Chapter 1 : Gadis Itu

27 9 18
                                    

"Wah gila.. gila ini si gila!"

Cowok yang tengah menelengkupkan kepala dilipatan tangannya itu mendongkak. "Apaansi lo Domba pagi-pagi udah heboh."

"Arkan men.."

"Ha? Arkan saha njir?"

"Goblok, itu Arkan anak Batavia masa lo gak tai anjing?"

"Ohh ya tau dia mah, kenapa?"

"Arkan pindah ke sekolah ini!"

"Jangan becanda lo.."

"Siapa yang becanda si Jun.. jelas-jelas gue liat dia tadi di kantin."

"Dom."

Cowok yang dipanggil Dom itu menoleh, "Apaan?"

"Anak buahnya si Davin tau?"

"Gak yakin gue kalo mereka gak tau."

Mereka berdua sama-sama diam. Berkutat dengan pikirannya masing-masing. Kabar bahwa seorang Arkan akan menjadi salah satu murid di sekolah ini mengguncang mereka. Bukan apa-apa, sosok Arkan yang mereka bahas ini merupakan sosok berbahaya yang membuat Davin -mantan siswa sekolah ini sempat kritis kemarin. Nyawanya nyaris hilang jika saja Tuhan tidak berbaik hati memberikannya keajaiban.

Meski Davin bukan lagi murid sekolah ini, namun kabar bahwa dia dihabisi oleh Arkan sangat santer belakangan ini. Bukan hanya itu, berita tentang beberapa anak buah Davin yang masih bersekolah disini tertangkap polisi pun menjadi topik hangat di kalangan para murid dan guru.

Pihak sekolah dibuat kelimpungan menangani kasus ini. Nama baik sekolah ini tentu dipertaruhkan. Namun, yang membuat tanya besar di kepala Juna adalah kenapa sekolahnya dengan mudah menerima Arkan? Bukannya mereka sendiri tahu bahwa Arkan juga terlibat dalam kasus ini?

"Minggir." Suara rendah itu menyentak lamunan Dom dan Juna.
Dom yang sedari tadi berdiri sembari bersidekap di samping meja Juna sontak menyingkir.

Mereka berdua tercekat melihat orang yang baru saja melewatinya. Rupanya bukan hanya mereka yang membisu ketakutan. Namun seisi kelas hening enggan untuk menciptakan suara.

Arkan duduk dibangku paling pojok kelas barunya itu. Dalam hatinya dia mengumpat terus-terusan pada sang Ayah yang dengan seenaknya malah melemparnya ke sekolah antah berantah ini.

Perintah mutlak pria itu benar-benar menyebalkan. Jika saja dia masih ingat bahwa Ayahnya yang menopang kehidupannya, dia jelas ogah untuk mengikuti kemauan pria itu.

Arkan melirik arloji yang melingkari pergelangan tangannya. Hebat, apakah dia sekarang tengah bermetamorfosis menjadi siswa teladan tanpa disadarinya? Bisa-bisanya dia memasuki kelas dengan jam yang masih menunjukan pukul tujuh lewat lima belas menit.

"Pe,permisi, ta-tapi ini bangku aku."

Arkan membuka matanya setelah tadi dia sempat memejam. Netranya melirik tajam pada cowok cupu bermata empat yang sedang berdiri takut-takut di samping mejanya.

"Aduhhh Bob ngelawak lo haha, bangku lo disana kan.. minus lo nambah apa gimana masa gak bisa bedain kanan sama kiri." Cowok jangkung berkumis yang tidak Arkan ketahui namanya tiba-tiba merangkul cowok cupu itu.

"Ta,tapi Dom.."

"Pindah goblok, lo mau mati?" Bisiknya.

Arkan mengernyit, kakinya ia turunkan dari meja. "Ini bangku lo?"

"I,iya-"

"Enggak, boong dia. Bangkunya sebelah sana tuh." Tunjuk Dom pada bangku dipojok kiri kelas.

BerandalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang