Persoalan fitnah yang dilayangkan Reno padanya bukan sesuatu yang perlu ia khawatirkan saat ini. Kepopuleran dan harga dirinya tidak akan jatuh hanya karena tuduhan tak berdasar itu.
Kekesalan tentu saja ada, apalagi ini bukan hanya tentang Arkan, tapi gadis yang menyandang status sebagai ke kasihnya itu juga ikut terseret dan menjadi korban.
Arkan gak tinggal diam, setelah dirinya keluar dari ruang BK Arkan langsung memerintahkan Juna dan Dom untuk mencari seseorang.
"Gue gak tau namanya siapa, tapi gue udah buat tanda di tangan kirinya. Cari, terus seret dia ke depan kaki gue." Titahnya kala itu.
Seseorang itu adalah tersangka utamanya, meski Arkan yakin ada orang lain dibelakangnya yang membuat kekacauan ini.
Entah bagaimana seantero sekolah ini mengetahui kabar itu. Dan Arkan tidak tahu apa yang sekarang dia lakukan disini. Berhadapan langsung dengan Vanilla dan meniliknya dari ujung rambutnya hingga kaki. Tololnya, dia malah betah menatap dada gadis itu. Brengsek memang, berharap ada sedikit celah hingga dia bisa melihat kulit mulus Vanilla.
Detik berikutnya Arkan mengeyahkan pikiran kotornya. Namun, tak bisa dipungkiri ada merasa lega ketika melihat keadaan Vanilla yang terihat baik-baik saja.
Arkan tidak bodoh. Kemungkinan terburuk yang akan terjadi jika Vanilla mengetahui fakta itu adalah depresi dan mungkin akan menimbulkan trauma. Hal itu akan sangat mempengaruhi keadaan psikisnya, merasa malu, takut dan rendah diri.
Sedikit banyaknnya Arkan tidak ingin itu terjadi. Dan Arkan tidak tahu kenapa harus mempedulikan itu.
Maka dari itulah Arkan meminta semua untuk tutup mulut. Biarkan masalah ini selesai tanpa perlu Vanilla tahu.
Vanilla mengangguk ragu ketika Arkan bertanya apakah dirinya memiliki ponsel.
"Gue pinjem."
"Buat apa?"
"Mana? Gue ada perlu."
"Aku gak bisa pinjemin barang pribadi aku ke orang asing."
"Gue pacar lo."
Vanilla melotot. "Sejak kapan aku jadi pacar kamu?"
"Sejak tadi." Jawab Arkan datar sedang Vanilla menggeleng tak mengerti. Setelah ini apa? Vanilla habis pikir dengan Arkan. Mau dia sebenarnya apa?
"Mana?" Pinta Arkan lagi.
"Buat apa?"
"Gue mau masukin nomor gue ka hp lo."
"Biar aku masukin sendiri."
Arkan diam, tidak lagi mendebat Vanilla. Perempuan dan keras kepalanya memang tidak dapat dipisahkan. Dan itu juga berlaku pada cewek buta di hadapannya ini.
"Nomor kam- Arkan!"
Pekikan protes Vanilla tidak Arkan pedulikan ketika dirinya merebut ponsel milik gadis itu.
"Kamu gak sopan! Balikin Arkan!"
Ponsel yang berada di genggamannya terlihat biasa saja. Benda itu mirip dengan ponsel lain. Arkan kira ponsel orang buta akan tampak berbeda.
Arkan terkekeh sendiri dengan pemikiran bodohnya. Tentu saja sekarang zaman sudah serba modern. Mungkin yang membedakan ponsel ini dengan ponsel lainnya adalah fitur suara yang setiap kali Arkan sentuh akan berbunyi. Dan itu sangat mengganggu bagi Arkan.
"Kenapa lo sekolah disini?"
"Emangnya kenapa? Kan gak ada yang larang." Balas Vanilla dengan percaya diri. Banyak yang bertanya seperti itu padanya. Arkan bukan orang yang pertama, ada banyak orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berandalan
Teen FictionArkan memilih hidup di sisi gelapnya, melakukan apapun yang dia mau. Hidupnya cukup sempurna dengan tiga teman yang selalu di sisinya. Namun, saat salah satu temannya menghilang, Arkan kelimpungan. Di tengah pencariannya, Arkan bertemu Vanilla, gadi...