat kejam untukku, tidak untuknya.
Maaf Barra untuk kali ini.
****

2 hari setelah kejadian yang tidak kusangka akan ku lakukan itu, aku kembali ke coffeshop yang kudatangi bersama Barra kemarin. Aku mengingat semua hal yang terjadi. Apa iya aku terlalu jahat tiba-tiba marah seperti itu? menurut ku tidak, karena aku hanya jujur dengan apa yang aku rasakan. Namun sejak kejadian itu Barra menghilang lagi, dan saat ini aku tidak mencarinya, aku membiarkannya pergi entah untuk saat ini saja atau bahkan selamanya.

****

Penulis:
Hai semuanya, terimakasih karena sudah membaca cerita ku, maaf karena sempat menghilang. Dan terimakasih untuk yang masih setia menunggu Bab ke Bab yang aku buat. Kali ini aku akan melanjutkan sebuah cerita yang sudah menemani kalian 4 tahun yang lalu.

Salam hangat,

Putri Helmalia🌻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BarraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang