BAB 5

113 8 6
                                    

Menuju 16th

"Bangun oi, lu  udah mau 16 tahun juga sering banget molor."

Seperti kenal dengan suaranya. Aku bukan nya belum bangun,hanya saja tidak ingin beranjak dari tempat tidur.

"Wah abang udah  balik."
"Yaudah dong bosan banget di Bandung. Lagian abang pengen ketemu adik abang yang suka galau."
"Apa? galau? enak saja aku tidak merasa."
"Ibu cerita semuaa kalik."
"Ih kesal sekali deh."
"Nah oleh-oleh buat lu."

Abang memberikan sebuah kalung, sangat cantik tapi..

"Kok?"
"Pakai aja masi mending abang kasih."

Hmm, aneh sekali. Namaku Caramel Liora, sejak kapan inisial nya menjadi huruf B? jangan-jangan kalung ini bekas mantan pacar nya lagi.

Aku terus-terus an memegang kalung itu dengan kesal dan sambil bertanya-tanya.
B? hmm..
Layaknya ini untuk Bara, iya pria misterius. Kenapa jadi untuk Caramel, dasar abang selalu saja ngeselin. Setiap di ajak bicara langsung saja pergi tanpa meninggalkan jawaban.

"Abang..abang, ih kemana sih."
"Abang sedang bertemu teman-teman nya sayang."
"Hmm cepat sekali sih buk."
"Ada perlu apa sih? biasanya saja kalian selalu bertengkar."
"Tidak ada apa-apa."

Siang panas begini sepertinya tepat sekali untuk membeli es campur nya Om Agus, siapa tau bisa bertemu kembali.
Apa? bertemu siapa? Barra?
Semesta, salahkah Carra seperti ini? Carra memiliki perasaan yang benar-benar tidak ingin Carra rasakan.

Aku sama sekali tidak pernah merencanakan hal ini. Bahkan sama sekali tidak menginginkan nya.

Yasudah lah aku beli es campur saja, tetapi langsung pergi, tidak usah mampir ke taman. Aku tidak ingin bertemu Barra, aku tidak ingin perasaan yang dapat menghancurkan persahabatan ini muncul.

"Door.." niatku mengejutkan Om Agus
"Eh neng Cara, sudah lama tidak mampir."
"Hehehe sibuk om, biasa ya 1."
"Samain ya 1."

Tiba-tiba saja suaranya menyerobot dan langsung saja aku melihat nya.

"Barra?"
"Haii."
"Kok kamu disini? jangan bilang karena ini tempat umum lagi ya?"
"Iya memang ini tempat umum bukan?"
"Iya tapi kenapa kita harus bertemu dadakan disini."
"Kita pernah janjian sekali, tapi kamu terlambat. Dan aku tidak mau lagi itu, lebih baik aku saja yang harus mendatangi mu."
"Soal ituu..aku.."
"Sudah di maafkan. Bagaimana kalau kamu ikut aku sekarang? kali ini kamu tidak akan kepanasan, aku membawa mobil."
"Umur kamu saja masih 15 tahun, cepat sekali sudah bisa membawa mobil."
"Apasih yang kamu tau tentang aku, sudah diam saja ayuk."
"Neng, mas ini es nya."
"Ini pak makasi ya."
"Barra tidak usah aku bisa membayarnya sendiri."

Barra hanya diam,dan diam.

Lagi-lagi Barra selalu saja menjengkelkan. Seperti tidak menghargai adanya aku disini. Sebenarnya tujuan dia untuk datang lagi apasih? Kenapa dia harus menemui ku lagi?

"Kok kamu diam, bukannya kamu cerewet sekali biasanya?"
"Kamu tidak mengajakku berbicara, jadi aku diam saja."
"Katanya aku pria misterius? kok disuru bicara?"
"Hmmm...Kita mau kemana sih?"
"Yang bawa mobil kan aku, sesuka ku dong ingin kemana hehe."
"Hmm terserah deh."

Sudahlah aku saja bingung, apalagi kalian yang membacanya? Aku saja yang beberapa kali bersama nya tidak tahu persis tujuan dia apa. Apalagi kalian yang hanya membaca?

"Sudah sampai, hei bangun."

Tertidur deh di dalam mobil. Bagaimana mungkin seorang Caraa tidak ketiduran saat perjalanan jauh. Iya bagi ku perjalanan nya sangat jauh.

"Maaf aku sangat lelah."
"Tidak apa-apa, yaudah yuk keluar."
"Kok sudah malam ya? jam berapa ini? abang ku? ibuku pasti mencari ku."
"Sudahlah, tenang saja. Kita camping disini duluya, aku bawa 2 tenda satu untuk kamu satu untuk aku."
"Tidak-tidak aku ingin pulang Barra aku takut, tempat ini sepi dan gelap. Ibuku pasti khawatir."
"Tapi aku tidak bisa mengantarmu pulang sekarang."
"Kenapaa Barra kenapa? ayo pulang."
"Kamu lihat, ban mobil aku bocor dan tukang nya akan datang besok pagi jadi kita harus menginap, maaf ya Carra besok akan aku jelaskan ke ibu."

Ya tuhan, aku benar-benar takut, bagaimana kalau ini bukan Barra yang asli?
Iya maksudku Barra jadi-jadian.
Barra palsu yang ingin menculik ku.
Aku takut...
Sudahlah hanya ada dua lampu kecil yang menerangi tempat ini, untung saja Barra punya. Kalau tidak sudahlah aku tidak tahu lagi.

"Ini aku buatkan teh hangat, cuaca disini sangat dingin, aku tidak ingin kamu sakit."
"Bar,aku hanya memikirkan ibu, aku takut."
"Tenang saja Carra, semua akan baik-baik saja"
"Lalu, kenapa kamu membawa ku kesini? kenapa Bar? sampai ban mobil kamu bocor seperti itu."
"Aku hanya ingin mengajakmu jalan, dan saat aku merasa ban aku sedikit aneh,aku arahkan mobil ku kesini."
"Hmm"

"Maaf Carra aku akan bicara kepada ibumu esok hari."
"Kamu tidak tidur?"
"Kamu saja duluan."
"Tidak aku tidak ingin tidur."
"Barra kenapa sih,Tuhan mempertemukan kita lagi? kenapa ya dan kenapa saat itu kamu tidak langsung menemui ku ,kenapa harus seperti misteri begini? aku bingung aku harus apa.
Kamu memang teman kecilku, tapi.."

"Sudah Carra, tidak ada tapi-tapian."

"Kenapa sih pertanyaan ku selalu saja kamu abaikan?"
"Kamu menganggapku tidak ada?"
"Atau.."
"Atau aku akan membuatmu terluka?"
"Barra kok kamu berbicara soal terluka? siapa yang akan terluka, aku?"
"Siapa bilang kamu akan terluka."
"Berbicara denganmu, sama saja seperti berbicara dengan anak yang baru saja lahir."

"Tidur saja sana, aku akan jagain kamu malam ini, supaya tidak ada nyamuk-nyamuk yang akan mengganggui mu atau akan menculikmu."
"Hm Barra, mana bisa nyamuk menculikku."
"Bisa."
"Sudahlah tidur!."

Yasudah aku langsung saja memasuki tenda. Walau dengan perasaan yang sedikit kesal.

Aku masih saja bertanya-tanya, kenapa Barra secuek ini ya?apa karena Barra hanya menganggapku seperti orang biasa lainnya? dan tidak akan pernah special di hidupnya? Lantas untuk apa dia selalu hadir memberi keindahan di hidup ku? apa hanya rasa kasihan, atau bagaimana?
Semuanya seperti teka-teki yang sama sekali belum bisa aku tuntaskan.
Sudah..
Saat ini aku akan melupakan Barra dulu.
Aku teringat dengan ibuku. Pasti aku akan dimarahi esok. Semoga besok akan baik-baik saja. Sudah jam 9 juga aku tidur saja deh.
***

BarraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang